Dosen IPB Kembangkan Aplikasi untuk Prediksi Formula Jamu yang Mutakhir

Rabu, 07 Juli 2021 - 16:10 WIB
loading...
Dosen IPB Kembangkan...
Dosen IPB University Kembangkan Aplikasi IJAH Analytics, Sistem Prediksi Formula Jamu yang Mutakhir. Foto/Dok IPB
A A A
JAKARTA - Dr Wisnu Ananta Kusuma, Dosen Departemen Ilmu Komputer, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (FMIPA) IPB University menciptakan IJAH Analytics. IJAH adalah kependekan dari Indonesia Jamu Herbs. Yakni aplikasi yang dapat memberikan solusi untuk menyusun formula jamu yang efektif.

Aplikasi dirintis oleh Sekretaris Pusat Studi Biofarmaka Tropika (Trop BRC), Lembaga Penelitian dan Pengabdian kepada Masyarakat (LPPM), IPB University. Melibatkan dosen, peneliti, dan mahasiswa IPB University sejak 2013. Pembuatan aplikasi ini dilatarbelakangi keinginan melakukan saintifikasi jamu.



Aplikasi tersebut adalah sebuah sistem untuk memformulasikan obat herbal baru. Sistem tersebut dibangun berbasis network pharmacology dan menggunakan metode machine learning.

Data yang terdapat pada IJAH meliputi data tanaman yang banyak diambil dari situs jamu.ipb.ac.id dan KnapSack, data senyawa yang diambil dari PubChem, data protein dari Uniprot, dan data penyakit dari OMIM.

Wisnu menjelaskan, pihaknya ingin IJAH ini dapat menampung data biodiversitas tanaman beserta senyawa, serta protein target dan penyakit. IJAH juga memiliki kemampuan yang memungkinkan bagi peneliti, industri jamu besar maupun rumahan untuk dapat menghasilkan kandidat formula jamu.



Prediksi formula ini dilakukan dengan menginputkan data tanaman atau senyawa untuk mengetahui target penyakitnya. Atau dengan menginputkan penyakit tertentu untuk mengetahui tanaman atau senyawa yang berpotensi menyembuhkan penyakit tersebut.

“Namun kandidat formula ini harus tetap diuji secara pra klinis maupun klinis, sesuai prosedur dari BPOM,” katanya melalui siaran pers, Rabu (7/7).

Di awal pandemi, prinsip dalam IJAH Analytics telah digunakan untuk melakukan penapisan (screening) tanaman yang berpotensi sebagai antivirus COVID-19. Antara lain jambu biji merah, kelor dan jeruk.

Hasil tersebut kemudian dibandingkan dengan hasil pemodelan farmakopor yang dilakukan oleh Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. Dari pemodelan ini, senyawa-senyawa flavonoid yang diperoleh adalah hesperidin dan quercetin yang divalidasi dengan metode molecular docking terhadap protein 3CLPro dengan lopinavir sebagai kontrolnya. Saat ini penelitian tersebut sedang dilakukan uji pra klinis.

Menurutnya, harus ada upaya kolaborasi antar peneliti sehingga basis data IJAH ini semakin lengkap dengan diperkaya oleh informasi tanaman lokal dan senyawa dari para peneliti di Indonesia.

“Dengan demikian IJAH dimanfaatkan tidak hanya oleh masyarakat Indonesia, namun juga oleh masyarakat dunia dan dikenal sebagai aplikasi yang bercirikan Indonesia karena berisi komoditas tanaman lokal Indonesia,” imbuhnya.

IJAH Analytics memiliki dua versi, versi pertama dinamakan SI-IJAH. SI-IJAH ini telah mendapatkan penghargaan 107 inovasi nasional dan telah menghasilkan produk jamu antidiabetes bernama Gluco R-1.

Bekerja sama dengan PT Biofarmaka Indonesia, produk tersebut telah lolos uji serta siap edar. IJAH versi kedua, yaitu IJAH Analytics dan telah mendapatkan hak cipta yang dapat diakses secara gratis melalui http://ijah.apps.cs.ipb.ac.id/.

Pada IJAH Analytics versi kedua ini terdapat fitur untuk menemukan protein yang berperan penting terkait penyakit, memprediksi interaksi senyawa protein dan melakukan formulasi jamu. Adapun tantangan pengembangan aplikasi ini adalah terkait dengan kesulitan memperoleh data senyawa dan tanaman lokal.

Pengembangan lebih lanjut dari IJAH Analytics dilakukan dengan menambahkan fitur sinergisitas antar senyawa. Pada roadmap juga telah direncanakan untuk mengembangkan I-PRIME (IPB Precision Herbal Medicine Discovery System) yang menggabungkan prinsip IJAH Analytics dan Integrated Single Nucleotide Polymorphism Pipeline (ISNIP).

Hal ini untuk menanggapi perkembangan precision medicine, sebuah paradigma baru pengobatan presisi yang mempertimbangkan profil genetik.

“Penggabungan kedua prinsip tersebut bermanfaat untuk merancang obat herbal yang memperhatikan profil genetik pasiennya. Sehingga diharapkan tidak akan memberikan efek samping yang berbahaya,” pungkasnya.
(mpw)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2155 seconds (0.1#10.140)