Akses Pendidikan Belum Merata di Kawasan 3 T

Jum'at, 13 November 2020 - 07:11 WIB
loading...
Akses Pendidikan Belum...
Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Salah satunya akibat kesenjangan akses pendidikan. Foto: dok/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Penyelenggaraan pendidikan di Indonesia masih menghadapi tantangan besar. Salah satunya akibat kesenjangan akses pendidikan antara daerah-daerah maju dan daerah-daerah di kawasan tertinggal, terdepan, dan terluar (3T).



Kesenjangan itu tampak pada sarana infrastruktur sekolah, jaringan internet hingga sarana-prasarana penunjang pendidikan lainnya. “Saya baru dari Palu, Gianyar, setelah itu saya ke Rote. Jelas sekali kelihatan infrastruktur yang belum baik, jaringan internet yang belum baik, sarana dan prasarana itu sangat besar kesenjangannya,” ujar Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim kemarin. (Baca: Kenali Ciri-ciri Rumah Tangga Diganggu Setan Dasim)

Dia mengatakan kunjungan ke daerah ini sebagai upaya untuk melihat langsung bagaimana penyelenggaraan pendidikan di pelosok Nusantara. Dirinya ingin memastikan apakah penyelenggaraan pendidikan di Indonesia sebaik pada sekolah-sekolah di Pulau Jawa. “Luar biasa. Pada saat ke lapangan, kita dapat mengetahui program-program mana yang benar sudah dirasakan dan mana yang belum,” katanya.

Nadiem mengungkapkan dari blusukannya ke daerah-daerah tersebut akan dievaluasi apa saja yang bisa dilakukan Kemendikbud untuk memperpendek jurang kesenjangan akses pendidikan antarwilayah. Kemendikbud akan menjembatani berbagai kebutuhan yang diperlukan dalam meningkatkan kualitas pendidikan di daerah 3T. “Jadi ini yang harus benar-benar kita jembatani dan itu menjadi suatu hal yang menjadi prioritas kami,” ujarnya.

Tahun depan Kemendikbud, menurut Nadiem, akan mengalokasikan anggaran tambahan Bantuan Operasional Sekolah (BOS) sebesar Rp3 triliun bagi sekolah di daerah 3T. Menurutnya selama ini anggaran BOS tiap daerah dialokasikan dengan besaran yang sama. Kondisi demikian dipastikan akan merugikan sekolah-sekolah di daerah 3T karena biaya yang dibutuhkan untuk penyelenggaraan pendidikan relatif lebih mahal.

“Selama ini dana BOS yang diterima sama semuanya. Merugikan sekali bagi sekolah-sekolah kecil dan di pinggiran jika disamakan biaya per anaknya. Padahal di daerah 3T itu biaya konstruksi mahal dan barang-barang juga mahal. Jadi ini akan meningkat signifikan pada 2021,” imbuh Mendikbud. (Baca juga: Bantuan Kuota Internet, Nadiem Minta Kepsek Unggah Surat Pernyataan)

Sebelumnya perhitungan dana BOS disamakan berdasarkan jumlah murid dan biaya per siswa. Metode perhitungan dengan berdasarkan jumlah murid, menurut Mendikbud, tidak adil karena harus mengelola sekolah dengan besaran dana BOS yang kecil. “Kenyataannya di lapangan masih terjadi kesenjangan, terutama pada sekolah yang muridnya sedikit dan sebagian besar berada di daerah 3T,” tutur Mendikbud.

Sementara itu sekolah yang memiliki jumlah murid besar akan diuntungkan karena dapat menikmati kemampuan ekonominya dan bisa memiliki sarana dan prasarana yang lengkap. “Ke depannya kami akan mengubah cara perhitungan BOS. Tidak hanya berdasarkan jumlah peserta didik, tetapi juga ada indeks kemahalan konstruksi (IKK) dari Badan Pusat Statistik (BPS),” kata Mendikbud.

Melalui perubahan perhitungan dana BOS tersebut, Mendikbud menjamin tidak akan ada sekolah yang dana BOS-nya menurun atau berkurang. “Jadi kita akan pastikan tidak ada dana BOS yang turun, tapi untuk teman-teman kita di sekolah-sekolah kecil, daerah terluar, tertinggal itu akan meningkat secara dramatis. Itu adalah yang namanya proafirmasi, prorakyat yang membutuhkan. Itu yang sebenarnya,” ujar Mendikbud. (Baca juga: Manfaat Produk Herbal untuk Ibu Hamil dan Menyusui)

Dengan dukungan dari Komisi X DPR, Mendikbud mengatakan telah melakukan relaksasi mekanisme penggunaan dana BOS di mana 100% kepala sekolah diberi kebebasan sepenuhnya untuk menggunakan dana BOS. “Kepala sekolah boleh menggunakan untuk membuat perahu agar anaknya bisa sekolah. Kepala sekolah boleh membeli gawai yang murah untuk dipinjamkan kepada anak-anaknya dan juga guru-gurunya. Kepala sekolah boleh menggunakan dana BOS-nya untuk bayar gaji guru honorer dan membantu ekonomi guru. Namun sekolah harus terbuka kepada masyarakat agar super-transparan penggunaannya,” tutur Mendikbud.

Sementara itu Ketua Komisi X DPR Syaiful Huda mendukung penambahan alokasi BOS untuk wilayah 3T. Menurutnya langkah Mendikbud merupakan terobosan untuk meningkatkan akses pendidikan bagi peserta didik di wilayah 3T. “Kesenjangan pendidikan di kawasan 3T telah lama terjadi. Memang perlu langkah terobosan agar kesenjangan itu tidak kian lama kian dalam,” katanya. (Lihat videonya: Angin Puting Beliung Rusak Sejumlah Rumah)

Kendati demikian Huda menyarankan agar Kemendikbud memastikan peta pendidikan di kawasan 3T. Peta pendidikan tersebut bisa berisi data siswa, data sarana-prasarana sekolah hingga kebutuhan guru. Peta pendidikan di kawasan 3T akan memastikan bahwa alokasi anggaran BOS bisa tepat sasaran. (Neneng Zubaidah)
(ysw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.4171 seconds (0.1#10.140)