Nunggak SPP Siswa Tak Boleh UAS, KPAI: Yayasan Sekolah Tak Punya Empati

Senin, 08 Juni 2020 - 11:19 WIB
loading...
Nunggak SPP Siswa Tak...
Pandemi virus Corona (Covid-19) memukul tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut berdampak pada kemampuan para orang tua dalam membayar SPP. Foto/Ilustrasi/SINDOnews
A A A
JAKARTA - Pandemi virus Corona (Covid-19) memukul tingkat kesejahteraan masyarakat. Hal tersebut berdampak pada kemampuan para orang tua dalam membayar sumbangan pembinaan pendidikan (SPP).

(Baca juga: Efek Pandemi Covid-19, 17 Persen Masyarakat Terkena PHK)

Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mengungkapkan ada siswa yang tidak diperkenankan mengikuti ujian kenakan kelas atau ujian akhir semester (UAS) karena belum membayar SPP.

(Baca juga: Update Corona Minggu: Positif 31.186 Orang, 10.498 Sembuh dan 1.851 Meninggal)

Menurut Komisioner KPAI Retno Listyarti mengatakan, pihaknya menerima lima pengaduan itu dari siswa dan orang tua yang berasal dari Jawa Barat (Jabar), DKI Jakarta, dan Tangerang Selatan (Tangsel).

Ada sekolah swasta yang sudah mengurangi biaya SPP dari sebelum pandemi Covid-19. Namun, sebagian sekolah tetap memberlakukan SPP seperti dalam kondisi normal.

"Pihak yayasan diduga kuat tidak memiliki empati pada para orang tua yang terdampak ekonominya. Pihak yayasan menuntut orang tua membayar penuh SPP jika anaknya ingin ikut PAT," ujar Retno dalam keterangan tertulis yang diterima SINDOnews, Senin (8/6/2020).

Mantan Kepala SMAN 3 Jakarta itu menerangkan diduga strategi itu digunakan pihak yayasan untuk menekan para orangtua agar ada uang masuk ke kas sekolah. Ancaman tidak bisa meengikuti PAT merupakan pelanggaran terhadap hak anak di bidang pendidikan.

"Hak anak untuk ujian wajib dipenuhi pihak sekolah meskipun orangtua menunggak SPP selama pandemi Covid-19. Hak anak dilindungi Undang-Undang (UU) Sistem Pendidikan Nasional dan UU Perlindungan Anak," tutur perempuan lulusan Universitas Negeri Jakarta (UNJ) itu.

Sekolah adalah lembaga pendidikan yang bersifat sosial, bukan mencari keuntungan semata. Menurut ketentuan perundang-undangan, yayasan pendidikan swasta berbadan hukum nirlaba.

Dalam situasi seperti ini, sekolah bisa menggunakan dana operasional sekolah (BOS) secara fleksibel sesuai kebutuhan. Para pengadu menurut Retno, meminta biaya SPP dikurangi sehingga mereka bisa membayar.

KPAI mengusulkan pemerintah daerah (pemda) melalui dinas pendidikan melakukan mediasi terhadap masalah tunggakan atau permohonan pengurangan biaya SPP ini.

"Pemda sebagai pihak yang paling berwenang dapat membantu menyelesaikan masalah tersebut. Kelangsungan hidup sekolah swasta tertentu masih membutuhkan bantuan pemerintah pusat dan daerah melalui dana BOS dan BOSDA (APBD), dan Kartu Indonesia Pintar (KIP),” pungkasnya.
(maf)
Dapatkan berita terkini dan kejutan menarik dari SINDOnews.com, Klik Disini untuk mendaftarkan diri anda sekarang juga!
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1821 seconds (0.1#10.140)