Keterampilan Pembelajaran Abad-21 Disiapkan untuk Bonus Demografi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kemendikbud menyiapkan keterampilan abad 21 untuk menyambut bonus demografi Indonesia. Hal ini perlu disikapi serius agar Indonesia bisa meningkatkan daya saing ditengah tantangan global.
Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nizam mengatakan, saat ini dunia tengah dihadapkan dengan tantangan global demografi dunia dimana negara-negara maju mengalami penuaan atau aging society. Sementara, ujar Nizam, Indonesia sedang memasuki proses demografi. (Baca juga: 600 Ribu Alat Pengambil Spesimen COVID-19 Inovasi UI Disebar ke RS )
Menurutnya, hal ini merupakan kedua hal yang saling bertolak belakang namun menjanjikan sekaligus juga mengkhawatirkan. Sehingga hal tersebut harus disikapi dengan serius dalam menyiapkan SDM yang ada untuk bisa memanfaatkan hal tersebut dan dapat memasuki persaingan global.
“Di sisi lain, kemajuan teknologi bisa dilihat manusia dengan kreativitasnya, urban society, bahkan diprediksi akan memasuki masa dimana mesin-mesin lebih cerdas dari manusia. Kemudian perubahan yang terjadi secara global juga revolusi industri selalu ditandai dengan tergantikannya kompetensi lama dan lahirnya kompetensi baru yang belum pernah disiapkan sebelumnya,” katanya pada Webinar Nasional: The 21st Century Learning Skills melalui siaran pers, Jumat (23/10).
Nizam menyampaikan, dalam 10 tahun ke depan diprediksi 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia akan hilang. Namun ada potensi lahir lapangan pekerjaan baru yang jumlahnya dua kali lipat lebih banyak. Oleh karena itu, program Kampus Merdeka memberi kesempatan ke mahasiswa untuk memiliki keahlian lain di luar program studinya. (Baca juga: Ini Bocoran Resmi Agar Pengajuan Beasiswa Unggulan Kemendikbud Anda Diterima )
Hal ini dilakukan agar dapat memberikan pendidikan kepada mahasiswa yang sejalan dengan revolusi industri serta membentuk mahasiswa menjadi pembelajar mandiri dan complex problem solver. Dia menjelaskan, kondisi pandemi saat ini dikenal dengan VUCA atau vulnerable, uncertain, complex, dan ambiguity.
“Tetapi semua itu harus dihadapi dengan karakter kuat dengan menjadikan pendidikan tinggi di Indonesia menjadi pendidikan di tengah abad ke-21. Kompetensi yang dibutuhkan sudah digariskan di tahun 1998 yang masih aktual adalah literasi dasar, kompetensi berpikir kritis dan pemecah masalah, kreativitas, kolaborasi, kualitas karakter, dan yang paling penting adalah kegigihan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Aris Junaidi menyampaikan, berdasar survei yang dilakukan World Economic Forum terhadap 186 negara, terdapat 50% penduduk bumi saat ini berusia 30 tahun. Selanjutnya, persepsi milenial terhadap era disruptif yaitu percaya bahwa teknologi dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru daripada menghilangkan pekerjaan yang sudah ada. Hal tersebut menjadi suatu hal yang optimistik, sehingga kompetensi harus disiapkan.
“Di sisi lain, terdapat tren teknologi berdasarkan survei, yaitu didominasi oleh Artificial Intelligence (AI), biotechnology, robotics, Internet of Things (IoT), dan driverless car. Oleh karena itu, bonus demografi tersebut perlu disiapkan dengan cara menyiapkan generasi yang dapat bersaing,” ujar Aris.
Dirjen Pendidikan Tinggi (Dikti) Kemendikbud Nizam mengatakan, saat ini dunia tengah dihadapkan dengan tantangan global demografi dunia dimana negara-negara maju mengalami penuaan atau aging society. Sementara, ujar Nizam, Indonesia sedang memasuki proses demografi. (Baca juga: 600 Ribu Alat Pengambil Spesimen COVID-19 Inovasi UI Disebar ke RS )
Menurutnya, hal ini merupakan kedua hal yang saling bertolak belakang namun menjanjikan sekaligus juga mengkhawatirkan. Sehingga hal tersebut harus disikapi dengan serius dalam menyiapkan SDM yang ada untuk bisa memanfaatkan hal tersebut dan dapat memasuki persaingan global.
“Di sisi lain, kemajuan teknologi bisa dilihat manusia dengan kreativitasnya, urban society, bahkan diprediksi akan memasuki masa dimana mesin-mesin lebih cerdas dari manusia. Kemudian perubahan yang terjadi secara global juga revolusi industri selalu ditandai dengan tergantikannya kompetensi lama dan lahirnya kompetensi baru yang belum pernah disiapkan sebelumnya,” katanya pada Webinar Nasional: The 21st Century Learning Skills melalui siaran pers, Jumat (23/10).
Nizam menyampaikan, dalam 10 tahun ke depan diprediksi 23 juta lapangan pekerjaan di Indonesia akan hilang. Namun ada potensi lahir lapangan pekerjaan baru yang jumlahnya dua kali lipat lebih banyak. Oleh karena itu, program Kampus Merdeka memberi kesempatan ke mahasiswa untuk memiliki keahlian lain di luar program studinya. (Baca juga: Ini Bocoran Resmi Agar Pengajuan Beasiswa Unggulan Kemendikbud Anda Diterima )
Hal ini dilakukan agar dapat memberikan pendidikan kepada mahasiswa yang sejalan dengan revolusi industri serta membentuk mahasiswa menjadi pembelajar mandiri dan complex problem solver. Dia menjelaskan, kondisi pandemi saat ini dikenal dengan VUCA atau vulnerable, uncertain, complex, dan ambiguity.
“Tetapi semua itu harus dihadapi dengan karakter kuat dengan menjadikan pendidikan tinggi di Indonesia menjadi pendidikan di tengah abad ke-21. Kompetensi yang dibutuhkan sudah digariskan di tahun 1998 yang masih aktual adalah literasi dasar, kompetensi berpikir kritis dan pemecah masalah, kreativitas, kolaborasi, kualitas karakter, dan yang paling penting adalah kegigihan,” katanya.
Sementara itu, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan Ditjen Dikti Aris Junaidi menyampaikan, berdasar survei yang dilakukan World Economic Forum terhadap 186 negara, terdapat 50% penduduk bumi saat ini berusia 30 tahun. Selanjutnya, persepsi milenial terhadap era disruptif yaitu percaya bahwa teknologi dapat menciptakan lapangan pekerjaan baru daripada menghilangkan pekerjaan yang sudah ada. Hal tersebut menjadi suatu hal yang optimistik, sehingga kompetensi harus disiapkan.
“Di sisi lain, terdapat tren teknologi berdasarkan survei, yaitu didominasi oleh Artificial Intelligence (AI), biotechnology, robotics, Internet of Things (IoT), dan driverless car. Oleh karena itu, bonus demografi tersebut perlu disiapkan dengan cara menyiapkan generasi yang dapat bersaing,” ujar Aris.
(mpw)