Dana BOS Hanya untuk Sekolah dengan Minimal 60 Murid, DPR: Tak Pantas Saat Pandemi
loading...
A
A
A
JAKARTA - Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian menyoroti soal Permendikbud No 6 tahun 2021 tentang Petunjuk Teknis Pengelolaan BOS Reguler yang menuai kontroversi. Pasalnya, salah satu pasal dalam Permendikbud tersebut mengatur sekolah yang bisa menerima dana BOS harus memiliki jumlah peserta didik paling sedikit 60 orang selama 3 tahun terakhir.
Hetifah mendesak agar Mendikbudristek tetap menyalurkan dana BOS bagi sekolah-sekolah yang saat ini terancam kehilangan kesempatan mendapatan dana bantuan operasional dari pemerintah.
"Kebijakan ini tidak pantas dilaksanakan di masa pandemi dimana kebanyakan sekolah khususnya sekolah swasta sedang prihatin," kata Hetifah dalam keterangannya dikutip Senin (6/9/2021).
Lagi pula, kata Hetifah, sedikitnya jumlah siswa di suatu sekolah tentu tidak semata akibat dari buruknya kualitas pendidikan yang diberikan di sekolah tersebut. Menggunakan dana BOS sebagai instrumen untuk "menghukum" sekolah yang memberikan layanan di bawah standar juga bukan kebijakan yang tepat.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini, kalau ada sekolah yang memberikan layanan pendidikan di bawah standar, mestinya pemerintah pusat maupun daerah (pemda) intensif melakukan pembinaan.
"Jika karena berbagai alasan tetap sulit diperbaiki, maka untuk melindungi hak siswa mendapat pendidikan yang layak dan bermutu, maka harus ada ketegasan pemda untuk menutup sekolah-sekolah tersebut. Tentunya tetap dengan memperhatikan nasib guru-guru dan siswa yang ada, misalnya dengan mengalihkan ke sekolah terdekat," sarannya.
Hetifah menekankan, bahwa meskipun Permendikbud ini diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, tetapi kebijakan ini pada pelaksanaannya justru berpotensi menghambat hak anak untuk mendapatkan pendidikan.
Oleh karena itu, Ketua Umum Forum Perempuan Insinyur-Persatuan Insinyur Indonesia (FPI-PII) ini meminta Kemendikbudristek untuk mengevaluasi dan memberikan data konkret berapa sekolah yang jumlah muridnya sedikit, apa masalahnya, lalu apa solusi jangka panjangnya.
"Kalau kebijakan ini dilanjutkan, maka risiko terberat anak-anak di sekolah kecil bisa drop out dan guru-gurunya terlantar. Tentunya hal ini sangat tidak kita harapkan," tutup legislator Dapil Kalimantan Timur ini.
Hetifah mendesak agar Mendikbudristek tetap menyalurkan dana BOS bagi sekolah-sekolah yang saat ini terancam kehilangan kesempatan mendapatan dana bantuan operasional dari pemerintah.
"Kebijakan ini tidak pantas dilaksanakan di masa pandemi dimana kebanyakan sekolah khususnya sekolah swasta sedang prihatin," kata Hetifah dalam keterangannya dikutip Senin (6/9/2021).
Lagi pula, kata Hetifah, sedikitnya jumlah siswa di suatu sekolah tentu tidak semata akibat dari buruknya kualitas pendidikan yang diberikan di sekolah tersebut. Menggunakan dana BOS sebagai instrumen untuk "menghukum" sekolah yang memberikan layanan di bawah standar juga bukan kebijakan yang tepat.
Menurut Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar ini, kalau ada sekolah yang memberikan layanan pendidikan di bawah standar, mestinya pemerintah pusat maupun daerah (pemda) intensif melakukan pembinaan.
"Jika karena berbagai alasan tetap sulit diperbaiki, maka untuk melindungi hak siswa mendapat pendidikan yang layak dan bermutu, maka harus ada ketegasan pemda untuk menutup sekolah-sekolah tersebut. Tentunya tetap dengan memperhatikan nasib guru-guru dan siswa yang ada, misalnya dengan mengalihkan ke sekolah terdekat," sarannya.
Hetifah menekankan, bahwa meskipun Permendikbud ini diarahkan untuk peningkatan kualitas pendidikan, tetapi kebijakan ini pada pelaksanaannya justru berpotensi menghambat hak anak untuk mendapatkan pendidikan.
Oleh karena itu, Ketua Umum Forum Perempuan Insinyur-Persatuan Insinyur Indonesia (FPI-PII) ini meminta Kemendikbudristek untuk mengevaluasi dan memberikan data konkret berapa sekolah yang jumlah muridnya sedikit, apa masalahnya, lalu apa solusi jangka panjangnya.
"Kalau kebijakan ini dilanjutkan, maka risiko terberat anak-anak di sekolah kecil bisa drop out dan guru-gurunya terlantar. Tentunya hal ini sangat tidak kita harapkan," tutup legislator Dapil Kalimantan Timur ini.
(mpw)