Mahasiswa ITS Teliti Superkapasitor sebagai Wind Energy Smoother
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pemanfaatan angin sebagai pengganti energi penghasil listrik sudah mulai banyak dilakukan tapi karakteristik angin yang sangat fluktuatif butuh media penyimpan energi yang sangat sensitif untuk merespon daya.
Hal inilah yang diteliti oleh sejumlah mahasiswa ITS yang tergabung dalam Tim LIP1ST, tentang kemampuan superkapasitor sebagai alternatif pengganti baterai dalam menstabilkan daya (power smoothing) dari turbin angin.
Para mahasiswa itu ialah Mohammad Arian Rahmatullah, Muhammad Haikal dan Ilul Rohman. Penelitian Laboratorium Instrumentasi, Pengukuran, dan Identifikasi Sistem Tenaga (LIPIST) Departemen Teknik Elektro ITS ini, berawal dari fakta keterbatasan energi fosil di Indonesia..
Ketua Tim LIP1ST Mohammad Arian Rahmatullah, menambahkan, penelitian ini juga berlatar potensi energi angin di Indonesia yang cukup besar. Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi daya angin Indonesia mencapai 60.647 megawatt.
Namun hingga saat ini, kurang dari 1/6 saja kapasitas dari yang terpasang yang telah dimanfaatkan. “Karena yang terpasang masih sedikit, jadi tidak kalah penting untuk dilakukan optimasi agar energi yang dihasilkan tidak terbuang sia-sia,” katanya melalui siaran pers, Jumat (15/1).
Penggunaan baterai sebagai media penyimpanan energi selama ini masih memiliki kekurangan. Tingkat fluktuasi kecepatan angin yang tinggi menyebabkan daya yang kurang mampu ditangkap dengan baik oleh baterai sebagai media penyimpan energi. Kerapatan daya yang kecil pada baterai menyebabkan durasi yang lama untuk bisa terisi penuh.
“Baterai memiliki kemampuan charging dan discharging yang rendah, life cycle yang relatif pendek, serta mudah terbakar karena menggunakan proses kimiawi,” imbuhnya.
Oleh karenanya, lanjut Arian, diujilah sebuah media penyimpan energi yang memiliki tingkat kerapatan daya yang lebih besar, yaitu superkapasitor. Untuk mengujinya, dibuat pemodelan blok diagram pada perangkat lunak Mathlab Simulink.
Terlebih dahulu, beberapa komponen seperti turbin angin, rectifier, controller boost, converter boost, converter bidirectional, controller bidirectional dan penyimpan energi disusun sedemikan rupa membentuk sebuah skema.
Selanjutnya, beberapa parameter seperti rated capacitance, rated voltage, initial voltage dan operating temperature juga diisi sesuai kondisi di lapangan. Setelah itu, di-input-kan sebuah studi kasus dalam 3 kondisi, yakni kecepatan angin berubah dengan daya beban konstan, kecepatan angin konstan dengan daya beban berubah, dan kecepatan angin dengan daya beban berubah.
“Baik baterai atau superkapasitor, keduanya kami uji daya charging dan discharging-nya dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 5 detik saja,” ungkapnya.
Setelah diuji, penelitian ini mendapati bahwa superkapasitor memiliki daya respon yang sangat baik dan cepat dalam interval waktu yang singkat. Dalam waktu 5 detik, dengan daya turbin angin yang sangat fluktuatif, superkapasitor dapat menangkap secara optimal.
Apabila daya melebihi beban, daya akan disimpan seluruhnya. Sebaliknya, ketika daya masuk kurang dari beban, cadangan daya akan disuplai untuk menyetabilkan daya yang dihasilkan oleh turbin angin.
“Meskipun harganya sedikit lebih mahal, lifetime superkapasitor tiga kali lebih lama dari baterai, dan kami percaya, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang harga superkapasitor mampu bersaing dengan penyimpan energi lainnya,” tandasnya yakin.
Hal inilah yang diteliti oleh sejumlah mahasiswa ITS yang tergabung dalam Tim LIP1ST, tentang kemampuan superkapasitor sebagai alternatif pengganti baterai dalam menstabilkan daya (power smoothing) dari turbin angin.
Para mahasiswa itu ialah Mohammad Arian Rahmatullah, Muhammad Haikal dan Ilul Rohman. Penelitian Laboratorium Instrumentasi, Pengukuran, dan Identifikasi Sistem Tenaga (LIPIST) Departemen Teknik Elektro ITS ini, berawal dari fakta keterbatasan energi fosil di Indonesia..
Ketua Tim LIP1ST Mohammad Arian Rahmatullah, menambahkan, penelitian ini juga berlatar potensi energi angin di Indonesia yang cukup besar. Berdasarkan data Kementerian ESDM, potensi daya angin Indonesia mencapai 60.647 megawatt.
Namun hingga saat ini, kurang dari 1/6 saja kapasitas dari yang terpasang yang telah dimanfaatkan. “Karena yang terpasang masih sedikit, jadi tidak kalah penting untuk dilakukan optimasi agar energi yang dihasilkan tidak terbuang sia-sia,” katanya melalui siaran pers, Jumat (15/1).
Penggunaan baterai sebagai media penyimpanan energi selama ini masih memiliki kekurangan. Tingkat fluktuasi kecepatan angin yang tinggi menyebabkan daya yang kurang mampu ditangkap dengan baik oleh baterai sebagai media penyimpan energi. Kerapatan daya yang kecil pada baterai menyebabkan durasi yang lama untuk bisa terisi penuh.
“Baterai memiliki kemampuan charging dan discharging yang rendah, life cycle yang relatif pendek, serta mudah terbakar karena menggunakan proses kimiawi,” imbuhnya.
Oleh karenanya, lanjut Arian, diujilah sebuah media penyimpan energi yang memiliki tingkat kerapatan daya yang lebih besar, yaitu superkapasitor. Untuk mengujinya, dibuat pemodelan blok diagram pada perangkat lunak Mathlab Simulink.
Terlebih dahulu, beberapa komponen seperti turbin angin, rectifier, controller boost, converter boost, converter bidirectional, controller bidirectional dan penyimpan energi disusun sedemikan rupa membentuk sebuah skema.
Selanjutnya, beberapa parameter seperti rated capacitance, rated voltage, initial voltage dan operating temperature juga diisi sesuai kondisi di lapangan. Setelah itu, di-input-kan sebuah studi kasus dalam 3 kondisi, yakni kecepatan angin berubah dengan daya beban konstan, kecepatan angin konstan dengan daya beban berubah, dan kecepatan angin dengan daya beban berubah.
“Baik baterai atau superkapasitor, keduanya kami uji daya charging dan discharging-nya dalam waktu yang sangat singkat, yaitu 5 detik saja,” ungkapnya.
Setelah diuji, penelitian ini mendapati bahwa superkapasitor memiliki daya respon yang sangat baik dan cepat dalam interval waktu yang singkat. Dalam waktu 5 detik, dengan daya turbin angin yang sangat fluktuatif, superkapasitor dapat menangkap secara optimal.
Apabila daya melebihi beban, daya akan disimpan seluruhnya. Sebaliknya, ketika daya masuk kurang dari beban, cadangan daya akan disuplai untuk menyetabilkan daya yang dihasilkan oleh turbin angin.
“Meskipun harganya sedikit lebih mahal, lifetime superkapasitor tiga kali lebih lama dari baterai, dan kami percaya, tidak menutup kemungkinan di masa mendatang harga superkapasitor mampu bersaing dengan penyimpan energi lainnya,” tandasnya yakin.
(mpw)