Diktiristek, LPDP, dan UKICIS Luncurkan Program Riset Inovatif Produktif
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ditjen Dikti , Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP), dan UK-Indonesian Consortium for Interdisciplinary Sciences (UKICIS) meluncurkan program Riset Inovatif Produktif (RISPRO). Program ini turut didukung oleh Kedutaan Besar Republik Indonesia di London.
Program ini merupakan skema pendanaan untuk mendukung riset kolaboratif antara peneliti Indonesia dan Inggris Raya. Ada pun prioritas tema risetnya yakni green economy, blue economy, teknologi digital, kesehatan, dan pariwisata. Bidang riset tersebut sesuai dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) tahun 2017-2045.
Sebagai salah satu anggota dan inisiator UKICIS, IPB University juga ditunjuk oleh RISPRO UKICIS sebagai Project Management Office. Rektor IPB University, Prof Arif Satria menyebutkan, pendirian konsorsium UKICIS tidak terlepas dari peran signifikan diaspora Indonesia yang bekerja di Inggris Raya.
“Sebagai konsorsium yang bersifat eksklusif, saya mewakili UKICIS mengundang institusi di Indonesia maupun di Inggris untuk dapat bergabung menjadi anggota UKICIS dan mengembangkan riset-riset interdisiplin secara bersama dengan menggabungkan kekuatan masing-masing institusi,” ajak Prof Arif Satria.
Selama lebih dari satu tahun pendiriannya, UKICIS telah banyak mendorong hubungan bilateral antara United Kingdom dan Indonesia. UKICIS juga berperan dalam pembuatan kebijakan baru dan memfasilitasi transformasi teknologi antar negara. “Jati diri UKICIS yang ingin dibangun adalah sebagai konsorsium yang mewadahi aktivitas kedua negara dalam menangani tantangan berat yang dihadapi dunia melalui kolaborasi saintifik,” tambahnya.
Untuk menjalankan program kolaborasi saintifik ini, dihadirkan pendanaan riset inovatif produktif atau RISPRO yang diluncurkan secara resmi pada hari yang sama. Program ini dilaksanakan dalam bentuk kerja sama riset institusi di Inggris Raya dan Indonesia dengan inisiator institusi yang bergabung di UKICIS. Tentunya, program ini turut melibatkan lembaga riset pemerintah, perguruan tinggi, dan industri yang saling bersinergi dan berkontribusi dalam hal sumber daya.
“Skema hibah pendanaan dilakukan dalam bentuk konsorsium yang merupakan riset bersama dengan mengembangkan teknologi unggul demi terwujudnya inovasi melalui sistem inovasi handal dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada,” terang Prof Arif Satria.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI mengatakan, momentum bersejarah ini merupakan salah satu pelaksanaan mandat Presiden Joko Widodo dalam mengakselerasi riset di perguruan tinggi serta membenahi ekosistem riset.
Menurutnya, penelitian menjadi landasan produksi pengetahuan dan civitas akademika harus terlibat secara aktif. Tujuan dari konsorsium ini untuk melahirkan karya penelitian berkualitas dan inovatif serta berkontribusi bagi masyarakat luas.
Nadiem yakin, memberikan kemerdekaan kepada kampus adalah syarat utama terwujudnya ekosistem riset berkelanjutan. Menurutnya, kampus dan mahasiswa harus diberikan kesempatan untuk berkolaborasi dengan sesama institusi pendidikan dan sektor lain di luar pendidikan.
Oleh karena itu, kampus harus merdeka dari keterbatasan dana yang menghambat akselerasi kualitas riset. “Dengan adanya Program pendanaan bertema UKICIS, saya semakin optimis kampus Indonesia akan bertransformasi dengan ekosistem riset yang inovatif,” kata Nadiem.
Program ini merupakan skema pendanaan untuk mendukung riset kolaboratif antara peneliti Indonesia dan Inggris Raya. Ada pun prioritas tema risetnya yakni green economy, blue economy, teknologi digital, kesehatan, dan pariwisata. Bidang riset tersebut sesuai dengan Rencana Induk Riset Nasional (RIRN) tahun 2017-2045.
Sebagai salah satu anggota dan inisiator UKICIS, IPB University juga ditunjuk oleh RISPRO UKICIS sebagai Project Management Office. Rektor IPB University, Prof Arif Satria menyebutkan, pendirian konsorsium UKICIS tidak terlepas dari peran signifikan diaspora Indonesia yang bekerja di Inggris Raya.
“Sebagai konsorsium yang bersifat eksklusif, saya mewakili UKICIS mengundang institusi di Indonesia maupun di Inggris untuk dapat bergabung menjadi anggota UKICIS dan mengembangkan riset-riset interdisiplin secara bersama dengan menggabungkan kekuatan masing-masing institusi,” ajak Prof Arif Satria.
Selama lebih dari satu tahun pendiriannya, UKICIS telah banyak mendorong hubungan bilateral antara United Kingdom dan Indonesia. UKICIS juga berperan dalam pembuatan kebijakan baru dan memfasilitasi transformasi teknologi antar negara. “Jati diri UKICIS yang ingin dibangun adalah sebagai konsorsium yang mewadahi aktivitas kedua negara dalam menangani tantangan berat yang dihadapi dunia melalui kolaborasi saintifik,” tambahnya.
Untuk menjalankan program kolaborasi saintifik ini, dihadirkan pendanaan riset inovatif produktif atau RISPRO yang diluncurkan secara resmi pada hari yang sama. Program ini dilaksanakan dalam bentuk kerja sama riset institusi di Inggris Raya dan Indonesia dengan inisiator institusi yang bergabung di UKICIS. Tentunya, program ini turut melibatkan lembaga riset pemerintah, perguruan tinggi, dan industri yang saling bersinergi dan berkontribusi dalam hal sumber daya.
“Skema hibah pendanaan dilakukan dalam bentuk konsorsium yang merupakan riset bersama dengan mengembangkan teknologi unggul demi terwujudnya inovasi melalui sistem inovasi handal dengan mengoptimalkan sumber daya yang ada,” terang Prof Arif Satria.
Nadiem Makarim, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi RI mengatakan, momentum bersejarah ini merupakan salah satu pelaksanaan mandat Presiden Joko Widodo dalam mengakselerasi riset di perguruan tinggi serta membenahi ekosistem riset.
Menurutnya, penelitian menjadi landasan produksi pengetahuan dan civitas akademika harus terlibat secara aktif. Tujuan dari konsorsium ini untuk melahirkan karya penelitian berkualitas dan inovatif serta berkontribusi bagi masyarakat luas.
Nadiem yakin, memberikan kemerdekaan kepada kampus adalah syarat utama terwujudnya ekosistem riset berkelanjutan. Menurutnya, kampus dan mahasiswa harus diberikan kesempatan untuk berkolaborasi dengan sesama institusi pendidikan dan sektor lain di luar pendidikan.
Oleh karena itu, kampus harus merdeka dari keterbatasan dana yang menghambat akselerasi kualitas riset. “Dengan adanya Program pendanaan bertema UKICIS, saya semakin optimis kampus Indonesia akan bertransformasi dengan ekosistem riset yang inovatif,” kata Nadiem.
(mpw)