PP Nomor 75/2021 Berpotensi Cacat Materiil, Guru Besar FISIP UI Beri Contoh Pasal Ini

Selasa, 27 Juli 2021 - 16:31 WIB
loading...
PP Nomor 75/2021 Berpotensi...
Universitas Indonesia (UI). Foto/Istimewa
A A A
DEPOK - Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Indonesia (FISIP UI) Sudarsono menyayangkan ketidaktelitian dalam penyusunan Statuta UI . Menurutnya, Peraturan Pemerintah Nomor (PP) Nomor 75/2021 berpotensi cacat materiil.

Dia mencontohkan pada Pasal 41 ayat (5) tertulis bahwa 'Rektor sebagai pimpinan satuan pendidikan tinggi berhak mengangkat dan/atau memutuskan jenjang jabatan akademik, termasuk jabatan fungsional peneliti, fungsional lektor kepala, dan guru besar, berdasarkan hasil penilaian terhadap kualifikasi akademik, kompetensi, dan pengalaman yang dimiliki'.

"Apabila pasal ini dimaksudkan sebagai pelimpahan kewenangan dari Menteri kepada Rektor dalam mengangkat pejabat fungsional UI, tentu ini sangat bagus dan diapresiasi. Karena hal ini mungkin yang pertama kalinya Rektor PTN BH mendapat pelimpahan kewenangan seperti ini," katanya, Selasa (27/7/2021).

Namun sayangnya, kata dia, rumusan pasal tersebut sangat bermasalah, khususnya terkait dengan frasa 'mengangkat dan/ataumemutuskan'. Menurutnya, hal itu mengandung kelemahan mendasar jika dilihat dari sudut pandang hukum administrasi. "Bila Pasal 41 ayat (5) itu dimaksudkan untuk mengatur kewenangan Rektor terkait promosi pejabat fungsional UI, maka paket pengaturannya adalah juga harus termasuk demosi, bahkan mestinya juga mutasi dan pemberhentian," ungkapnya.

Lebih lanjut anggota Dewan Guru Besar (DGB) UI itu mengatakan, frasa 'mengangkat' dalam pasal tersebut hanya terkait dengan promosi. Dia mempertanyakan pasal yang mengatur tentang demosi. "Apakah kata 'memutuskan' itu yang dimaksud sebagai kewenangan demosi? Atau mungkin 'memutuskan' itu dimaksudkan sebagai pemberhentian? Jelas, rumusan ini sangat membingungkan," katanya.

Sudarsono menuturkan, tindakan Rektor sebagai pejabat administrasi, saat melakukan promosi pejabat fungsional UI dengan cara 'mengangkat', pastilah dibarengi dengan tindakan 'memutuskan', dengan produk hukum berupa 'surat keputusan', yang memiliki kapasitas beschikking, bukan regelling.

Jika frasa 'mengangkat dan memutuskan', masih dapat dimengerti tindakan hukumnya, yaitu saat Rektor akan melakukan promosi, misalnya seorang dosen dari jabatan Lektor Kepala menjadi Guru Besar. Sebaliknya, frasa 'mengangak atau memutuskan' itu rumusan yang sangat bermasalah. Menurutnya, Rektor juga akan bingung membayangkan seperti apa bentuk tindakan hukum 'mengangkat atau memutuskan'.



"Kalau kedua kata itu dipisah pun, antara 'mengangkat' dengan 'memutuskan', juga sangat bermasalah, lucu, dan tidak masuk akal. Inilah contoh nyata betapa PP 75/2021 disusun dengan cara yang tidak cermat," tegasnya.

Dia juga mengamati permasalahan serius yang ada di Pasal 41 ayat (5) PP 75/2021 yaitu tidak adanya pengaturan tentang demosi. Jika nanti timbul sengketa soal demosi, siapa yang berwenang terkait hal itu menjadi tidak jelas.

"Lalu jika kelak timbul sengketa demosi, misalnya antara seorang dosen dengan pimpinan Departemen, Fakultas atau pimpinan UI, kemudian dibawa ke PTUN, kemudian hakim TUN dan para pihak yang berperkara akan bekerja berdasarkan pasal mana. Sehingga sangat disayangkan mengapa para perancang Statuta UI tidak bekerja dengan cermat. Karena ini menimbulkan cacat materiil PP 75/2021," pungkasnya.
(zik)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.2456 seconds (0.1#10.140)