Siswa Libur Panjang selama Ramadan, P2G Ungkap 3 Dampak Negatifnya
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) berpendapat jika siswa libur panjang selama bulan puasa akan berdampak negatif terhadap capaian pembelajaran. Kurikulum dan materi pembelajaran akan banyak tertinggal.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan pihaknya memang mewacanakan libur selama bulan puasa ramadan untuk sekolah di Bawah Kementerian Agama, dalam hal ini untuk madrasah dan pesantren.
Baca juga: Wacana Sekolah Libur selama Ramadan 2025, Ini Penjelasan Menag
Libur selama bulan puasa itu dimaksudkan agar para peserta didik bisa lebih konsentrasi menjalankan ibadah di bulan suci ramadan. Entah itu diisi dengan mengaji, menghafal Qur'an, atau mengamalkan amalan-amalan social agama.
Sementara apakah libur sebulan ramadan itu akan diterapkan juga untuk sekolah di Bawah Kemendikdasmen, Menag menyatakan, hal itu akan dibahas lebih lanjut.
Baca juga: Wacana Libur Sekolah selama Ramadan, P2G: Bagaimana dengan Siswa Non Muslim?
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, memang libur sekolah selama puasa itu masih sebatas wacana. Namun pemerintah hendaknya mempertimbangkan dampak negative libur berkepanjangan. Dalam hal ini, P2G mengungkapkan tiga efek buruknya.
Menurut Satriwan, gap terlalu lama tidak belajar di beberapa negara subtropis yang memiliki musim panas, mereka juga meliburkan siswanya. Namun dibarengi dengan kegiatan perkemahan atau kursus intensif di luar sekolah.
"Harus ada persiapan ketika bulan Ramadan tidak sekolah," katanya, dikutip Minggu (5/1/2024).
Kedua, waktu libur di rumah akan terporsir untuk screentime. Adiksi remaja pada gawai telah menjadi masalah global sekarang. Alih-alih mengisi Ramadan di rumah, yang terjadi anak asyik bermain media sosial internet seharian penuh.
"Jangan sampai libur selama Ramadan menjadi ajang anak lama-lama berselancar di dunia maya, mengakses konten negatif kekerasan, game online, bahkan pornografi," ucap Satriwan khawatir.
Ketiga, siklus kekerasan yang dilakukan remaja pada musim liburan. Ini akan menemukan momentumnya saat libur Ramadan, karena memang banyak kasus tawuran dan kekerasan lainnya terjadi pada musim libur.
“Apalagi Ramadan itu anak-anak remaja berkesempatan keluar malam lebih lama. Bahkan sampai sahur. Ini perlu pengawasan dan pengaturan yang ketat," lanjutnya.
Di beberapa wilayah Indoenesia, sudah dilarang kegiatan Sahur on The Road, karena seringkali menimbulkan perkelahian dan tindak pidana lainnya.
Sebelumnya, Menteri Agama (Menag) Nasaruddin Umar mengatakan pihaknya memang mewacanakan libur selama bulan puasa ramadan untuk sekolah di Bawah Kementerian Agama, dalam hal ini untuk madrasah dan pesantren.
Baca juga: Wacana Sekolah Libur selama Ramadan 2025, Ini Penjelasan Menag
Libur selama bulan puasa itu dimaksudkan agar para peserta didik bisa lebih konsentrasi menjalankan ibadah di bulan suci ramadan. Entah itu diisi dengan mengaji, menghafal Qur'an, atau mengamalkan amalan-amalan social agama.
Sementara apakah libur sebulan ramadan itu akan diterapkan juga untuk sekolah di Bawah Kemendikdasmen, Menag menyatakan, hal itu akan dibahas lebih lanjut.
Baca juga: Wacana Libur Sekolah selama Ramadan, P2G: Bagaimana dengan Siswa Non Muslim?
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, memang libur sekolah selama puasa itu masih sebatas wacana. Namun pemerintah hendaknya mempertimbangkan dampak negative libur berkepanjangan. Dalam hal ini, P2G mengungkapkan tiga efek buruknya.
3 Dampak Negatif Libur Panjang selama Ramadan
1. Potensi Learning Loss
Menurut Satriwan, gap terlalu lama tidak belajar di beberapa negara subtropis yang memiliki musim panas, mereka juga meliburkan siswanya. Namun dibarengi dengan kegiatan perkemahan atau kursus intensif di luar sekolah.
"Harus ada persiapan ketika bulan Ramadan tidak sekolah," katanya, dikutip Minggu (5/1/2024).
2. Kecanduan Main Gawai
Kedua, waktu libur di rumah akan terporsir untuk screentime. Adiksi remaja pada gawai telah menjadi masalah global sekarang. Alih-alih mengisi Ramadan di rumah, yang terjadi anak asyik bermain media sosial internet seharian penuh.
"Jangan sampai libur selama Ramadan menjadi ajang anak lama-lama berselancar di dunia maya, mengakses konten negatif kekerasan, game online, bahkan pornografi," ucap Satriwan khawatir.
3. Tawuran dan Kekerasan
Ketiga, siklus kekerasan yang dilakukan remaja pada musim liburan. Ini akan menemukan momentumnya saat libur Ramadan, karena memang banyak kasus tawuran dan kekerasan lainnya terjadi pada musim libur.
“Apalagi Ramadan itu anak-anak remaja berkesempatan keluar malam lebih lama. Bahkan sampai sahur. Ini perlu pengawasan dan pengaturan yang ketat," lanjutnya.
Di beberapa wilayah Indoenesia, sudah dilarang kegiatan Sahur on The Road, karena seringkali menimbulkan perkelahian dan tindak pidana lainnya.
(nnz)