Ada Ancaman Lost Generation, Wakil Ketua MPR: Pendidikan Harus Prioritas
loading...
A
A
A
JAKARTA - Pandemi corona atau Covid-19 tidak hanya berdampak di sektor kesehatan maupun ekonomi, namun juga berpengaruh sangat serius terhadap dunia pendidikan .
Sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan pada awal Maret 2020 lalu, kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak berjalan normal dan terpaksa dilakukan dengan cara virtual. Bahkan, sebagian sekolah di wilayah terpencil yang tidak terdapat akses internet, mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid berpendapat bahwa kondisi ini berpotensi membuat hilangnya sebuah generasi. ”Ini akan ada lost generation kalau dibiarkan karena sistem pendidikan yang tidak normal,” ujarnya, Rabu (17/6/2020).
(Baca: Ketua MPR: Jangan Ada Pembiaran Pelanggaran Protokol Kesehatan)
Jazilul Fawaid menilai perhatian pemerintah di sektor pendidikan selama pandemi berlangsung sangat kurang. Dia mencontohkan anggaran untuk kegiatan pendidikan keislaman seperti pesantren yang hanya dialokasikan sebesar Rp2,3 triliun di era kenormalan baru (new normal).
Alokasi tersebut dinilai sangat kecil dibanding jumlah pesantren yang disebutnya mencapai 28.000 pesantren. ”Kalau cuma Rp2,3 triliun untuk pesantren tidak cukup. Terus dimana prioritas peningkatan SDM (sumber daya manusia) itu?” katanya.
Kecilnya dana tersebut menunjukkan bahwa sektor pendidikan tidak menjadi prioritas perhatian pemerintah di masa pandemi Covid-19 ini.
“Pandemi ini menjadi ancaman pendidikan ke depan. Jadi harus dapat prioritas utama. Jangan hanya pikir sistem keuangan dan pemulihan ekonomi. Tetapi, kemudian tidak kita sadari generasi kita lemah. Maka, bagaimana rumusannya menangani pendidikan. Pendidikan jarak jauh (virtual) itu apakah efektif? Terus bagaimana yang tinggal di daerah jauh, kan (akses) internet nggak bagus. Jadi, anggaran Rp2,3 triliun itu harus ditambah,” urainya.
(Baca: Kemendikbud Diminta Petakan Kebutuhan Sekolah)
Apalagi, kata Jazilul, alokasi anggaran tersebut tidak hanya untuk pesantren, tapi juga kegiatan keagamaan Islam lainnya. ”Anggaran itu kecil sekali. Apalagi untuk lembaga pendidikan agama Islam yang lain. Untuk pesantren saja nggak cukup maka Rp2,3 triliun itu tidak ada gunanya. Pesantren aja ada 28 ribu,” katanya.
Sejak kasus pertama Covid-19 ditemukan pada awal Maret 2020 lalu, kegiatan belajar mengajar di sekolah tidak berjalan normal dan terpaksa dilakukan dengan cara virtual. Bahkan, sebagian sekolah di wilayah terpencil yang tidak terdapat akses internet, mereka tidak bisa melakukan kegiatan belajar mengajar.
Wakil Ketua MPR Jazilul Fawaid berpendapat bahwa kondisi ini berpotensi membuat hilangnya sebuah generasi. ”Ini akan ada lost generation kalau dibiarkan karena sistem pendidikan yang tidak normal,” ujarnya, Rabu (17/6/2020).
(Baca: Ketua MPR: Jangan Ada Pembiaran Pelanggaran Protokol Kesehatan)
Jazilul Fawaid menilai perhatian pemerintah di sektor pendidikan selama pandemi berlangsung sangat kurang. Dia mencontohkan anggaran untuk kegiatan pendidikan keislaman seperti pesantren yang hanya dialokasikan sebesar Rp2,3 triliun di era kenormalan baru (new normal).
Alokasi tersebut dinilai sangat kecil dibanding jumlah pesantren yang disebutnya mencapai 28.000 pesantren. ”Kalau cuma Rp2,3 triliun untuk pesantren tidak cukup. Terus dimana prioritas peningkatan SDM (sumber daya manusia) itu?” katanya.
Kecilnya dana tersebut menunjukkan bahwa sektor pendidikan tidak menjadi prioritas perhatian pemerintah di masa pandemi Covid-19 ini.
“Pandemi ini menjadi ancaman pendidikan ke depan. Jadi harus dapat prioritas utama. Jangan hanya pikir sistem keuangan dan pemulihan ekonomi. Tetapi, kemudian tidak kita sadari generasi kita lemah. Maka, bagaimana rumusannya menangani pendidikan. Pendidikan jarak jauh (virtual) itu apakah efektif? Terus bagaimana yang tinggal di daerah jauh, kan (akses) internet nggak bagus. Jadi, anggaran Rp2,3 triliun itu harus ditambah,” urainya.
(Baca: Kemendikbud Diminta Petakan Kebutuhan Sekolah)
Apalagi, kata Jazilul, alokasi anggaran tersebut tidak hanya untuk pesantren, tapi juga kegiatan keagamaan Islam lainnya. ”Anggaran itu kecil sekali. Apalagi untuk lembaga pendidikan agama Islam yang lain. Untuk pesantren saja nggak cukup maka Rp2,3 triliun itu tidak ada gunanya. Pesantren aja ada 28 ribu,” katanya.