Epidemiolog UGM: Cegah Klaster Pesantren, Terapkan Karantina Mandiri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Epidemiolog Universitas Gadjah Mada (UGM), Citra Indriani menyebutkan, asrama maupun pondok pesantren merupakan area yang rentan untuk terjadinya klaster penyakit menular. Termasuk penularan virus Corona baru penyebab COVID-19.
Pasalnya, di kedua tempat tersebut banyak orang yang berasal dari berbagai wilayah datang untuk tinggal/hidup bersama dalam jangka waktu yang lama. “Di asrama ataupun pondok pesantren berkumpul orang dari berbagai daerah. Hal ini berisiko mempertemukan orang infeksius dengan mereka yang masih rentan,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis, (8/10/2020).
Hal itu dia sampaikan menanggapi kasus ratusan santri yang berasal dari tiga pesantren di Kabupaten Sleman yang positif terinfeksi COVID-19. Sebelumnya, penularan virus korona juga telah terjadi di sejumlah pondok pesantren di pulau Jawa dan penularan COVID-19 antarsiswa juga terjadi di pusat pendidikan Secapa AD di Jawa Barat. (Baca juga: Bantu Pelajar selama Pandemi, Mahasiswa ITS Gagas Komunitas PAPER )
Dosen FKKMK UGM ini menyampaikan, bahwa upaya pencegahan penularan COVID-19 baik di asrama maupun pondok pesentren sangat dimungkinkan. Cara pencegahan utama yang bisa dilakukan yakni dengan menerapkan protokol kesehatan.
Lantas apakah aman jika asrama maupun pesantren tetap beroperasi selama pandemi COVID-19? Citra mengatakan tidak masalah jika asrama atau pesantren ingin memulai pendidikan di tengah pandemi. (Baca juga: Di Tengah Pandemi, Ini Apresiasi Mendikbud kepada Guru yang Luar Biasa )
Namun begitu, dia menekankan dalam pelaksanaannya harus mematuhi atau melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, kegiatan pendidikan dilakukan secara perlahan dan bertahap.
Sebelum mulai mengikuti pendidikan, lanjutnya, langkah awal yang sebaiknya dilakukan oleh pengurus asrama atau pesentren adalah menerapkan karantina mandiri pada siswa baru atau siswa yang baru kembali ke asrama atau pesantren. Karantina dilakukan di kamar tersendiri yang tidak bercampur satu sama lain hingga 14 hari pengamatan.
“Membuat kondisi asrama atau pesantren membudayakan protokol kesehatan tidaklah mudah, tapi bukan berarti tidak bisa karena semua butuh waktu. Tak hanya itu, risiko buka tutup kelas tatap muka juga harus dipahami oleh penyelenggara pendidikan, formula yang tepat seperti apa perlu didiskusikan dengan Dinkes masing-masing,” urainya.
Karantina mandiri dan penerapan protokol kesehatan ini juga selaras dengan seruan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang berulang kali menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mencegah penyebaran pandemi virus korona lewat disiplin protokol kesehatan.
Tidak hanya itu, namun juga disiplin memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan atau 3M untuk saat ini menjadi kunci utama memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19.
Lihat Juga: Prof Ichlasul Amal Meninggal Dunia, Rektor UGM: Beliau Banyak Memberi Kontribusi untuk Kampus
Pasalnya, di kedua tempat tersebut banyak orang yang berasal dari berbagai wilayah datang untuk tinggal/hidup bersama dalam jangka waktu yang lama. “Di asrama ataupun pondok pesantren berkumpul orang dari berbagai daerah. Hal ini berisiko mempertemukan orang infeksius dengan mereka yang masih rentan,” tuturnya dalam keterangan tertulis, Kamis, (8/10/2020).
Hal itu dia sampaikan menanggapi kasus ratusan santri yang berasal dari tiga pesantren di Kabupaten Sleman yang positif terinfeksi COVID-19. Sebelumnya, penularan virus korona juga telah terjadi di sejumlah pondok pesantren di pulau Jawa dan penularan COVID-19 antarsiswa juga terjadi di pusat pendidikan Secapa AD di Jawa Barat. (Baca juga: Bantu Pelajar selama Pandemi, Mahasiswa ITS Gagas Komunitas PAPER )
Dosen FKKMK UGM ini menyampaikan, bahwa upaya pencegahan penularan COVID-19 baik di asrama maupun pondok pesentren sangat dimungkinkan. Cara pencegahan utama yang bisa dilakukan yakni dengan menerapkan protokol kesehatan.
Lantas apakah aman jika asrama maupun pesantren tetap beroperasi selama pandemi COVID-19? Citra mengatakan tidak masalah jika asrama atau pesantren ingin memulai pendidikan di tengah pandemi. (Baca juga: Di Tengah Pandemi, Ini Apresiasi Mendikbud kepada Guru yang Luar Biasa )
Namun begitu, dia menekankan dalam pelaksanaannya harus mematuhi atau melaksanakan protokol kesehatan secara ketat. Selain itu, kegiatan pendidikan dilakukan secara perlahan dan bertahap.
Sebelum mulai mengikuti pendidikan, lanjutnya, langkah awal yang sebaiknya dilakukan oleh pengurus asrama atau pesentren adalah menerapkan karantina mandiri pada siswa baru atau siswa yang baru kembali ke asrama atau pesantren. Karantina dilakukan di kamar tersendiri yang tidak bercampur satu sama lain hingga 14 hari pengamatan.
“Membuat kondisi asrama atau pesantren membudayakan protokol kesehatan tidaklah mudah, tapi bukan berarti tidak bisa karena semua butuh waktu. Tak hanya itu, risiko buka tutup kelas tatap muka juga harus dipahami oleh penyelenggara pendidikan, formula yang tepat seperti apa perlu didiskusikan dengan Dinkes masing-masing,” urainya.
Karantina mandiri dan penerapan protokol kesehatan ini juga selaras dengan seruan Satuan Tugas (Satgas) Penanganan Covid-19 yang berulang kali menekankan pentingnya peran masyarakat dalam mencegah penyebaran pandemi virus korona lewat disiplin protokol kesehatan.
Tidak hanya itu, namun juga disiplin memakai masker, menjaga jarak, dan rajin mencuci tangan atau 3M untuk saat ini menjadi kunci utama memutus mata rantai penyebaran virus COVID-19.
Lihat Juga: Prof Ichlasul Amal Meninggal Dunia, Rektor UGM: Beliau Banyak Memberi Kontribusi untuk Kampus
(mpw)