Survei KPAI, Pelajar Merasa Berat dengan Pembelajaran Jarak Jauh
loading...
A
A
A
JAKARTA - Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) melakukan survei terhadap pelaksanaan pembelajaran jarak jauh (PJJ) selama pandemi virus Corona atau Covid-19 ini. Aneka permasalahan ditemukan, mulai dari tugas-tugas yang berat dari guru hingga boros uang untuk beli kuota internet.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan, awalnya pihaknya menerima 246 pengaduan yang berasal dari jejang taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA). Maka, KPAI mengadakan survei pada yang melibatkan 1.700 responden dari seluruh Indonesia pada 13-20 April 2020.
"Responden berada pada rentang usia 15-17 tahun itu sebanyak 63,4 persen. Sedangkan, usia 17 tahun sebanyak 26,6 persen dan 12-14 tahun itu 10 persen. Patokan usia (responden) 12-18 tahu karena 90 persen pengadu adalah anak sendiri, bukan orang tua," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (27/04/2020).
(Baca juga: Pemerintah Harus Pastikan Kualitas Pengajaran di Tengah Corona Berjalan Baik)
Adapun pekerjaan orang tua yang paling banyak menjadi responden adalah pekerja harian sebesar 38 persen. Ini kelompok paling rentan terhadap kemampuan biaya dalam PJJ karena penghasilan mereka terganggu oleh pandemi Covid-19.
Selanjutnya, pekerja bulanan 22,4 persen, pegawai negeri sipil 20,4 persen, dan pekerja informal 19,2 persen. Keluhan dari responden mengenai pelaksanaan PJJ ini, antara lain, tidak mempunyai ponsel pintar dan ada yang punya tapi tidak ada uang untuk membeli kuota internet.
Retno menuturkan, mendapatkan informasi tentang PJJ di Wonogiri dan Yogyakarta yang dimulai 16 Maret 2020. Proses belajar daring, menurutnya, hanya berlangsung satu minggu karena selebihnya tidak bisa membeli kuota.
Dalam PJJ ini, 95,4 persen para siswa menggunakan ponsel pintar, 23,9 persen laptop, dan 2,4 persen komputer PC. Rata-rata siswa tidak mempunyai wifi jadi memang harus membeli paket data. "keluhannya radiasi mata, anak-anak banyak menunduk dan kelelahan matanya," ungkap mantan Kepala SMAN III Jakarta itu.
Dalam survei itu ditemukan fakta yang cukup mencengangkan. Ternyata 73,2 persen responden merasa berat mengerjakan tugas dari guru. Hanya 26,8 persen yang tidak merasa berat.
Bentuk penugasan yang tidak disukai, antara lain, membuat video sebesar 55,5 persen, mengerjakan pilihan ganda 44,5 persen, merangkum bab materi 39,4 persen, dan menulis soal dalam buku cetak dan menjawabnya 25,6 persen.
"Dari 1.700 responden, sebanyak 77,8% mengalami kesulitan karena tugas yang menumpuk. Seluruh guru memberikan tugas dengan waktu yang sempit. Sedangkan, 37,1% responden mengeluhkan waktu pengerjaan tugas yang sempit sehingga membuat siswa kurang istirahat dan kelelahan," pungkasnya.
Komisioner KPAI Retno Listyarti mengungkapkan, awalnya pihaknya menerima 246 pengaduan yang berasal dari jejang taman kanak-kanak (TK) hingga sekolah menengah atas (SMA). Maka, KPAI mengadakan survei pada yang melibatkan 1.700 responden dari seluruh Indonesia pada 13-20 April 2020.
"Responden berada pada rentang usia 15-17 tahun itu sebanyak 63,4 persen. Sedangkan, usia 17 tahun sebanyak 26,6 persen dan 12-14 tahun itu 10 persen. Patokan usia (responden) 12-18 tahu karena 90 persen pengadu adalah anak sendiri, bukan orang tua," ujarnya dalam konferensi pers virtual, Senin (27/04/2020).
(Baca juga: Pemerintah Harus Pastikan Kualitas Pengajaran di Tengah Corona Berjalan Baik)
Adapun pekerjaan orang tua yang paling banyak menjadi responden adalah pekerja harian sebesar 38 persen. Ini kelompok paling rentan terhadap kemampuan biaya dalam PJJ karena penghasilan mereka terganggu oleh pandemi Covid-19.
Selanjutnya, pekerja bulanan 22,4 persen, pegawai negeri sipil 20,4 persen, dan pekerja informal 19,2 persen. Keluhan dari responden mengenai pelaksanaan PJJ ini, antara lain, tidak mempunyai ponsel pintar dan ada yang punya tapi tidak ada uang untuk membeli kuota internet.
Retno menuturkan, mendapatkan informasi tentang PJJ di Wonogiri dan Yogyakarta yang dimulai 16 Maret 2020. Proses belajar daring, menurutnya, hanya berlangsung satu minggu karena selebihnya tidak bisa membeli kuota.
Dalam PJJ ini, 95,4 persen para siswa menggunakan ponsel pintar, 23,9 persen laptop, dan 2,4 persen komputer PC. Rata-rata siswa tidak mempunyai wifi jadi memang harus membeli paket data. "keluhannya radiasi mata, anak-anak banyak menunduk dan kelelahan matanya," ungkap mantan Kepala SMAN III Jakarta itu.
Dalam survei itu ditemukan fakta yang cukup mencengangkan. Ternyata 73,2 persen responden merasa berat mengerjakan tugas dari guru. Hanya 26,8 persen yang tidak merasa berat.
Bentuk penugasan yang tidak disukai, antara lain, membuat video sebesar 55,5 persen, mengerjakan pilihan ganda 44,5 persen, merangkum bab materi 39,4 persen, dan menulis soal dalam buku cetak dan menjawabnya 25,6 persen.
"Dari 1.700 responden, sebanyak 77,8% mengalami kesulitan karena tugas yang menumpuk. Seluruh guru memberikan tugas dengan waktu yang sempit. Sedangkan, 37,1% responden mengeluhkan waktu pengerjaan tugas yang sempit sehingga membuat siswa kurang istirahat dan kelelahan," pungkasnya.
(maf)