Buku SD Bertuliskan Yerusalem Ibu Kota Israel Tak Sesuai Pancasila
A
A
A
JAKARTA - Polemik soal materi buku ajar yang berisi soal Yerusalem sebagai Ibukota Israel dinilai membuktikan belum efektifnya UU No 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan. Pemerintah pun diminta untuk memberi perhatian mengenai persoalan tersebut.
Menurut Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah, terungkapnya materi buku ajar yang menulis Yerusalem sebagai ibu kota Israel menunjukkan sistem perbukuan di Indonesia belum berjalan efektif.
"Kasus ini memberi pesan penting bahwa UU Sistem Perbukuan belum berjalan efektif. Padahal kalau sistem berjalan, tidak bakal terjadi masalah tersebut," kata Anang di Jakarta, melalui keterangan tertulis kepada SINDOnews, Rabu (13/12/2017).
Anang menyebutkan, dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan secara tegas diatur soal syarat isi materi buku. Dia menjelaskan, pada Pasal 42 ayat 5 UU tersebut diatur persyaratan konkret soal konten buku.
"Ada lima syarat isi buku, yakni tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tidak diskriminatif berdasarkan SARA, tidak memgandung unsur pornografi, tidak mengandung unsur kekerasan dan tidak mengandung ujaran kebencian," papar Anang.
Terkait dengan buku ajar untuk siswa sekolah dasar tersebut, dia menilai kandungan buku tersebut dapat masuk kategori bertentangan dengan Pancasila.
Dia menegaskan Pancasila sebagai norma dasar yang memiliki spirit yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, yakni turut serta menjaga ketertiban dunia.
"Jelas dalam kasus Israel tersebut bertentangan dengan spirit konstitusi kita. Miris saja, kita menolak penjajahan dan mendorong ketertiban dunia, tetapi buku ajar justru menjadi agen promosi Israel, " ucap Anang.
Di bagian lain, Anang menyebutkan pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) termasuk peraturan menteri (Permen) supaya pelaksanaan UU Sistem Perbukuan dapat berjalan efektif.
"Meski dalam UU, pemerintah diberi batas waktu dua tahun sejak UU ini diundangkan, namun saya melihat sebaiknya pemerintah agar mempercepat penerbitan PP soal Sistem Perbukuan ini. Agar UU ini dapat terlaksana dengan baik," saran Anang.
Menurut Anggota Komisi X DPR Anang Hermansyah, terungkapnya materi buku ajar yang menulis Yerusalem sebagai ibu kota Israel menunjukkan sistem perbukuan di Indonesia belum berjalan efektif.
"Kasus ini memberi pesan penting bahwa UU Sistem Perbukuan belum berjalan efektif. Padahal kalau sistem berjalan, tidak bakal terjadi masalah tersebut," kata Anang di Jakarta, melalui keterangan tertulis kepada SINDOnews, Rabu (13/12/2017).
Anang menyebutkan, dalam UU Nomor 3 Tahun 2017 tentang Sistem Perbukuan secara tegas diatur soal syarat isi materi buku. Dia menjelaskan, pada Pasal 42 ayat 5 UU tersebut diatur persyaratan konkret soal konten buku.
"Ada lima syarat isi buku, yakni tidak bertentangan dengan nilai-nilai Pancasila, tidak diskriminatif berdasarkan SARA, tidak memgandung unsur pornografi, tidak mengandung unsur kekerasan dan tidak mengandung ujaran kebencian," papar Anang.
Terkait dengan buku ajar untuk siswa sekolah dasar tersebut, dia menilai kandungan buku tersebut dapat masuk kategori bertentangan dengan Pancasila.
Dia menegaskan Pancasila sebagai norma dasar yang memiliki spirit yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945, yakni turut serta menjaga ketertiban dunia.
"Jelas dalam kasus Israel tersebut bertentangan dengan spirit konstitusi kita. Miris saja, kita menolak penjajahan dan mendorong ketertiban dunia, tetapi buku ajar justru menjadi agen promosi Israel, " ucap Anang.
Di bagian lain, Anang menyebutkan pemerintah agar segera menerbitkan Peraturan Pemerintah (PP) termasuk peraturan menteri (Permen) supaya pelaksanaan UU Sistem Perbukuan dapat berjalan efektif.
"Meski dalam UU, pemerintah diberi batas waktu dua tahun sejak UU ini diundangkan, namun saya melihat sebaiknya pemerintah agar mempercepat penerbitan PP soal Sistem Perbukuan ini. Agar UU ini dapat terlaksana dengan baik," saran Anang.
(dam)