Wajar Kebijakan Jam Sekolah Munculkan Pro dan Kontra
A
A
A
JAKARTA - Pro dan kontra kebijakan delapan jam belajar di sekolah dari Senin hingga Jumat pada tahun ajaran baru, Juli 2017 mendatang dianggap hal yang wajar. Pasalnya, kebijakan yang tertuang dalam Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 23 Tahun 2017 tentang hari Sekolah itu memiliki kekurangan dan kelebihan.
Anggota Komisi X DPR Venna Melinda berpendapat, akan ada sinergi antara dua subyek pendidikan di dalam kebijakan itu, yaitu guru dan murid. "Jadi kita harus mencermati secara apple to apple terkait keinginan dari Menteri Muhadjir ini," ujar Venna kepada SINDOnews, Kamis (15/6/2017).
Namun, dirinya pun mempertanyakan dari sisi anak didik, apakah sudah realistis dengan kebijakan itu dalam karakter masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural, terutama di daerah pedesaan. "Karena Indonesia bukan hanya kota-kota besar di Jawa saja," katanya.
Dirinya pun mengambil contoh di Papua, apakah di sana anak-anak bisa belajar sesuai dengan jam kerja, karena sarana dan prasarana pendidikan yang minim dan kurangnya jumlah tenaga pengajar.
"Kemudian dari sisi guru, banyak sekali permasalahan bagi tenaga guru di daerah, terutama tunjangan atau honor," papar politikus Partai Demokrat ini.
Padahal lanjut dia, guru-guru di daerah seperti Papua justru pengorbanannya paling besar. "Meninggalkan keluarga dan hidup di alam yang jauh dari gemerlap kota merupakan salah satu kisah luar biasa sering saya temui saat saya sedang kundapil atau kunker DPR," ujarnya.
Hal demikian dianggapnya merupakan salah satu masalah utama yang terjadi di Kemendikbud. "Untuk itu untuk Permendikbud nomor??< 23 tahun 2017 ini jika ada pro dan kontra maka sah-sah saja," imbuhnya.
Menurut pengamatan politiknya, lebih baik Kemendikbud melakukan uji coba atau pilot project di sekolah-sekolah yang ada di 34 provinsi di Indonesia.
"Kalau setahu saya sudah ada Sekolah Menengah Atas (SMA) Unggulan di seluruh Indonesia, saya nilai Kemendikbud harus memaksa SMA-SMA ini untuk menjadi pilot project untuk Full Day School dan berikan time line, minimal sebulan sekali," ungkapnya.
Sehingga ujar dia, ada laporan terperinci dan terstruktur terhadap progres periodik full day school di SMA-SMA ini. Kemudian, Kemdikbud juga bisa mengoptimalkan Komite Sekolah yang bisa menjadi pengawas tentang hal ini.
"Saya rasa baik murid maupun guru di SMA pilot project ini akan menjadi acuan apakah program full day school ini mampu memperkuat karakter revolusi mental yang sedang kita perjuangkan bersama Kemendikbud," pungkasnya.
Anggota Komisi X DPR Venna Melinda berpendapat, akan ada sinergi antara dua subyek pendidikan di dalam kebijakan itu, yaitu guru dan murid. "Jadi kita harus mencermati secara apple to apple terkait keinginan dari Menteri Muhadjir ini," ujar Venna kepada SINDOnews, Kamis (15/6/2017).
Namun, dirinya pun mempertanyakan dari sisi anak didik, apakah sudah realistis dengan kebijakan itu dalam karakter masyarakat Indonesia yang plural dan multikultural, terutama di daerah pedesaan. "Karena Indonesia bukan hanya kota-kota besar di Jawa saja," katanya.
Dirinya pun mengambil contoh di Papua, apakah di sana anak-anak bisa belajar sesuai dengan jam kerja, karena sarana dan prasarana pendidikan yang minim dan kurangnya jumlah tenaga pengajar.
"Kemudian dari sisi guru, banyak sekali permasalahan bagi tenaga guru di daerah, terutama tunjangan atau honor," papar politikus Partai Demokrat ini.
Padahal lanjut dia, guru-guru di daerah seperti Papua justru pengorbanannya paling besar. "Meninggalkan keluarga dan hidup di alam yang jauh dari gemerlap kota merupakan salah satu kisah luar biasa sering saya temui saat saya sedang kundapil atau kunker DPR," ujarnya.
Hal demikian dianggapnya merupakan salah satu masalah utama yang terjadi di Kemendikbud. "Untuk itu untuk Permendikbud nomor??< 23 tahun 2017 ini jika ada pro dan kontra maka sah-sah saja," imbuhnya.
Menurut pengamatan politiknya, lebih baik Kemendikbud melakukan uji coba atau pilot project di sekolah-sekolah yang ada di 34 provinsi di Indonesia.
"Kalau setahu saya sudah ada Sekolah Menengah Atas (SMA) Unggulan di seluruh Indonesia, saya nilai Kemendikbud harus memaksa SMA-SMA ini untuk menjadi pilot project untuk Full Day School dan berikan time line, minimal sebulan sekali," ungkapnya.
Sehingga ujar dia, ada laporan terperinci dan terstruktur terhadap progres periodik full day school di SMA-SMA ini. Kemudian, Kemdikbud juga bisa mengoptimalkan Komite Sekolah yang bisa menjadi pengawas tentang hal ini.
"Saya rasa baik murid maupun guru di SMA pilot project ini akan menjadi acuan apakah program full day school ini mampu memperkuat karakter revolusi mental yang sedang kita perjuangkan bersama Kemendikbud," pungkasnya.
(maf)