5 Poin Penting RUU Sisdiknas, Ada Wajib Belajar 13 Tahun
loading...
A
A
A
JAKARTA - RUU Sisdiknas kini tengah menjadi sorotan khususnya mengenai Tunjangan Profesi Guru (TPG). Namun di samping TPG ada lima poin perubahan yang perlu diketahui. Salah satunya perubahan Wajib Belajar 9 Tahun menjadi 13 Tahun.
RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Menurut Kemendikbudristek latar belakang pembentukan RUU Sisdiknas adalah banyak pengaturan dalam UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Seperti pengaturan tentang cakupan wajib belajar dan jumlah jam mengajar. Sementara sudah banyak pelajaran yang bisa diambil dari UU Dikti, misalnya pengaturan tentang perguruan tinggi negeri badan hukum.
Baca juga: Tak Bisa Hadiri Raker DPR, Nadiem Positif Covid-19
Memang yang saat ini menjadi fokus perhatian adalah Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang diprotes karena disebut pasal mengenai TPG menghilang di RUU Sisdiknas tersebut. Namun di sisi lain, ada lima poin perubahan di RUU Sisdiknas yang berlaku di jenjang PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dikutip dari Instagram resmi Kemendikbudristek @kemdikbud.ri, berikut ini perlu disimak lima poin perubahan pada jenjang PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di RUU Sisdiknas yang penting untuk diketahui.
1. Perluasan Program Wajib Belajar
Sebelum:
Cakupan Wajib Belajar dalam UU Sisdiknas yang berlaku saat ini adalah pendidikan dasar 9 tahun. Perluasan wajib belajar ke pendidikan menengah kerap dilakukan di daerah tanpa memastikan kualitas pendidikan dasar sudah mencukupi.
Sesudah:
Wajib Belajar 13 Tahun dimulai dari 10 tahun pendidikan dasar (prasekolah dan kelas 1-9) lalu 3 tahun pendidikan menengah.
Perluasan ke pendidikan menengah dilakukan secara bertahap pada daerah yang kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar. Pemerintah pusat akan membantu daerah yang paling membutuhkan.
2. Pendanaan Wajib Belajar
Sebelum:
Satuan pendidikan negeri seringkali menghadapi masalah jika ingin masyarakat ingin berkontribusi secara sukarela
Sesudah:
Pemerintah mendanai penyelenggaraan wajib belajar. Satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya, namun masyarakat boleh berkontribusi secara sukarela, tanpa paksaan, dan tanpa mengikat.
Baca juga: 4 Keuntungan Kuliah di STAN, Kuliah Gratis Juga Diangkat CPNS
3. Nomenklatur Satuan Pendidikan dapat Disesuaikan
Sebelum:
Penamaan satuan pendidikan seperti sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya ada di dalam UU Sisdiknas sehingga nomenklatur yang ada tidak bisa diubah.
Sesudah:
Sekolah, madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah diatur sebagai bentuk satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU.
Nomenklatur sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya menjadi contoh dalam penjelasan, sehingga pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut jika diperlukan.
4. Mobilitas Pelajar Pesantren Formal dengan Satuan Pendidikan Lain Semakin Mudah
Sebelum:
Pesantren diatur secara terpisah dari sistem pendidikan nasional. Lulusan pesantren formal seringkali kesulitan jika ingin pindah ke satuan pendidikan lain di luar pesantren.
Sesudah:
Standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk untuk pesantren formal. Lulusan pesantren formal bisa lebih mudah pindah ke sekolah, madrasah, maupun universitas dan begitupun sebaliknya
5. Pendidikan Pancasila menjadi Mapel Wajib
Sebelum:
Pancasila bukan merupakan muatan maupun mata pelajaran (mapel) wajib di kurikulum pendidikan dasar dan menengah
Sesudah:
Pendidikan Pancasila menjadi mapel wajib bersama dengan Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia. Selain mata pelajaran di atas, juga ada muatan wajib Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kecakapan Hidup, dan Muatan Lokal.
RUU Sisdiknas secara resmi diajukan Kemendikbudristek ke Prolegnas Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada DPR yang disampaikan pada Raker dengan Badan Legislasi DPR, Rabu (24/8/2022). Pemerintah tetap menerima saran dan masukan dari publik terkait naskah RUU Sisdiknas tersebut.
Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id sehinga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan RUU.
RUU Sisdiknas mengintegrasikan dan mencabut tiga Undang-Undang terkait pendidikan, yaitu Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional, Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2005 tentang Guru dan Dosen, dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi.
Menurut Kemendikbudristek latar belakang pembentukan RUU Sisdiknas adalah banyak pengaturan dalam UU Sisdiknas dan UU Guru dan Dosen yang sudah tidak sesuai dengan kebutuhan masyarakat. Seperti pengaturan tentang cakupan wajib belajar dan jumlah jam mengajar. Sementara sudah banyak pelajaran yang bisa diambil dari UU Dikti, misalnya pengaturan tentang perguruan tinggi negeri badan hukum.
Baca juga: Tak Bisa Hadiri Raker DPR, Nadiem Positif Covid-19
Memang yang saat ini menjadi fokus perhatian adalah Tunjangan Profesi Guru (TPG) yang diprotes karena disebut pasal mengenai TPG menghilang di RUU Sisdiknas tersebut. Namun di sisi lain, ada lima poin perubahan di RUU Sisdiknas yang berlaku di jenjang PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah.
Dikutip dari Instagram resmi Kemendikbudristek @kemdikbud.ri, berikut ini perlu disimak lima poin perubahan pada jenjang PAUD, pendidikan dasar, dan pendidikan menengah di RUU Sisdiknas yang penting untuk diketahui.
1. Perluasan Program Wajib Belajar
Sebelum:
Cakupan Wajib Belajar dalam UU Sisdiknas yang berlaku saat ini adalah pendidikan dasar 9 tahun. Perluasan wajib belajar ke pendidikan menengah kerap dilakukan di daerah tanpa memastikan kualitas pendidikan dasar sudah mencukupi.
Sesudah:
Wajib Belajar 13 Tahun dimulai dari 10 tahun pendidikan dasar (prasekolah dan kelas 1-9) lalu 3 tahun pendidikan menengah.
Perluasan ke pendidikan menengah dilakukan secara bertahap pada daerah yang kualitas pendidikan dasarnya telah memenuhi standar. Pemerintah pusat akan membantu daerah yang paling membutuhkan.
2. Pendanaan Wajib Belajar
Sebelum:
Satuan pendidikan negeri seringkali menghadapi masalah jika ingin masyarakat ingin berkontribusi secara sukarela
Sesudah:
Pemerintah mendanai penyelenggaraan wajib belajar. Satuan pendidikan negeri tidak memungut biaya, namun masyarakat boleh berkontribusi secara sukarela, tanpa paksaan, dan tanpa mengikat.
Baca juga: 4 Keuntungan Kuliah di STAN, Kuliah Gratis Juga Diangkat CPNS
3. Nomenklatur Satuan Pendidikan dapat Disesuaikan
Sebelum:
Penamaan satuan pendidikan seperti sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya ada di dalam UU Sisdiknas sehingga nomenklatur yang ada tidak bisa diubah.
Sesudah:
Sekolah, madrasah, pesantren, dan satuan pendidikan keagamaan tingkat dasar dan menengah diatur sebagai bentuk satuan pendidikan tingkat dasar dan menengah dalam batang tubuh RUU.
Nomenklatur sekolah dasar, madrasah ibtidaiyah, sekolah menengah pertama, madrasah tsanawiyah, dan sebagainya menjadi contoh dalam penjelasan, sehingga pemerintah dapat menyesuaikan nomenklatur tersebut jika diperlukan.
4. Mobilitas Pelajar Pesantren Formal dengan Satuan Pendidikan Lain Semakin Mudah
Sebelum:
Pesantren diatur secara terpisah dari sistem pendidikan nasional. Lulusan pesantren formal seringkali kesulitan jika ingin pindah ke satuan pendidikan lain di luar pesantren.
Sesudah:
Standar nasional pendidikan berlaku pada keseluruhan jalur pendidikan formal termasuk untuk pesantren formal. Lulusan pesantren formal bisa lebih mudah pindah ke sekolah, madrasah, maupun universitas dan begitupun sebaliknya
5. Pendidikan Pancasila menjadi Mapel Wajib
Sebelum:
Pancasila bukan merupakan muatan maupun mata pelajaran (mapel) wajib di kurikulum pendidikan dasar dan menengah
Sesudah:
Pendidikan Pancasila menjadi mapel wajib bersama dengan Pendidikan Agama dan Bahasa Indonesia. Selain mata pelajaran di atas, juga ada muatan wajib Matematika, IPA, IPS, Seni Budaya, Pendidikan Jasmani dan Olahraga, Keterampilan/Kecakapan Hidup, dan Muatan Lokal.
RUU Sisdiknas secara resmi diajukan Kemendikbudristek ke Prolegnas Prioritas Perubahan Tahun 2022 kepada DPR yang disampaikan pada Raker dengan Badan Legislasi DPR, Rabu (24/8/2022). Pemerintah tetap menerima saran dan masukan dari publik terkait naskah RUU Sisdiknas tersebut.
Pemerintah membuka kesempatan bagi masyarakat secara luas untuk ikut mencermati semua dokumen dan memberi masukan melalui laman https://sisdiknas.kemdikbud.go.id sehinga bisa menjadi bahan pertimbangan dalam tahap penyusunan dan pembahasan RUU.
(nnz)