Perhimpunan Guru Nilai Sekolah Penggerak Tak akan Berjalan Maksimal
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru (P2G) menilai ada potensi program Sekolah Penggerak yang sudah diluncurkan Kemendikbud tidak akan berjalan maksimal karena saat ini masih masa pandemic.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, sekolah penggerak berpotensi tidak akan efektif. Mengingat sekarang masih kondisi pandemi Covid-19 dimana para siswa dan guru untuk mengikuti proses pembelajaran dengan PJJ saja banyak menemui kendala.
Satriwan mengatakan, berdasarkan data Kemenko PMK saja ada 46.000 sekolah yang tidak bisa melakukan PJJ online selama ini. "Pelatihan-pelatihan online bagi guru tentu hanya akan mampu mengakomodir guru yang punya akses digital, ada laptop atau gawai, dan akses internet," katanya melalui siaran pers, Jumat (5/2).
P2G juga mempersoalkan target jumlah sekolah dari program sekolah penggerak ini. Yakni 2.500 sekolah tahun 2021, lalu 10 ribu sampai 40 ribu di tahun keempat. Menurutnya, apakah jumlah ini representatif mengingat sekolah di Indonesia hampir 400 ribu sekolah mulai PAUD-SMA/SMK.
Oleh karena itu, katanya, menjadi pertanyaan para guru dan kepala sekolah juga, apa landasan penentuan sekolah penggerak yakni apakah inisiatif sendiri atau dipilih. Jika inisiatif sendiri, lanjutnya, bagaimana jika angka 2.500 itu nantinya mayoritas diisi oleh sekolah yang selama ini sudah sangat baik dan baik, akreditasi A, akses digitalnya bagus dan berprestasi.
Baca juga: SKB 3 Menteri soal Seragam dan Atribut Sekolah, Ini Harapan Menag
"Bagaimana peluang sekolah-sekolah pinggiran, prestasi minim, apalagi statusnya swasta, akreditasi C bahkan belum terakreditasi? Bagaimana Sekolah Penggerak dapat memberikan intervensi kepada dua potret kualitas sekolah yang sangat kontras di atas?," pungkasnya.
Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim mengatakan, sekolah penggerak berpotensi tidak akan efektif. Mengingat sekarang masih kondisi pandemi Covid-19 dimana para siswa dan guru untuk mengikuti proses pembelajaran dengan PJJ saja banyak menemui kendala.
Satriwan mengatakan, berdasarkan data Kemenko PMK saja ada 46.000 sekolah yang tidak bisa melakukan PJJ online selama ini. "Pelatihan-pelatihan online bagi guru tentu hanya akan mampu mengakomodir guru yang punya akses digital, ada laptop atau gawai, dan akses internet," katanya melalui siaran pers, Jumat (5/2).
P2G juga mempersoalkan target jumlah sekolah dari program sekolah penggerak ini. Yakni 2.500 sekolah tahun 2021, lalu 10 ribu sampai 40 ribu di tahun keempat. Menurutnya, apakah jumlah ini representatif mengingat sekolah di Indonesia hampir 400 ribu sekolah mulai PAUD-SMA/SMK.
Oleh karena itu, katanya, menjadi pertanyaan para guru dan kepala sekolah juga, apa landasan penentuan sekolah penggerak yakni apakah inisiatif sendiri atau dipilih. Jika inisiatif sendiri, lanjutnya, bagaimana jika angka 2.500 itu nantinya mayoritas diisi oleh sekolah yang selama ini sudah sangat baik dan baik, akreditasi A, akses digitalnya bagus dan berprestasi.
Baca juga: SKB 3 Menteri soal Seragam dan Atribut Sekolah, Ini Harapan Menag
"Bagaimana peluang sekolah-sekolah pinggiran, prestasi minim, apalagi statusnya swasta, akreditasi C bahkan belum terakreditasi? Bagaimana Sekolah Penggerak dapat memberikan intervensi kepada dua potret kualitas sekolah yang sangat kontras di atas?," pungkasnya.
(mpw)