90 Sekolah Terdampak Covid-19, Gubernur DKI Diminta Setop PTM 100%
loading...
A
A
A
JAKARTA - Perhimpunan Pendidikan dan Guru ( P2G ) mencatat adanya perkembangan kasus Covid-19 sampai Selasa 25 Januari 2022. Data menunjukkan angka kasus yang terus melonjak naik. Terjadi penambahan sebesar 4.878 total kasus secara nasional. DKI Jakarta adalah penyumbang kasus Covid-19 terbanyak yakni 2.190 kasus.
Alhasil berdampak kepada pendidikan khususnya sekolah di Jakarta. Sudah 90 sekolah yang ditutup untuk menghentikan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100% akibat siswa dan guru positif Covid-19.
Kondisi begini membuat para guru, orang tua, dan siswa merasa cemas dalam melaksanakan PTM 100% yang masih berjalan. Skema PTM 100% Jakarta di tengah menghadapi kondisi gelombang ketiga Covid-19, secara psikologis sebenarnya cukup mencemaskan bagi guru dan orang tua.
“Coba rasakan, bagaimana guru, siswa berinteraksi kayak sekolah normal, sebab 100% siswa masuk setiap hari. Sementara itu angka kasus meningkat tajam tiap hari. Ini mengganggu pikiran dan kenyamanan belajar di sekolah,” ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim melalui keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).
Satriwan menambahkan, data yang dihimpun P2G menunjukkan, ada beberapa sekolah di Jakarta sudah menghentikan PTM 100% sebanyak 2 kali, hanya dalam jarak waktu 2 minggu, karena berulang siswa dan gurunya positif Covid-19.
“Ada beberapa sekolah semula PTM 100%, lalu siswa kena Covid, PTM dihentikan 5×24 jam. Setelah itu PTM lagi, setelah beberapa hari PTM ada siswa positif lagi, terpaksa PTM dihentikan kembali. Ini kan tidak efektif. Sekolah buka tutup, buka tutup terus, ga tau sampai kapan,” cetusnya.
Oleh karena itu dia menilai, pelaksanaan skema PTM 100% tidak sepenuhnya aman, lancar, dan efektif. Di sisi lain, P2G masih menemukan banyak pelanggaran PTM 100% yang terjadi.
Seperti, jarak 1 meter dalam kelas yang sulit dilakukan karena ruang kelas relatif kecil ketimbang jumlah siswa, ruang sirkulasi udara yang tidak ada karena kelas ber AC, siswa yang berkerumun usai sekolah dan kantin yang buka diam-diam.
Kondisi demikian akibat lemahnya pengawasan dari Satgas Covid-19 termasuk dinas terkait. Kedisiplinan terhadap prokes harus terus digaungkan, mulai dari rumah, di jalan, angkutan umum, di sekolah, dan pulang sekolah.
Berdasarkan kondisi yang sudah mengkhawatirkan itu, P2G mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan termasuk kepala daerah sekitar daerah aglomerasi menghentikan skema PTM 100% demi keselamatan dan kesehatan semua warga sekolah.
“Kami memohon agar Pak Anies mengembalikan kepada skema PTM Terbatas 50%. Dengan metode belajar Blended Learning, sebagian siswa belajar dari rumah, dan sebagian dari sekolah. Metode ini cukup efektif mencegah learning loss sekaligus life loss,” pinta Satriwan.
Lagipula guru-guru dan siswa di DKI Jakarta sudah berpengalaman menggunakan skema PTM terbatas 50% dengan metode "blended" tersebut. Para guru dan siswa rata-rata sudah memiliki gawai pintar bahkan laptop/komputer, sinyal internet bagus, relatif tak ada kendala dari aspek infrastruktur digital. Tentu dengan catatan, ada pendampingan orang tua dari rumah selama anak PJJ.
Alhasil berdampak kepada pendidikan khususnya sekolah di Jakarta. Sudah 90 sekolah yang ditutup untuk menghentikan proses Pembelajaran Tatap Muka (PTM) 100% akibat siswa dan guru positif Covid-19.
Kondisi begini membuat para guru, orang tua, dan siswa merasa cemas dalam melaksanakan PTM 100% yang masih berjalan. Skema PTM 100% Jakarta di tengah menghadapi kondisi gelombang ketiga Covid-19, secara psikologis sebenarnya cukup mencemaskan bagi guru dan orang tua.
“Coba rasakan, bagaimana guru, siswa berinteraksi kayak sekolah normal, sebab 100% siswa masuk setiap hari. Sementara itu angka kasus meningkat tajam tiap hari. Ini mengganggu pikiran dan kenyamanan belajar di sekolah,” ujar Koordinator Nasional P2G Satriwan Salim melalui keterangan tertulis, Rabu (26/1/2022).
Satriwan menambahkan, data yang dihimpun P2G menunjukkan, ada beberapa sekolah di Jakarta sudah menghentikan PTM 100% sebanyak 2 kali, hanya dalam jarak waktu 2 minggu, karena berulang siswa dan gurunya positif Covid-19.
“Ada beberapa sekolah semula PTM 100%, lalu siswa kena Covid, PTM dihentikan 5×24 jam. Setelah itu PTM lagi, setelah beberapa hari PTM ada siswa positif lagi, terpaksa PTM dihentikan kembali. Ini kan tidak efektif. Sekolah buka tutup, buka tutup terus, ga tau sampai kapan,” cetusnya.
Oleh karena itu dia menilai, pelaksanaan skema PTM 100% tidak sepenuhnya aman, lancar, dan efektif. Di sisi lain, P2G masih menemukan banyak pelanggaran PTM 100% yang terjadi.
Seperti, jarak 1 meter dalam kelas yang sulit dilakukan karena ruang kelas relatif kecil ketimbang jumlah siswa, ruang sirkulasi udara yang tidak ada karena kelas ber AC, siswa yang berkerumun usai sekolah dan kantin yang buka diam-diam.
Kondisi demikian akibat lemahnya pengawasan dari Satgas Covid-19 termasuk dinas terkait. Kedisiplinan terhadap prokes harus terus digaungkan, mulai dari rumah, di jalan, angkutan umum, di sekolah, dan pulang sekolah.
Berdasarkan kondisi yang sudah mengkhawatirkan itu, P2G mendesak Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan termasuk kepala daerah sekitar daerah aglomerasi menghentikan skema PTM 100% demi keselamatan dan kesehatan semua warga sekolah.
“Kami memohon agar Pak Anies mengembalikan kepada skema PTM Terbatas 50%. Dengan metode belajar Blended Learning, sebagian siswa belajar dari rumah, dan sebagian dari sekolah. Metode ini cukup efektif mencegah learning loss sekaligus life loss,” pinta Satriwan.
Lagipula guru-guru dan siswa di DKI Jakarta sudah berpengalaman menggunakan skema PTM terbatas 50% dengan metode "blended" tersebut. Para guru dan siswa rata-rata sudah memiliki gawai pintar bahkan laptop/komputer, sinyal internet bagus, relatif tak ada kendala dari aspek infrastruktur digital. Tentu dengan catatan, ada pendampingan orang tua dari rumah selama anak PJJ.
(mpw)