Miris, Demi ke Sekolah Siswa di Sukabumi Naik Rakit Seberangi Sungai
loading...
A
A
A
JAKARTA - Tidak semua anak bisa ke sekolah dengan akses yang aman dan nyaman. Salah satu contohnya yang dialami siswa SD di Sukabumi yang harus menyeberangi sungai dengan rakit bambu demi menuntut ilmu.
Kisah perjuangan puluhan siswa SD Negeri Cilele II, Kampung Cilele, Desa Sirnasari, Kecamatan Pabuaran, Sukabumi, Jawa Barat ini bermula ketika matahari baru saja memancarkan kehangatannya di wilayah tersebut.
Mereka berjalan kaki dari rumahnya ke tepi Sungai Cikaso bukan memakai sepatu melainkan menggunakan sandal jepit atau sandal karet. Meski harus melewati pinggiran sungai yang berbatu, namun sepatu disimpan dulu di rumah karena sandal lebih tahan air ketika dipakai menyeberang sungai.
Baca juga: Kemenag Terbitkan PMA Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan
Saat yang menegangkan pun tiba. Satu per satu para pelajar berseragam merah putih ini menaiki rakit yang terbuat dari bambu yang kadang sesekali miring dan bergoyang ketika kaki-kaki kecil generasi penerus bangsa ini menapakkan kakinya menaiki rakit bambu tersebut.
Proses menaiki rakit ini dibantu pula oleh petugas Babinsa dan Babinkamtibmas setempat. Setelah rakit cukup diisi oleh siswa, petugas pun meminta rakit perlahan dijalankan di tengah arus sungai yang berwarna cokelat itu.
Pengalaman siswa menantang maut ini terjadi setiap hari di Sungai Cikaso karena belum ada jembatan yang menghubungkan Desa Neglasari, Kecamatan Purabaya dengan sekolah terdekat yaitu di Desa Sirnasari, Kecamatan Pabuaran, Sukabumi.
Satu-satunya akses terdekat hanyalah menggunakan rakit bambu. Jika air sungai sedang meluap, para siswa pun memilih untuk tidak pergi ke sekolah karena takut hanyut terbawa arus. Terlebih saat musim hujan seperti saat ini.
Baca juga: Kompetisi Sains Madrasah 2022 Ditutup, Banyak Temuan Ilmiah Menunggu Dikembangkan
Salah satu siswa Dimas Saputra mengaku senang bersekolah. Akan tetapi ketika hujan dan air sungai deras Dimas memilih tidak pergi ke sekolah karena takut hanyut kalau memaksa untuk menyeberang.
Sementara Guru SDN Cilele II Deri Abdul Malik mengatakan, akses menuju ke sekolahnya dari desa terdekat memang hanya ada rakit bambu sebagai sarana penyeberangan.
"Kalau musim hujan besar, mereka kadang kala meliburkan diri tidak sekolah. Kami sebagai pengajar memang takut terjadi apa-apa ke siswa kami," ujarnya khawatir.
Warga pun berharap pemerintah segera membangun jembatan gantung agar aktivitas perekonomian masyarakat setempat dan pendidikan berjalan lancar tanpa menunggu adanya korban yang jatuh.
Lihat Juga: Kemendikdasmen akan Bangun Sekolah Unggul Garuda, Targetkan Mahasiswa Masuk Kampus Top 100 Dunia
Kisah perjuangan puluhan siswa SD Negeri Cilele II, Kampung Cilele, Desa Sirnasari, Kecamatan Pabuaran, Sukabumi, Jawa Barat ini bermula ketika matahari baru saja memancarkan kehangatannya di wilayah tersebut.
Mereka berjalan kaki dari rumahnya ke tepi Sungai Cikaso bukan memakai sepatu melainkan menggunakan sandal jepit atau sandal karet. Meski harus melewati pinggiran sungai yang berbatu, namun sepatu disimpan dulu di rumah karena sandal lebih tahan air ketika dipakai menyeberang sungai.
Baca juga: Kemenag Terbitkan PMA Penanganan dan Pencegahan Kekerasan Seksual di Satuan Pendidikan
Saat yang menegangkan pun tiba. Satu per satu para pelajar berseragam merah putih ini menaiki rakit yang terbuat dari bambu yang kadang sesekali miring dan bergoyang ketika kaki-kaki kecil generasi penerus bangsa ini menapakkan kakinya menaiki rakit bambu tersebut.
Proses menaiki rakit ini dibantu pula oleh petugas Babinsa dan Babinkamtibmas setempat. Setelah rakit cukup diisi oleh siswa, petugas pun meminta rakit perlahan dijalankan di tengah arus sungai yang berwarna cokelat itu.
Pengalaman siswa menantang maut ini terjadi setiap hari di Sungai Cikaso karena belum ada jembatan yang menghubungkan Desa Neglasari, Kecamatan Purabaya dengan sekolah terdekat yaitu di Desa Sirnasari, Kecamatan Pabuaran, Sukabumi.
Satu-satunya akses terdekat hanyalah menggunakan rakit bambu. Jika air sungai sedang meluap, para siswa pun memilih untuk tidak pergi ke sekolah karena takut hanyut terbawa arus. Terlebih saat musim hujan seperti saat ini.
Baca juga: Kompetisi Sains Madrasah 2022 Ditutup, Banyak Temuan Ilmiah Menunggu Dikembangkan
Salah satu siswa Dimas Saputra mengaku senang bersekolah. Akan tetapi ketika hujan dan air sungai deras Dimas memilih tidak pergi ke sekolah karena takut hanyut kalau memaksa untuk menyeberang.
Sementara Guru SDN Cilele II Deri Abdul Malik mengatakan, akses menuju ke sekolahnya dari desa terdekat memang hanya ada rakit bambu sebagai sarana penyeberangan.
"Kalau musim hujan besar, mereka kadang kala meliburkan diri tidak sekolah. Kami sebagai pengajar memang takut terjadi apa-apa ke siswa kami," ujarnya khawatir.
Warga pun berharap pemerintah segera membangun jembatan gantung agar aktivitas perekonomian masyarakat setempat dan pendidikan berjalan lancar tanpa menunggu adanya korban yang jatuh.
Lihat Juga: Kemendikdasmen akan Bangun Sekolah Unggul Garuda, Targetkan Mahasiswa Masuk Kampus Top 100 Dunia
(nnz)