Keren, Mahasiswa Cantik Penghafal Alquran Ini Raih Beasiswa ke Turki
loading...
A
A
A
JAKARTA - Memperoleh beasiswa belajar di luar negeri tidak terbatas pada jalur akademik saja. Ada beberapa jalur unik yang disediakan oleh lembaga pendidikan luar negeri, salah satunya adalah yang diraih Nisrina Nur Husna. Ia memperoleh beasiswa dari lembaga Aziz Mahmud HĂĽdayi Vakfi lewat hafalan Al-Quran.
Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini bercerita bahwa dirinya telah mulai menghafal Al-Quran sejak kecil. Kebiasaannya menghafal Al-Quran terus berlanjut sampai dirinya masuk pesantren tatkala masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Pada saat kelas dua Sekolah Dasar (SD), saya mulai menghafal Al-Quran karena almarhumah ibu saya membuat jadwal setiap habis maghrib untuk menghafal. Tak terasa, menghafal menjadi sebagian rutinitas saya. Waktu SD saya mulai menghafal juz 30 dan 29. Kemudian saya menekuninya kembali saat memasuki pesantren dan menghafal dari surah Al-Baqarah. Hafalan tersebut berlanjut sampai sekarang ketika berkuliah di UMM,” ujar Nisrina dalam keterangan pers, Rabu (9/6/2021).
Nisrina kembali bercerita bahwa program belajarnya di Turki akan berjalan selama satu tahun. Para mahasiswa akan membenarkan bacaan Al-Quran dan belajar bahasa Turki terlebih dahulu. Setelah itu para mahasiswa baru didorong untuk menghafal Al-Quran.
“Pembelajaran di Turki menggunakan teknik pomodoro yakni belajar dari jam 10.00 sampai 14.00 lalu akan ada istirahat 15 menit setiap 30 menit sekali. Untuk proses menghafal Al-Quran, terdapat seleksi terlebih dahulu. Seleksi tersebut berupa ujian dengan para guru yakni hafalan surat pilihan, kemudian disetorkan. Dari ujian tersebut akan dilihat berapa lama mahasiswa mampu menghafal 10 surat tersebut,” kata Nisrina.
Anak bungsu dari empat bersaudara ini mengaku adaptasi di Turki sangat susah. Ia harus beradaptasi di berbagai aspek seperti budaya, kebiasaan, iklim, makanan, dan bahasa. Nisrina mengaku aspek bahasa sangat menyulitkannya. Hanya ada segelintir orang di asramanya yang bisa berbahasa Inggris. Satu-satunya bahasa pemersatu adalah bahasa Turki.
“Dalam waktu singkat saya dituntut untuk belajar bahasa Turki. Meskipun di setiap mata kuliah ada seorang translator yang menerjemahkan, namun untuk berbicara dengan teman Internasional yang lain harus menggunakan bahasa Arab atau Turki,” terang Nisrina.
Meskipun sulit untuk beradaptasi, namun Nisrina senang dengan keputusaannya untuk mengambil beasiswa Hafiz tersebut. Nisrina sangat terkejut dan kagum dengan semangat mahasiswa Internasional lain dalam menghafal Al-Quran dan belajar Islam.
“Hal itulah yang memacu saya untuk terus belajar di Turki. Saya harap dengan belajar di sini, saya bisa memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar ketika nanti kembali ke Indonesia,” tandasnya.
Mahasiswa Prodi Kesejahteraan Sosial Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) ini bercerita bahwa dirinya telah mulai menghafal Al-Quran sejak kecil. Kebiasaannya menghafal Al-Quran terus berlanjut sampai dirinya masuk pesantren tatkala masuk Sekolah Menengah Pertama (SMP).
“Pada saat kelas dua Sekolah Dasar (SD), saya mulai menghafal Al-Quran karena almarhumah ibu saya membuat jadwal setiap habis maghrib untuk menghafal. Tak terasa, menghafal menjadi sebagian rutinitas saya. Waktu SD saya mulai menghafal juz 30 dan 29. Kemudian saya menekuninya kembali saat memasuki pesantren dan menghafal dari surah Al-Baqarah. Hafalan tersebut berlanjut sampai sekarang ketika berkuliah di UMM,” ujar Nisrina dalam keterangan pers, Rabu (9/6/2021).
Nisrina kembali bercerita bahwa program belajarnya di Turki akan berjalan selama satu tahun. Para mahasiswa akan membenarkan bacaan Al-Quran dan belajar bahasa Turki terlebih dahulu. Setelah itu para mahasiswa baru didorong untuk menghafal Al-Quran.
“Pembelajaran di Turki menggunakan teknik pomodoro yakni belajar dari jam 10.00 sampai 14.00 lalu akan ada istirahat 15 menit setiap 30 menit sekali. Untuk proses menghafal Al-Quran, terdapat seleksi terlebih dahulu. Seleksi tersebut berupa ujian dengan para guru yakni hafalan surat pilihan, kemudian disetorkan. Dari ujian tersebut akan dilihat berapa lama mahasiswa mampu menghafal 10 surat tersebut,” kata Nisrina.
Anak bungsu dari empat bersaudara ini mengaku adaptasi di Turki sangat susah. Ia harus beradaptasi di berbagai aspek seperti budaya, kebiasaan, iklim, makanan, dan bahasa. Nisrina mengaku aspek bahasa sangat menyulitkannya. Hanya ada segelintir orang di asramanya yang bisa berbahasa Inggris. Satu-satunya bahasa pemersatu adalah bahasa Turki.
“Dalam waktu singkat saya dituntut untuk belajar bahasa Turki. Meskipun di setiap mata kuliah ada seorang translator yang menerjemahkan, namun untuk berbicara dengan teman Internasional yang lain harus menggunakan bahasa Arab atau Turki,” terang Nisrina.
Meskipun sulit untuk beradaptasi, namun Nisrina senang dengan keputusaannya untuk mengambil beasiswa Hafiz tersebut. Nisrina sangat terkejut dan kagum dengan semangat mahasiswa Internasional lain dalam menghafal Al-Quran dan belajar Islam.
“Hal itulah yang memacu saya untuk terus belajar di Turki. Saya harap dengan belajar di sini, saya bisa memberikan manfaat bagi orang-orang sekitar ketika nanti kembali ke Indonesia,” tandasnya.
(mpw)