Kisah Inspiratif Nisa, Anak Satpam yang Lolos Beasiswa LPDP ke Inggris
loading...
A
A
A
JAKARTA - Kisah perjuangan anak seorang satpam sekolah bernama Nisa Sri Wahyuni viral di Linkedin. Postingan tersebut bahkan sudah mendapat lebih dari 35 ribu like.
Nisa diketahui saat ini bekerja di lembaga kesehatan dunia atau World Health Organization ( WHO ) sebagai konsultan vaksinasi Covid-19.
Sebelum bekerja menjadi konsultan, Nisa diketahui mendapatkan gelar S2-nya dari Imperial College London, Inggris.
Dalam postingan tersebut, Nisa turut memasukkan foto favorit bersama sang ayah yang menggunakan jaket Gojek. Ia berkisah sebelum menjadi sopir ojol, sang ayah merupakan satpam di sebuah sekolah.
Nisa mengungkapkan bahwa kedua orang tuanya hanya merupakan lulusan sekolah dasar. Namun, mereka selalu ingin agar anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada mereka.
Orang tua Nisa pun bekerja keras agar ia mampu menyekolahkan sang anak. Namun, Nisa memaparkan bahwa tulisannya dibuat bukan berfokus pada latar belakang ekonomi keluarganya melainkan kerja keras.
“Kita bisa belajar dari mereka (orang tua Nisa) bahwa kerja keras akan terbayarkan,” tulis Nisa dikutip tim MPI, Senin (21/2/2022).
Perempuan yang merupakan lulusan S1 dari Universitas Indonesia (UI) ini mengaku semua capaiannya saat ini bukan didapat berkat jerih payahnya semata. Sebab, ada perjuangan waktu hingga nilai-nilai yang diajarkan orang tua kepadanya.
Ia pun mengingatkan bahwa setiap orang tidak dapat meminta untuk dilahirkan dari kondisi keluarga seperti apa. Namun, setiap orang memiliki kekuatan untuk melakukan yang terbaik.
“Lakukan dan berikan yang terbaik karena kerja keras akan terbayar, satu lagi jangan lupa untuk percaya sebuah proses,” pesannya.
7 Kali Gagal Raih Beasiswa
Nisa Sri Wahyuni, anak dari seorang satpam berhasil menembus Inggris melanjutkan studi magister di Imperial College London, United Kingdom (UK) setelah gagal tujuh kali mendapatkan beasiswa.
Di kampus top 10 dunia itu, Nisa mengambil jurusan Epidemiologi melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dia menceritakan perjuangan untuk mendapatkan beasiswa untuk bisa melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Dia pun mencoba berbagai seleksi beasiswa untuk membiayai sekolahnya. Tujuh beasiswa yang dia coba, tak ada satu pun yang lolos.
Sejak 2017, Nisa sudah mengikuti seleksi beasiswa mulai dari yang pertama LPDP, Chevening, USAID, New Zealand scholarship, Mangkubusho, University of Tokyo scholarships dan Australia Awards Scholarships.
Meski gagal berkali-kali, Nisa tetap berusaha dan gigih mencoba untuk meraih mimpinya. Nisa kembali mendaftar beasiswa LPDP pada 2018 dan akhirnya dia dinyatakan lolos.
Namun, meski lolos beasiswa, Nisa masih harus memperbaiki skor ielts. Syarat skor bahasa Inggris untuk masuk di kampus idamannya harus 7. Berkali-kali tes ielts, skor Nisa hanya 6,5. Nilainya belum cukup untuk syarat masuk kampus.
Nisa pun sempat bingung dan khawatir tak diterima di kampus. Namun, dia kembali membaca aturan kampus dan menemukan satu pasal bahwa jika ada kekurangan dari syarat dimungkinkan adanya pengecualian apabila memiliki kontribusi di bidang terkait.
Nisa memanfaatkan peluang itu. Nisa memiliki kontribusi di bidang kesehatan yang membantu program kanker di Indonesia saat dia bekerja. Berbekal kontribusi itulah yang akhirnya membawa Nisa bisa masuk Imperial College London pada 2019.
Nisa diketahui saat ini bekerja di lembaga kesehatan dunia atau World Health Organization ( WHO ) sebagai konsultan vaksinasi Covid-19.
Sebelum bekerja menjadi konsultan, Nisa diketahui mendapatkan gelar S2-nya dari Imperial College London, Inggris.
Dalam postingan tersebut, Nisa turut memasukkan foto favorit bersama sang ayah yang menggunakan jaket Gojek. Ia berkisah sebelum menjadi sopir ojol, sang ayah merupakan satpam di sebuah sekolah.
Nisa mengungkapkan bahwa kedua orang tuanya hanya merupakan lulusan sekolah dasar. Namun, mereka selalu ingin agar anaknya bisa mendapatkan pendidikan yang lebih baik daripada mereka.
Orang tua Nisa pun bekerja keras agar ia mampu menyekolahkan sang anak. Namun, Nisa memaparkan bahwa tulisannya dibuat bukan berfokus pada latar belakang ekonomi keluarganya melainkan kerja keras.
“Kita bisa belajar dari mereka (orang tua Nisa) bahwa kerja keras akan terbayarkan,” tulis Nisa dikutip tim MPI, Senin (21/2/2022).
Perempuan yang merupakan lulusan S1 dari Universitas Indonesia (UI) ini mengaku semua capaiannya saat ini bukan didapat berkat jerih payahnya semata. Sebab, ada perjuangan waktu hingga nilai-nilai yang diajarkan orang tua kepadanya.
Ia pun mengingatkan bahwa setiap orang tidak dapat meminta untuk dilahirkan dari kondisi keluarga seperti apa. Namun, setiap orang memiliki kekuatan untuk melakukan yang terbaik.
“Lakukan dan berikan yang terbaik karena kerja keras akan terbayar, satu lagi jangan lupa untuk percaya sebuah proses,” pesannya.
7 Kali Gagal Raih Beasiswa
Nisa Sri Wahyuni, anak dari seorang satpam berhasil menembus Inggris melanjutkan studi magister di Imperial College London, United Kingdom (UK) setelah gagal tujuh kali mendapatkan beasiswa.
Di kampus top 10 dunia itu, Nisa mengambil jurusan Epidemiologi melalui beasiswa Lembaga Pengelola Dana Pendidikan (LPDP).
Dia menceritakan perjuangan untuk mendapatkan beasiswa untuk bisa melanjutkan kuliahnya di luar negeri. Dia pun mencoba berbagai seleksi beasiswa untuk membiayai sekolahnya. Tujuh beasiswa yang dia coba, tak ada satu pun yang lolos.
Sejak 2017, Nisa sudah mengikuti seleksi beasiswa mulai dari yang pertama LPDP, Chevening, USAID, New Zealand scholarship, Mangkubusho, University of Tokyo scholarships dan Australia Awards Scholarships.
Meski gagal berkali-kali, Nisa tetap berusaha dan gigih mencoba untuk meraih mimpinya. Nisa kembali mendaftar beasiswa LPDP pada 2018 dan akhirnya dia dinyatakan lolos.
Namun, meski lolos beasiswa, Nisa masih harus memperbaiki skor ielts. Syarat skor bahasa Inggris untuk masuk di kampus idamannya harus 7. Berkali-kali tes ielts, skor Nisa hanya 6,5. Nilainya belum cukup untuk syarat masuk kampus.
Nisa pun sempat bingung dan khawatir tak diterima di kampus. Namun, dia kembali membaca aturan kampus dan menemukan satu pasal bahwa jika ada kekurangan dari syarat dimungkinkan adanya pengecualian apabila memiliki kontribusi di bidang terkait.
Nisa memanfaatkan peluang itu. Nisa memiliki kontribusi di bidang kesehatan yang membantu program kanker di Indonesia saat dia bekerja. Berbekal kontribusi itulah yang akhirnya membawa Nisa bisa masuk Imperial College London pada 2019.
(mpw)