Penguatan Karakter Vital untuk Ekosistem Pendidikan

Rabu, 02 September 2020 - 06:13 WIB
loading...
Penguatan Karakter Vital...
Foto/Koran SINDO
A A A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) mendirikan Pusat Penguatan Karakter (Puspeka)karena Kemendikbud ingin pendidikan karakter terutama penanaman nilai Pancasila terus ditanamkan kepada pelajar dan generasi muda. Tak hanya itu, penguatan karakter juga penting bagi seluruh ekosistem pendidikan.

Saat ini di tengah kemajuan zaman yang sedemikian pesat sehingga mengubah banyak gaya hidup remaja, Pancasila merupakan panduan tepat bagi para pelajar. “Harus dipahami bahwa Pancasila adalah dasar negara dan menjadi pedoman bagi bangsa Indonesia. Sila-sila yang ada pada Pancasila menjadi titik berangkat untuk menjadi manusia Indonesia dan SDM Unggul, dan nilai-nilai Pancasila menjadi penciri dari setiap insan individu Indonesia,” papar Kepala Pusat Penguatan Karakter (Puspeka) Kemendikbud Hendarman di Jakarta, Minggu (30/8/2020).

Dia menegaskan, dengan memahami nilai-nilai yang terkandung dalam Pancasila sebagai dasar negara maka akan ada perubahan paradigma dan mengubah perilaku seseorang menjadi lebih baik. (Baca: 70 Rekannya Meninggal, Kini Para Peraat Mulai Khawatir Terkena Covid-19)

Dibentuknya Pusat Penguatan Karakter itu sesuai dengan amanat Presiden RI dan RPJMN 2020-2024 bahwa kebijakan Kemendikbud berfokus pada pendidikan karakter. ”Pendidikan karakter perlu dilaksanakan di sekolah, di keluarga, dan di masyarakat. Pendidikan karakter bukanlah produk baru, bukan mata pelajaran baru, bukan kurikulum baru, melainkan penguatan atau fokus dari proses pembelajaran,” imbuhnya.

Diketahui, Kemendikbud memiliki visi membentuk SDM yang unggul yakni pelajar yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila dengan profil Pelajar Pancasila.

Hendarman memaparkan ada enam karakter yang melingkupi profil Pelajar Pancasila ini yakni Beriman, Bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa dan Berakhlak Mulia, Mandiri, Bernalar kritis, Kreatif, Bergotong Royong dan Kebinekaan Global.

Terkait dengan merekatkan Pancasila di kehidupan milenial, Hendarman mengatakan pendekatan yang dilakukan adalah menggunakan strategi komunikasi yang diawali dengan menyadarkan, lalu memahami, kemudian menjadi bergabung, dan akhirnya menjadi yang melakukan dengan mengajak orang lain berbuat yang sama.

“Misal, untuk mengajarkan agar dapat membuang sampah pada tempatnya. Langkah pertama, bagaimana timbul kesadaran bahwa ada akibat kalau sampah tidak di buang ke tempat sampah. Akibatnya, adalah tidak bersih lingkungan, atau lama-lama dapat menimbulkan penyakit, atau bisa juga orang terjatuh atau terpeleset akibat sampah seperti halnya kulit pisang,” ujarnya.

Dalam hal menyadarkan, Hendarman menjelaskan, guru atau siswa dapat menunjukkan keteladanan dengan menunjukkan bagaimana seharusnya sampah itu di buang yaitu ke tempat sampah yang tersedia. Hal ini bisa memerlukan waktu berulang, sehingga akhirnya anak mengetahui atau memahami bagaimana seharusnya sampah diperlakukan. (Baca juga: Hamas Sebut kesepakatan UEA-Israel Memalukan)

Dengan mengetahui akibat-akibat yang tidak baik akibat keteledoran membuang sampah maka anak menjadi terbiasa dan melakukan kebiasaaan sesuai dengan prosedur. Setelah hal itu anak tersebut diharapkan dapat menularkan kebiasaan baik kepada teman- temannya dan mengajak yang lain berbuat yang sama.
Halaman :
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2929 seconds (0.1#10.140)