Tangkal Radikalisme, Dosen Diminta Buat Materi Wawasan Kebangsaan
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Kemeristekdikti) mengimbau seluruh dosen memberikan materi wawasan kebangsaan kepada mahasiswa saat proses belajar mengajar.
Langkah tersebut sebagai upaya untuk menangkal ancaman paham radikalisme, terorisme yang menyasar kalangan akademisi.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti Intan Ahmad saat mengikuti Rapat Koordinasi dan Pembekalan kepada Ketua Kopertis dan Rektor Seluruh Indonesia dalam rangka Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) Jakarta Pusat.
"Berbagai kegiatan mahasiswa perlu didampingi dan bukan saja dosen kemahasiswaan tapi semua dosen. Begitu mengajar misalnya, lima menit atau sepuluh menit bicara tentang wawasan kebangsaan, apa Pancasila itu. Nilai-nilainya bagaimana termasuk bahwa kita pada dasarnya beragam itu menjadikan Indonesia," ujarnya, Selasa (25/7/2017).
Dalam menangkal paham radikal, kata dia, selain mengajarkan mata kuliah Pancasila, pihaknya juga tengah mengembangkan pendidikan general edukasi yang merupakan materi tambahan dalam kurikulum.
"Bukan saja dosen Pancasila, tapi semua dosen akan bicara soal wawasan kebangsaan dan tidak saja pada penerimaan mahasiswa baru. Inikah pemikiran radikal maka harus dibalas dengan cara berpikir yang benar dan itu memerlukan waktu sehingga dosen-dosen, mahasiswa termasuk jajaran penguruan tinggi perlu memahami dinamika ini jangan sampai mahasiswa dalam tanda kutip dibina orang lain," ucapnya
Dia menyebutkan, Indonesia memiliki 4.518 perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa mencapai 5,2 juta orang. Dengan adanya pemahaman wawasan kebangsaan secara terus menerus kepada mahasiswa sejak masuk hingga lulus, diharapkan nilai-nilai luhur Pancasila terinternalisasi.
"Begitu lulus, mereka tahu posisi mereka tidak saja pandai secara akademik tapi juga memahami persoalan Indonesia sehingga mereka akan berkontribusi untuk Indonesia yang lebih baik lagi," kata Ahmad.
Untuk itu, pihaknya bersama dengan instansi lain terus mengupayakan agar proses pendidikan dan pembelajaran berjalan dengan baik sehingga lulusan perguruan tinggi dapat berkompetisi dengan bangsa lain.
"Kita harus menghasilkan lulusan-lulusan yang berkompeten dan bisa bersaing dengan bangsa lain ditataran global. Apalagi kita sudah terbuka dengan masyarakat ekonomi ASEAN. Jadi jangan sampai kompetesi kita kalah dengan bangsa lain ini adalah bagian dari bela negara," ucapnya.
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan Sutrimo mengatakan, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mencermati perkembangan yang terjadi, termasuk masalah global dan nasional yang aktual.
Sebab, kata dia, tidak sedikit negara-negara yang lenyap dari peta dunia karena ketidakmampuan negara tersebut dalam menghadapi permasalahan.
"Tujuan kegiatan ini membekali calon-calon mahasiswa, sebab kita perkirakan sepuluh tahun lagi yang kita terima ini akan jadi pemimpin kita, jadi bupati, gubernur, DPR bahkan presiden," ujarnya.
Menurut dia, mencermat perkembangan di belahan dunia saat ini, Indonesia tidak boleh sepenuhnya bergantung kepada pihak lain terutama dalam masalah pertahanan negara.
Dia mengatakan, lenyapnya sebuah negara bisa dikarenakan beberapa hal yakni, diserang negara lain, bencana. "Tapi lebih banyak karena warganya berantem sendiri, seperti Persia yang dapat ditaklukan oleh Alexander The Great dalam sekejap," ujarnya.
Terkait dengan pertahanan, pascareformasi secara hukum sistem pertahanan dan keamanan negara tidak berfungsi secara utuh. Banyak undang-undang yang belum dibuat sehingga membuat Indonesia pincang.
"Ada dua ancaman, militer dan nonmiliter. Saat ini ancaman nonmiliter seperti narkoba, terorisme merupakan ancaman yang kita hadapi sekarang," ujarnya.
Dia mengatakan, kalau Indonesia ingin menjadi negara yang disegani maka pertahanan negara harus kuat. Faktor ini harus didukung oleh militer yang kuat, kesejahteraan yang baik, profesional dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang baik.
"Bela negara ini bukan militerisasi, tidak ada hubungannya. Ini pendidikan kesadaran bela negara. Untuk itu, apakah penanaman nilai luhur bangsa kepada para generasi penerus bangsa dimasukkan ke dalam mata kuliah, misalnya, sistem ekonomi ada pengantar ekonomi, semester berikutnya sistem ekonomi Indonesia, kemudian politik bagaimana sistem politik Indonesia," tuturnya.
Langkah tersebut sebagai upaya untuk menangkal ancaman paham radikalisme, terorisme yang menyasar kalangan akademisi.
Hal itu diungkapkan Direktur Jenderal Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemristekdikti Intan Ahmad saat mengikuti Rapat Koordinasi dan Pembekalan kepada Ketua Kopertis dan Rektor Seluruh Indonesia dalam rangka Pembinaan Kesadaran Bela Negara (PKBN) di Kantor Kementerian Pertahanan (Kemhan) Jakarta Pusat.
"Berbagai kegiatan mahasiswa perlu didampingi dan bukan saja dosen kemahasiswaan tapi semua dosen. Begitu mengajar misalnya, lima menit atau sepuluh menit bicara tentang wawasan kebangsaan, apa Pancasila itu. Nilai-nilainya bagaimana termasuk bahwa kita pada dasarnya beragam itu menjadikan Indonesia," ujarnya, Selasa (25/7/2017).
Dalam menangkal paham radikal, kata dia, selain mengajarkan mata kuliah Pancasila, pihaknya juga tengah mengembangkan pendidikan general edukasi yang merupakan materi tambahan dalam kurikulum.
"Bukan saja dosen Pancasila, tapi semua dosen akan bicara soal wawasan kebangsaan dan tidak saja pada penerimaan mahasiswa baru. Inikah pemikiran radikal maka harus dibalas dengan cara berpikir yang benar dan itu memerlukan waktu sehingga dosen-dosen, mahasiswa termasuk jajaran penguruan tinggi perlu memahami dinamika ini jangan sampai mahasiswa dalam tanda kutip dibina orang lain," ucapnya
Dia menyebutkan, Indonesia memiliki 4.518 perguruan tinggi dengan jumlah mahasiswa mencapai 5,2 juta orang. Dengan adanya pemahaman wawasan kebangsaan secara terus menerus kepada mahasiswa sejak masuk hingga lulus, diharapkan nilai-nilai luhur Pancasila terinternalisasi.
"Begitu lulus, mereka tahu posisi mereka tidak saja pandai secara akademik tapi juga memahami persoalan Indonesia sehingga mereka akan berkontribusi untuk Indonesia yang lebih baik lagi," kata Ahmad.
Untuk itu, pihaknya bersama dengan instansi lain terus mengupayakan agar proses pendidikan dan pembelajaran berjalan dengan baik sehingga lulusan perguruan tinggi dapat berkompetisi dengan bangsa lain.
"Kita harus menghasilkan lulusan-lulusan yang berkompeten dan bisa bersaing dengan bangsa lain ditataran global. Apalagi kita sudah terbuka dengan masyarakat ekonomi ASEAN. Jadi jangan sampai kompetesi kita kalah dengan bangsa lain ini adalah bagian dari bela negara," ucapnya.
Direktur Jenderal Potensi Pertahanan Kemhan Sutrimo mengatakan, kegiatan ini diselenggarakan dalam rangka mencermati perkembangan yang terjadi, termasuk masalah global dan nasional yang aktual.
Sebab, kata dia, tidak sedikit negara-negara yang lenyap dari peta dunia karena ketidakmampuan negara tersebut dalam menghadapi permasalahan.
"Tujuan kegiatan ini membekali calon-calon mahasiswa, sebab kita perkirakan sepuluh tahun lagi yang kita terima ini akan jadi pemimpin kita, jadi bupati, gubernur, DPR bahkan presiden," ujarnya.
Menurut dia, mencermat perkembangan di belahan dunia saat ini, Indonesia tidak boleh sepenuhnya bergantung kepada pihak lain terutama dalam masalah pertahanan negara.
Dia mengatakan, lenyapnya sebuah negara bisa dikarenakan beberapa hal yakni, diserang negara lain, bencana. "Tapi lebih banyak karena warganya berantem sendiri, seperti Persia yang dapat ditaklukan oleh Alexander The Great dalam sekejap," ujarnya.
Terkait dengan pertahanan, pascareformasi secara hukum sistem pertahanan dan keamanan negara tidak berfungsi secara utuh. Banyak undang-undang yang belum dibuat sehingga membuat Indonesia pincang.
"Ada dua ancaman, militer dan nonmiliter. Saat ini ancaman nonmiliter seperti narkoba, terorisme merupakan ancaman yang kita hadapi sekarang," ujarnya.
Dia mengatakan, kalau Indonesia ingin menjadi negara yang disegani maka pertahanan negara harus kuat. Faktor ini harus didukung oleh militer yang kuat, kesejahteraan yang baik, profesional dan alat utama sistem persenjataan (alutsista) yang baik.
"Bela negara ini bukan militerisasi, tidak ada hubungannya. Ini pendidikan kesadaran bela negara. Untuk itu, apakah penanaman nilai luhur bangsa kepada para generasi penerus bangsa dimasukkan ke dalam mata kuliah, misalnya, sistem ekonomi ada pengantar ekonomi, semester berikutnya sistem ekonomi Indonesia, kemudian politik bagaimana sistem politik Indonesia," tuturnya.
(dam)