Dukung Industri Kreatif, Presuniv Buka Konsentrasi Korean Wave di Fakultas Bisnis

Jum'at, 26 Juli 2024 - 19:19 WIB
loading...
Dukung Industri Kreatif,...
President University (Presuniv) membuka konsentrasi Korean wave (K-Wave) di Fakultas Bisnis. Foto/Presuniv.
A A A
JAKARTA - President University (Presuniv) membuka konsentrasi Korean Wave (K-Wave) di Fakultas Bisnis. Dibukanya konsentrasi ini dilatarbelakangi kemajuan Korea Selatan di bidang industri kreatifnya.

Wakil Rektor Bidang Akademik, Riset dan Inovasi Presuniv Adhi Setyo Santoso mengungkapkan bahwa jika membahas soal budaya perusahaan, selama ini kita lebih sering mendengar cerita versi barat atau western. Jarang yang sekali dari Asia Timur, atau bahkan Asia Tenggara.

Baca juga: President University Resmi Buka Prodi S2 Hukum di Jakarta, Ini Keunggulan dan Cara Daftarnya

“Buku-buku tentang budaya perusahaan pun lebih banyak yang berasal dari barat. Maka, workshop kali ini menjadi sangat menarik karena kita membahas tentang budaya perusahaan dari kawasan Asia Timur, yakni dari Korsel,” katanya, melalui siaran pers, Jumat (26/7/2024).

Hal ini disampaikan Adhi pada workshop bertopik Building Successful Collaborations with Korean Businesses: Get an Ultimate Guide to Korean Business Etiquette and Culture to Win Any Business Deal yang digelar President Development Center (PDC).

Adhi yang meraih gelar MBA dari KAIST College of Business, Korsel, ini menambahkan, salah satu budaya perusahaan yang mengemuka di sana adalah pali-pali. Artinya, cepat-cepat.

“Orang Korsel memang suka bekerja dengan cepat. Bahkan sebagian orang mungkin menganggapnya terburu-buru. Meski begitu hasil kerjanya tetap harus baik, bahkan kalau bisa sempurna,” katanya.

Baca juga: President University Tempati Peringkat ke-1 WURI se-Indonesia Kategori Culture/Values

Presuniv pun, lanjut Adhi, terkesan dengan budaya kerja Korsel dan keberhasilan mereka dalam melakukan transformasi perekonomiannya. Perekonomian Korsel semula ditopang oleh industri manufakturnya.

Kini, industri kreatif menjadi salah satu pilar penting dalam perekonomian Korsel, termasuk untuk menjaring devisa.

“Untuk ikut mengembangkan industri kreatif di Tanah Air itulah yang mendorong Presuniv kemudian membuka konsentrasi Korean Wave, atau K-Wave, di Program Studi Business Administration, Fakultas Bisnis,” cetusnya.

Pembukaan konsentrasi K-Wave, ungkap Adhi, memang ditujukan bagi mahasiswa dengan semangat kewirausahaan yang tinggi, memiliki mindset global dan multikultural.

Pembicara dalam workshop kali ini adalah John Kim, CEO dan Head Consultant META Consulting dari Korsel. Untuk bisa berkolaborasi, para pebisnis Indonesia tentu perlu memahami budaya dan etika bisnis perusahaan-perusahaan Korsel.

Biasa Bekerja Lebih Lama Materi itulah yang dibahas oleh John Kim dalam sesi workshop-nya.

Menurut Kimi, para pekerja di Korsel terbiasa bekerja dengan waktu yang lebih lama dibandingkan Indonesia. “Kami bekerja rata-rata bisa 52 jam per minggu, sementara di sini 40 jam,” ungkapnya. Lalu, yang juga perlu dipahami adalah budaya kerja palipali atau bekerja dengan cepat.

“Orang Korsel terbiasa bekerja dengan ritme yang cepat. Kami tidak terbiasa menunggu, atau menunda-nunda pekerjaan. Budaya kerja pali-pali mungkin membuat kita menjadi lebih stress, lebih nervous, tetapi bisa juga sekaligus sangat menantang. Masyarakat Korsel kini menikmati hasilnya” ujarnya.

Budaya kerja pali-pali, lanjut dia, terbukti membuat Korsel mampu dengan cepat menjadi negara maju dan inovatif. Salah satu budaya kerja yang dijunjung tinggi masyarakat Korsel, menurut Kim, adalah menghargai senioritas.

“Itu tercermin dari kesediaan orang-orang yang lebih muda untuk membungkukkan badan kepada seniornya,” tegas dia.
Dia menjelaskan, isu trust sangat penting. Pebisnis Korsel datang ke Indonesia dengan target tertentu yang harus mereka capai. Maka, kepercayaan menjadi persoalan kalau itu membuat mereka tidak mencapai target.

"Dan, kalau sudah kehilangan kepercayaan memang sulit dipulihkan, sebab mereka berbisnis di Indonesia, bukan di negaranya sendiri," jelasnya.

Kerja sama tim, ungkap Kim, juga menjadi isu penting dalam budaya dan etika kerja masyarakat Korsel.

“Masyarakat Korsel senang dengan kerja sama tim. Untuk bisa bekerja dalam tim, setiap anggota harus mendengarkan dan mematuhi perintah team leader sebagai pengambil keputusan.
Apalagi team leader-lah yang harus bertanggung jawab terhadap capaian kerja tim,” katanya.

Menjawab pertanyaan peserta soal cara bekerja sama dengan perusahaan Korsel, ungkap Kim, proposal bisnis sebaiknya diajukan melalui manajer level menengah terlebih dahulu.

Selain itu, Kim juga menekankan pentingnya pendekatan yang informal. Di masyarakat Korsel, hal yang biasa untuk mengundang makan siang atau makan malam sebagai cara untuk membangun relasi.

"Ini penting sebelum akhirnya bisa perusahaan bisa menjalin bekerja sama,” pungkasnya.
(nnz)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.0853 seconds (0.1#10.140)