Kalangan Akademisi Himbau ASEAN Ambil Langkah Penting Hadapi Ketegangan China dan Taiwan

Senin, 05 Agustus 2024 - 20:38 WIB
loading...
Kalangan Akademisi Himbau...
Peneliti Paramadina Public Policy Institute, Universitas Paramadina, Muhamad Iksan memaparkan materinya dalam diskusi bertema ketegangan China-Taiwan di Jakarta, Senin (5/8/2024). Foto/Ist
A A A
JAKARTA - Akademisi memandang isu ketegangan antara China dan Taiwan sebagai isu yang relevan dan sangat berkaitan bagi kepentingan nasional Indonesia dan negara-negara Asosiasi Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN).

Oleh karenanya Indonesia dan negara-negara ASEAN lain dihimbau untuk mengambil langkah-langkah penting dalam menghadapi memanasnya situasi di Selat Taiwan akibat meningkatnya sikap asertif China, termasuk peningkatan aktivitas militer negara itu di kawasan ini dalam beberapa tahun terakhir ini.

Demikian kesimpulan dari diskusi akademik bertema “Ketegangan Selat Taiwan: Reaksi Asia Tenggara dan Dampak Bagi Indonesia” di Kampus Pascasarjana Universitas Paramadina yang terselenggara berkat kerja sama Paramadina Public Policy Institute (PPPI) dan Forum Sinologi Indonesia (FSI), di Jakarta, Senin 5 Agustus 2024.

Hadir sebagai pembicara dalam diskusi tersebut akademisi Indonesia yang berbasis di Australia dan Taiwan, Ratih Kabinawa, Ph.D, Dosen Hubungan Internasional Universitas Indonesia (UI), Broto Wardoyo, Ph.D, dan Dosen Hubungan Internasional Universitas Paramadina, Muhamad Iksan, S.E., M.M. Bertindak sebagai moderator dalam diskusi itu Ristian Atriandi Supriyanto, M.Sc, Dosen Hubungan Internasional UI yang juga peneliti mitra pada FSI.

Dalam paparannya, Ratih Kabinawa menyebut kasus penangkapan perahu nelayan Taiwan oleh penjaga Pantai China sebagai salah satu contoh nyata bahwa ketegangan antara China dan Taiwan merupakan sebuah hal yang patut dicermati oleh Indonesia dan negara-negara ASEAN lainnya.

“Tiga dari awak perahu nelayan tersebut adalah orang Indonesia. Ini membuat Indonesia harus berkomunikasi, baik dengan pihak China maupun Taiwan untuk menjamin keselamatan mereka,” tuturnya.


Selain itu, Ratih juga mengungkapkan bahwa ketegangan antara China dan Taiwan di Selat Taiwan akan berdampak yang cukup serius bagi negara-negara ASEAN. Pada satu sisi memanasnya situasi di Selat Taiwan akan membuka pintu bagi kompetisi superpower, yang tentunya akan berdampak hingga tataran tertentu pada kawasan Asia Tenggara.

Pada sisi lain, bila konflik di wilayah di atas meletus, sangat mungkin terjadi kubu-kubu di ASEAN. Kamboja, Laos, Myanmar mungkin akan mendukung China, sedangkan Vietnam dan Filipina kemungkinan akan menentang China, sedangkan Indonesia, Singapura, Malaysia, dan Thailand masih tanda tanya.

Sedangkan pada sisi ekonomi Ratih menekankan pentingnya pemerintah negara-negara ASEAN memikirkan apa yang akan mereka lakukan terhadap 700 000 warga ASEN yang saat ini bekerja atau belajar di Taiwan, Sebagai catatan, 300.000 di antara migran di Taiwan tersebut berasal dari Indonesia.

Itulah sebabnya, Ratih menganggap sangat penting bagi negara-negara ASEAN untuk mengambil langkah lebih lanjut demi memastikan stabilitas di kawasan Selat Taiwan. Menurut Ratih, dialog dialog track dua, yang bukan hanya melibatkan pejabat pemerintahan, tetapi juga akademisi dan komunitas epistemik, penting untuk digalangkan.

Dialog-dialog itu menurutnya dapat dilangsungkan secara terpisah, antara ASESN dan China, ASEAN dan Taiwan, dan sebagainya. Ratih juga menekankan pentingnya negara-negara ASEAN terus menyerukan larangan penggunaan kekuatan militer dalam menyelesaikan permasalahan di Selat Taiwan, serta perlunya pemerintah negara-negara ASEAN memikirkan langkah untuk melindungi warganya, bila terjadi konflik bersenjata.

Senada dengan Ratih, pembicara lain Broto Wardoyo menekankan bahwa pemerintah Indonesia harus uptodate dan memahami situasi terkini terkait ketegangan antara China dan Taiwan.

Menurutnya, pemahaman ini dibutuhkan agar pemerintah bisa cepat tanggap dalam mengamankan warga negara Indonesia di Taiwan. Menurut Broto, kemampuan pemerintah Indonesia untuk cepat tanggap ini penting diasah karena situasi di Selat Taiwan maupun Laut China Selatan makin sulit diprediksi.

“China sekarang sudah semakin asertif, atau bahkan agresif di Selat Taiwan dan Laut China Selatan,” tuturnya. Berbeda dengan era sebelum Xi Jinping, sekarang makin sulit memahami kapan China memberikan lampu hikau, lampu kuning, atau lampu merah,” tandasnya.

Dengan demikian, menurutnya, China memang telah menjadi ancaman yang makin nyata di kawasan. Tetapi ia juga menggaris bawahi bahwa sikap China sedikit banyak juga terkait dengan respons negara adi daya lain, yaitu Amerika Serikat. “Tak ada dansa yang dimainkan sendirian,” pungkasnya.

Pembicara ketiga, Muhamad Iksan menekankan pentingnya memberi perhatian bagi dampak ekonomi dalam isu terkait ketegangan China dan Taiwan. “Taiwan menguasai semi konduktor dan ekosistem di dalamnya,” tutur Iksan.

Ia juga berasumsi bahwa sangat mungkin salah satu motivasi China untuk menaklukan Taiwan adalah demi menguasai ekosistem semi konduktor itu.

Sementara itu, dalam keterangannya, Ketua FSI Johanes Herlijanto menekankan pentingnya ASEAN menyuarakan keprihatinan mereka. Ia memuji pernyataan Menteri Luar Negeri RI tentang perkembangan lintas Selat pada Agustus 2022, yang menyerukan semua pihak untuk menahan diri secara maksimal dan menahan diri dari tindakan provokatif.

Namun menurut Johanes, seruan seruan semacam itu, yang menentang penggunaan kekerasan militer dalam mengatasi persoalan antara China dan Taiwan, perlu untuk terus untuk suarakan secara lebih keras dan konsisten.

Selain itu, ia juga berpandangan bahwa setiap negara ASEAN harus mendukung ASEAN dengan secara individual menunjukkan penolakannya yang tegas terhadap pihak mana pun yang cenderung meningkatkan ketegangan, terutama dengan melakukan manuver militer yang agresif.

“Jadi baik ASEAN sebagai sebuah organisasi, maupun masing masing negara-negara ASEAN secara terpisah, perlu untuk secara konsisten menyuarakan penolakan penggunaan kekuatan militer untuk menyelesaikan isu antara China dan Taiwan,” pungkasanya.
(wyn)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2084 seconds (0.1#10.140)