Kuota Bidikmisi Tambah Jadi 90.000 Mahasiswa
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah kembali menambah kuota beasiswa Bidikmisi. Tahun ini program yang menyasar siswa berprestasi lulusan sekolah menengah atas (SMA) dan sederajat dari keluarga kurang mampu agar bisa melanjutkan ke perguruan tinggi (PT) ini bertambah menjadi 90.000.
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, danPendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) Intan Amad mengatakan, tahun lalu kuota Beasiswa Bidikmisi 80.000 tahun ini ditambah lagi 10.000 agar bisa menjangkau 90.000 mahasiswa dari seluruh Indonesia.
Sementara anggaran Bidikmisi yang disediakan bagi penerima baru dan yang sudah berjalan mencapai Rp3,76 triliun pada 2018 ini. “Kuota Bidikmisi tahun ini 90.000. Living cost -nya tidak berubah masih Rp650.000 per bulan untuk setiap mahasiswa,” katanya di kantor Kemenristek-Dikti, Jakarta, kemarin.
Guru Besar Biologi Institut Teknologi Bandung ini menjelaskan, meski tiap tahun kuotanya naik, itu pun masih belum menutupi jumlah mahasiswa yang mendaftar beasiswa ini.
Intan mengungkapkan, setiap tahunnya ada lebih dari 500.000 mahasiswa yang melamar di beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa tidak mampu namun berprestasi ini. Diketahui, besaran biaya beasiswa Bidikmisi sebesar Rp6,3 juta untuk mahasiswa/ semester mencakup biaya pendidikan dan biaya hidup. Intan menyampaikan, hingga saat ini total penerima Bidikmisi sudah sekitar 340.000 orang.
Setiap tahunnya pelamar beasiswa ini mencapai 500.000 orang. Oleh karena itu, dia berharap ada pihak lain seperti sektor swasta yang bisa menyediakan beasiswa bagi mahasiswa tidak mampu ini. “Sebab semakin banyak anak Indonesia yang lulusan perguruan tinggi akan baik untuk bangsa,” katanya.
Menurut Intan, mahasiswa sebagai salah satu komponen bangsa diharapkan memiliki kontribusi untuk turut serta memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama pada era globalisasi dan revolusi industri ke-4 saat ini. Tantangan inilah yang harus dihadapi oleh mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa Indonesia.
Berdasarkan data, statistik menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Data Badan Pusat Statistik pada Februari 2017 mencatat bahwa tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan tinggi hanya 12,3% dari 131,5 juta angkatan kerja. Ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain bahkan di kawasan ASEAN. Dia mengingatkan mahasiswa Bidikmisi untuk tidak hanya berprestasi dalam dunia akademik, namun juga memiliki kompetensi serta softskill yang mumpuni.
“Kompleksitas di abad 21 tidak hanya bisa dijawab dengan IPK yang tinggi. Mahasiswa harus melengkapi diri dengan softskill dan keterampilan,” katanya. Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unes) Fathur Rokhman menyatakan penerima beasiswa Bidikmisi di kampusnya tahun lalu sebanyak 1.389 mahasiswa.
Mengenai prestasinya, ungkap Fathur, sangat membanggakan sebab indeks prestasi kumulatif mereka yang di atas 3,50 sebanyak 36% dan yang mendapat IPK 3,00 dan 3,50 sebanyak 59%. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Budi Djatmiko menyampaikan, enam tahun lalu Bidikmisi hanya untuk perguruan tinggi negeri (PTN) dan merupakan sesuatu yang tidak mungkin dinikmati mahasiswa PTS.
“Alhamdulillah sekarang sudah bertambah jumlah beasiswa Bidikmisi buat mahasiswa PTS,” katanya. Budi menjelaskan, dahulu syarat akreditasi kampus harus A dan B sulit dipenuhi PTS di luar Pulau Jawa bila mau diberi kuota beasiswa Bidikmisi, sementara kini sudah dipermudah.
Meski begitu, memang secara umum penerima beasiswa Bidikmisi di PTS masih sangat minim jumlahnya dibanding di PTN. Dia menggambarkan, PTS yang jumlahnya sekitar 4.000 ini total penerimaan Bidikmisi hanya 10-15%, sementara PTN yang jumlahnya 5% menerima 85- 90% mahasiswa Bidikmisi.
Dia berharap pemerintah ke depan lebih memperhatikan mahasiswa PTS sebab mereka sama-sama anak bangsa dan orang tuanya pun sama-sama membayar pajak.
“Seharusnya mereka bisa sederajat di hadapan pemerintah. Ini harus dikoreksi, tapi pelan-pelan saja, sebab memang perhatian pemerintah pada PTS belum juga maksimal dan anggaran buat PTS masih sangat minim juga,” terangnya. (Neneng Zubaidah)
Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kementerian Riset, Teknologi, danPendidikan Tinggi (Kemenristek-Dikti) Intan Amad mengatakan, tahun lalu kuota Beasiswa Bidikmisi 80.000 tahun ini ditambah lagi 10.000 agar bisa menjangkau 90.000 mahasiswa dari seluruh Indonesia.
Sementara anggaran Bidikmisi yang disediakan bagi penerima baru dan yang sudah berjalan mencapai Rp3,76 triliun pada 2018 ini. “Kuota Bidikmisi tahun ini 90.000. Living cost -nya tidak berubah masih Rp650.000 per bulan untuk setiap mahasiswa,” katanya di kantor Kemenristek-Dikti, Jakarta, kemarin.
Guru Besar Biologi Institut Teknologi Bandung ini menjelaskan, meski tiap tahun kuotanya naik, itu pun masih belum menutupi jumlah mahasiswa yang mendaftar beasiswa ini.
Intan mengungkapkan, setiap tahunnya ada lebih dari 500.000 mahasiswa yang melamar di beasiswa yang diperuntukkan bagi mahasiswa tidak mampu namun berprestasi ini. Diketahui, besaran biaya beasiswa Bidikmisi sebesar Rp6,3 juta untuk mahasiswa/ semester mencakup biaya pendidikan dan biaya hidup. Intan menyampaikan, hingga saat ini total penerima Bidikmisi sudah sekitar 340.000 orang.
Setiap tahunnya pelamar beasiswa ini mencapai 500.000 orang. Oleh karena itu, dia berharap ada pihak lain seperti sektor swasta yang bisa menyediakan beasiswa bagi mahasiswa tidak mampu ini. “Sebab semakin banyak anak Indonesia yang lulusan perguruan tinggi akan baik untuk bangsa,” katanya.
Menurut Intan, mahasiswa sebagai salah satu komponen bangsa diharapkan memiliki kontribusi untuk turut serta memajukan kehidupan berbangsa dan bernegara, terutama pada era globalisasi dan revolusi industri ke-4 saat ini. Tantangan inilah yang harus dihadapi oleh mahasiswa sebagai generasi penerus bangsa Indonesia.
Berdasarkan data, statistik menunjukkan bahwa kualitas sumber daya manusia Indonesia masih rendah. Data Badan Pusat Statistik pada Februari 2017 mencatat bahwa tenaga kerja Indonesia yang berpendidikan tinggi hanya 12,3% dari 131,5 juta angkatan kerja. Ini masih tertinggal dibandingkan dengan negara lain bahkan di kawasan ASEAN. Dia mengingatkan mahasiswa Bidikmisi untuk tidak hanya berprestasi dalam dunia akademik, namun juga memiliki kompetensi serta softskill yang mumpuni.
“Kompleksitas di abad 21 tidak hanya bisa dijawab dengan IPK yang tinggi. Mahasiswa harus melengkapi diri dengan softskill dan keterampilan,” katanya. Sementara itu, Rektor Universitas Negeri Semarang (Unes) Fathur Rokhman menyatakan penerima beasiswa Bidikmisi di kampusnya tahun lalu sebanyak 1.389 mahasiswa.
Mengenai prestasinya, ungkap Fathur, sangat membanggakan sebab indeks prestasi kumulatif mereka yang di atas 3,50 sebanyak 36% dan yang mendapat IPK 3,00 dan 3,50 sebanyak 59%. Ketua Asosiasi Perguruan Tinggi Swasta Indonesia Budi Djatmiko menyampaikan, enam tahun lalu Bidikmisi hanya untuk perguruan tinggi negeri (PTN) dan merupakan sesuatu yang tidak mungkin dinikmati mahasiswa PTS.
“Alhamdulillah sekarang sudah bertambah jumlah beasiswa Bidikmisi buat mahasiswa PTS,” katanya. Budi menjelaskan, dahulu syarat akreditasi kampus harus A dan B sulit dipenuhi PTS di luar Pulau Jawa bila mau diberi kuota beasiswa Bidikmisi, sementara kini sudah dipermudah.
Meski begitu, memang secara umum penerima beasiswa Bidikmisi di PTS masih sangat minim jumlahnya dibanding di PTN. Dia menggambarkan, PTS yang jumlahnya sekitar 4.000 ini total penerimaan Bidikmisi hanya 10-15%, sementara PTN yang jumlahnya 5% menerima 85- 90% mahasiswa Bidikmisi.
Dia berharap pemerintah ke depan lebih memperhatikan mahasiswa PTS sebab mereka sama-sama anak bangsa dan orang tuanya pun sama-sama membayar pajak.
“Seharusnya mereka bisa sederajat di hadapan pemerintah. Ini harus dikoreksi, tapi pelan-pelan saja, sebab memang perhatian pemerintah pada PTS belum juga maksimal dan anggaran buat PTS masih sangat minim juga,” terangnya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)