ITB Bangun Shelter Bambu untuk Korban Gempa Cianjur, Unik dan Lebih Nyaman Bagi Pengungsi

Jum'at, 02 Desember 2022 - 19:35 WIB
loading...
ITB Bangun Shelter Bambu untuk Korban Gempa Cianjur, Unik dan Lebih Nyaman Bagi Pengungsi
ITB membangun shelter unik dari bambu untuk pengungsian sementara bagi korban gempa Cianjur. Foto/Tangkap layar laman ITB.
A A A
JAKARTA - Gempa bumi Cianjur yang terjadi pada 22 November lalu menyebabkan ratusan ribu keluarga kehilangan tempat tinggalnya. ITB dan Rumah Amal Salman pun turun tangan dalam mendirikan shelter unik dari bambu untuk tempat pengungsian sementara.

Shelter bambu ini merupakan rancangan dari desainer yang juga seorang dosen Sekolah Arsitektur, Perencanaan, dan Pengembangan Kebijakan (SAPPK) Institut Teknologi Bandung (ITB) Dr.-ing. Andry Widyowijatnoko. Ia telah lama dikenal sebagai ahli struktur bambu. Ia mampu membuat desain shelter bambu yang dapat dibangun dengan sangat cepat dan menampung banyak orang.

Bambu menjadi bahan dasar pembangunan sheler karena melimpahnya ketersediaannya yang melimpah di lingkungan sekitar. Selain harganya yang lebih murah, kekuatan bambu sebagai material pondasi shelter juga menjadi pertimbangan utama.

“Sejak dulu juga sudah sangat dikenal bahwa bambu merupakan material semi-permanen temporer yang amat baik”, jelas Dr. Andry, dikutip dari laman ITB, Jumat (2/12/2022).

Baca juga: 7 Jurusan Kuliah yang Lulusannya dapat Bekerja di Bank BCA

Dia dan tim membuat inovasi shelter bambu berdasarkan pengalaman shelter gempa yang sudah pernah dikerjakan sebelumnya. Dia dan tim banyak mengambil dari kasus-kasus shelter gempa sebelumnya di Palu dan Lombok. Karena perbedaan lokasi, masalah baru pun ditemui sehingga desain yang sudah sempat terbangun di kota-kota tersebut tidak dapat sebatas di copy-paste.

“Di Cianjur ini ternyata kekuatan angin yang berbeda daripada di Lombok maupun Palu. Sehingga harus ada adaptasi desain dari kami untuk dapat membangun struktur serupa,” ujarnya.

Shelter bambu dibangun dalam waktu yang sangat cepat, yaitu hanya 5 jam, dari peletakan rangka pertama sampai siap diisi. Rahasianya adalah teknik pemasangan yang sederhana dan kekuatan struktur yang bergantung pada kekuatan bentuk yang menghasilkan ruang.

“Secara tradisional, masyarakat yang ada di sana sudah familier dengan bambu. Namun, menggabungkan teknik pasang mur-baut dengan bambu adalah hal baru buat mereka. Untungnya, mereka juga dengan mudah mengadaptasi teknik ini dan dengan cepat ikut kontribusi juga dalam proses konstruksi,” jelasnya.

Dia menjelaskan, shelter bambu ini mampu menampung 50 orang lebih, dan mampu memberikan kenyamanan ruang menyeluruh yang lebih baik kepada pengungsi. Berdasarkan standar, ukuran shelter untuk korban bencana atau mitigasi bencana yang lazim adalah 5,5 m x 12 m dengan tinggi 3,25 m.

Biasanya, tenda-tenda dari BNPB menggunakan penutup berupa terpal atau seng. Material penutup ini mengalirkan panas dari matahari ke ruang di bawahnya secara langsung. Akibatnya, dengan ketinggian yang lebih minim, tentunya pengungsi akan menerima aliran panas tersebut.

Baca juga: Ini Syarat dan Ketentuan SNBP 2023 untuk Sekolah, Peserta, dan Pilihan Program Studi

Shelter ini juga menggunakan material penutup yang sama. Namun, shelter ini mampu memberikan kenyamanan yang lebih bagi pengungsi. Hal ini terjadi karena ketinggian minimum dari shelter ini mencapai 5 m, yang berarti paparan panas lebih tidak mengganggu ruang di bawahnya. Hebatnya lagi, desain shelter karya dosen ITB dan tim-nya ini mampu mencapai bentang 8x12 m dan ketinggian 14 m.

“Sebelumnya, desain shelter bambu ini mampu berdiri sampai 6 bulan. Laporan yang saya terima dari tim lapangan menyatakan warga di sana memang merasa lebih sejuk dan nyaman ketika berada di shelter bambu ini”, tambahnya.

Saat ini, juga telah berdiri shelter komunitas untuk masjid darurat dan telah diresmikan saat shalat jumat pada 2 Desember 2022. Ketika ditanya apa harapan kedepannya terhadap inovasi desainnya yang mampu mempercepat bantuan mitigasi bencana, dia memiliki visi yang jauh.

“Saya dan tim sangat senang dengan antusiasme dari sana masyarakat sekitar dan anggota ZENI yang ikut membantu di lokasi. Banyak yang mengambil foto-foto dan ingin mempelajari bagaimana cara membuatnya, dengan tujuan direplikasi di berbagai tempat lain,” ujarnya menjelaskan respon positif dari lokasi.
(nnz)
Baca Berita Terkait Lainnya
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
read/ rendering in 0.1603 seconds (0.1#10.140)