Inovasi Terbaru dari ITB, 3 in 1 Face Protector
loading...
A
A
A
JAKARTA - Inovasi kembali dihasilkan oleh tim peneliti dari Institut Teknologi Bandung (ITB) dalam penanganan COVID-19. Kali ini, inovasi hadir melalui alat 3 in 1 Face Protector yang dibuat oleh Dr. Yuli Setyo Indartono dan tim dari Fakultas Teknik Mesin dan Dirgantara (FTMD) ITB.
Dr. Yuli Setyo Indartono, yang menempuh studi S3 di Kobe University Jepang mengatakan, 3 in 1 Face Protector merupakan alat yang memiliki 3 fungsi sesuai dengan namanya. 3 fungsi dalam Face Protector tersebut menggantikan 3 alat yaitu masker N-95, face shield, lalu google.
3 fungsi tersebut digantikan dengan 1 alat yang diberi pasokan udara dengan blower. Namun, alat ini memiliki cakupan yang sangat luas dan tidak terbatas hanya pada penanganan Covid-19 saja.
“Coba bayangkan orang yang kerja di pabrik penggergaji kayu. Banyak serbuk yang berterbangan. Orang di industri yang bekerja dengan banyak polutan debu, asap, dan lainnya juga bisa menggunakan alat ini,” katanya seperti dikutip dari laman ITB di itb.ac.id, Minggu (4/4).
Dia mengatakan, filter alat tersebut dapat disesuaikan. Misalkan, menggunakan filter N-95 yang bisa memfilter dengan kemampuan virus dan bakteri hampir 95% untuk medis. Namun kembali, alat ini tidak hanya terbatas untuk keperluan medis, tetapi bisa di industri dan jasa lain.
Proses kerja alat ini adalah menyaring udara, masuk ke blower melewati filter N-95, baru disemburkan ke snorkling mask yang kedap dan menempel ke permukaan wajah. Hal ini menyebabkan tekanan di dalam positif, tidak ada udara luar yang masuk lewat celah samping karena ada supply tekanan positif dari blower tersebut dan membuat 3 in 1 Face Protector aman digunakan.
Dr. Yuli menceritakan, awalnya, ide untuk menciptakan 3 in 1 Face Protector timbul ketika ia melihat snorkeling mask. Selain itu, Dr. Yuli merasa tenaga medis yang bekerja saat ini cukup kewalahan saat harus menggunakan 3 alat (masker, face shield, dan google) secara terpisah.
Setelah alat tersebut dibuat sebanyak 10 unit, kemudian diuji coba untuk dikirimkan ke beberapa fasilitas kesehatan; RSHS, RS Dustira, RS Cibabat, Klinik Swasta, Puskesmas untuk meminta masukkan.
3 in 1 Face Protector mengalami proses yang panjang mulai dari dari September tahun 2020 hingga saat ini. Pada November 2020, 2 unit pengetesan dibuat untuk melakukan evaluasi pengembangan dengan berbagai parameter seperti arus masuk dan lainnya. LPIK ITB merupakan pihak yang memberi bantuan dalam penelitian tersebut.
Selanjutnya, penelitian tersebut diminta dilanjutkan hingga ke tahap komersialisasi. Hal ini ditandai dengan terciptanya 10 prototipe awal. Targetnya, di tahun ini sudah mengantongi izin edar dan izin produksi.
Beberapa keunggulan dimiliki oleh 3 in 1 Face Protector yang diciptakan oleh Dr. Yuli bersama mahasiswa S2 yaitu Ivan Farozan, Muhammad Azka, dan Wildan Rahmawan Ruiss. Dr. Yuli adalah kenyamanan dan hemat energi.
Selain itu, filter N-95 yang digunakan (industrial grade) mudah diganti dan tersedia di pasaran sehingga tidak terjadi konflik stok masker N-95 dengan tenaga medis. Hal ini berdasarkan pengalaman tahun lalu, di mana masker N-95 susah didapatkan dan mahal.
Oleh karena itu, untuk 3 in 1 Face Protector ini digunakan filter dengan industrial grade. Kemampuannya sama, tapi bentuknya saja yang beda.Untuk dapat segera diimplementasikan, Dr. Yuli dan tim terus memperbaiki alat sesuai dengan kebutuhan tenaga kesehatan. Market research juga dilakukan untuk melihat kebutuhan dan daya beli pasar terhadap alat ini.
Selain itu, pengurusan izin edar dan produksi juga terus dilakukan. Dr. Yuli dan tim berharap akhir tahun 2021, 3 in 1 Face Protector sudah diserahkan ke pihak industri untuk komersialisasi dengan bantuan dari Pusat Rekayasa Industri ITB.
“Alat ini masih terus dikembangkan dan diharapkan bisa segera dikomersialisasi dengan harga yang terjangkau untuk fasilitas kesehatan atau industri. Kondisi pandemi ini memberi pelajaran, sebenarnya bangsa kita mampu untuk menciptakan hal-hal yang kita butuhkan,” pungkasnya.
Dr. Yuli Setyo Indartono, yang menempuh studi S3 di Kobe University Jepang mengatakan, 3 in 1 Face Protector merupakan alat yang memiliki 3 fungsi sesuai dengan namanya. 3 fungsi dalam Face Protector tersebut menggantikan 3 alat yaitu masker N-95, face shield, lalu google.
3 fungsi tersebut digantikan dengan 1 alat yang diberi pasokan udara dengan blower. Namun, alat ini memiliki cakupan yang sangat luas dan tidak terbatas hanya pada penanganan Covid-19 saja.
“Coba bayangkan orang yang kerja di pabrik penggergaji kayu. Banyak serbuk yang berterbangan. Orang di industri yang bekerja dengan banyak polutan debu, asap, dan lainnya juga bisa menggunakan alat ini,” katanya seperti dikutip dari laman ITB di itb.ac.id, Minggu (4/4).
Dia mengatakan, filter alat tersebut dapat disesuaikan. Misalkan, menggunakan filter N-95 yang bisa memfilter dengan kemampuan virus dan bakteri hampir 95% untuk medis. Namun kembali, alat ini tidak hanya terbatas untuk keperluan medis, tetapi bisa di industri dan jasa lain.
Proses kerja alat ini adalah menyaring udara, masuk ke blower melewati filter N-95, baru disemburkan ke snorkling mask yang kedap dan menempel ke permukaan wajah. Hal ini menyebabkan tekanan di dalam positif, tidak ada udara luar yang masuk lewat celah samping karena ada supply tekanan positif dari blower tersebut dan membuat 3 in 1 Face Protector aman digunakan.
Dr. Yuli menceritakan, awalnya, ide untuk menciptakan 3 in 1 Face Protector timbul ketika ia melihat snorkeling mask. Selain itu, Dr. Yuli merasa tenaga medis yang bekerja saat ini cukup kewalahan saat harus menggunakan 3 alat (masker, face shield, dan google) secara terpisah.
Setelah alat tersebut dibuat sebanyak 10 unit, kemudian diuji coba untuk dikirimkan ke beberapa fasilitas kesehatan; RSHS, RS Dustira, RS Cibabat, Klinik Swasta, Puskesmas untuk meminta masukkan.
3 in 1 Face Protector mengalami proses yang panjang mulai dari dari September tahun 2020 hingga saat ini. Pada November 2020, 2 unit pengetesan dibuat untuk melakukan evaluasi pengembangan dengan berbagai parameter seperti arus masuk dan lainnya. LPIK ITB merupakan pihak yang memberi bantuan dalam penelitian tersebut.
Selanjutnya, penelitian tersebut diminta dilanjutkan hingga ke tahap komersialisasi. Hal ini ditandai dengan terciptanya 10 prototipe awal. Targetnya, di tahun ini sudah mengantongi izin edar dan izin produksi.
Beberapa keunggulan dimiliki oleh 3 in 1 Face Protector yang diciptakan oleh Dr. Yuli bersama mahasiswa S2 yaitu Ivan Farozan, Muhammad Azka, dan Wildan Rahmawan Ruiss. Dr. Yuli adalah kenyamanan dan hemat energi.
Selain itu, filter N-95 yang digunakan (industrial grade) mudah diganti dan tersedia di pasaran sehingga tidak terjadi konflik stok masker N-95 dengan tenaga medis. Hal ini berdasarkan pengalaman tahun lalu, di mana masker N-95 susah didapatkan dan mahal.
Oleh karena itu, untuk 3 in 1 Face Protector ini digunakan filter dengan industrial grade. Kemampuannya sama, tapi bentuknya saja yang beda.Untuk dapat segera diimplementasikan, Dr. Yuli dan tim terus memperbaiki alat sesuai dengan kebutuhan tenaga kesehatan. Market research juga dilakukan untuk melihat kebutuhan dan daya beli pasar terhadap alat ini.
Selain itu, pengurusan izin edar dan produksi juga terus dilakukan. Dr. Yuli dan tim berharap akhir tahun 2021, 3 in 1 Face Protector sudah diserahkan ke pihak industri untuk komersialisasi dengan bantuan dari Pusat Rekayasa Industri ITB.
“Alat ini masih terus dikembangkan dan diharapkan bisa segera dikomersialisasi dengan harga yang terjangkau untuk fasilitas kesehatan atau industri. Kondisi pandemi ini memberi pelajaran, sebenarnya bangsa kita mampu untuk menciptakan hal-hal yang kita butuhkan,” pungkasnya.
(mpw)