Selamat Datang Universitas Asing
A
A
A
JAKARTA - Persaingan perguruan tinggi (PT) di Tanah Air bakal sengit. Hal ini mengemuka setelah pemerintah membuka keran lebar-lebar bagi kampus asing swasta untuk beroperasi di Indonesia.
Bahkan pada pertengahan 2018 ini diperkirakan 5-10 kampus asing sudah akan beroperasi di Indonesia melalui kemitraan dengan kampus lokal. Sejauh ini sudah ada sejumlah kampus asing yang menawarkan diri. Beberapa kam pus dimaksud antara lain Central Queens land Uni versity, University of Cambridge, dan National Taiwan University.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohammad Nasir mengungkapkan, kebijakan tersebut diambil bukan hanya untuk meningkatkan layanan pendidikan tinggi, tapi juga menyangkut era revolusi industri 4.0.
Menurut dia, di era globalisasi seperti saat ini pun pemerintah tidak bisa melarang ekspansi perguruan tinggi asing ke Indonesia. Namun Nasir menegaskan, pemerintah ingin agar perguruan tinggi asing yang beroperasi di Indonesia dibatasi.
Menurut dia, untuk ta hun ini hanya akan ada 5-10 perguruan tinggi asing yang membuka cabang di Tanah Air. Seleksi bagi perguruan asing pun akan dilakukan dengan ketat agar tidak berdampak buruk bagi bangsa. Kementerian akan memastikan hanya perguruan asing yang unggul yang beroperasi di Indonesia.
”Namun ini akan kita hadapi sesuai dengan Nawacita yang tetap pada terwujudnya Indonesia yang berdaulat dan mandiri. Jangan sampai terjadi penjajahan baru," katanya saat konferensi pers mengenai kebijakan Kemenristek Dikti menghadapi globalisasi pendidikan dan revolusi industri 4.0 di Kantor Kemenristek Dikti.
Lompatan kebijakan yang dilakukan Kemenristek Dikti memicu pro-kontra. Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri, misalnya, menilai masuknya PT asing menjadi tantangan buat bangsa.
Oleh karena itu dia meminta pe merintah tidak langsung menarik mereka untuk langsung membuka kampus di Indonesia, melainkan harus melakukan kerja sama dengan kampus swasta yang sudah beroperasi lama di Indonesia.
”Sebaiknya untuk perlindungan dan kesempatan bagi kampus Indonesia, PT asing tidak langsung beroperasi di Indonesia. Andaikan harus beroperasi, maka harus bermitra dengan kampus lokal,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan melihat keinginan pemerintah ini akan sangat memberi keuntungan bagi PT asing. Kampus-kampus asing itu akan menerima banyak mahasiswa dan mendapat keuntungan besar.
”Di negaranya, terlebih di negara-negara yang tingkat kelahirannya rendah, mereka sudah mengalami kesulitan dalam peminat dan dapat menjadi ancaman bagi eksistensi perguruan tingginya,” kata dia.
Mantan Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 itu menyatakan, pasar calon mahasiswa akan berlimpah jika kampus asing boleh berdiri di Indonesia. Terlebih ketika beberapa universitas yang sudah ada di Indonesia tidak mau menambah jumlah mahasiswa baru dengan alasan kualitas.
Dengan kata lain, PT asing akan menjadi pasar yang luar biasa karena universitas luar akan mampu berinvestasi dalam jumlah yang besar untuk dosen, fasilitas, dan cara kerja yang membangun suasana kerja produktif. Pengamat pendidikan dari UPI lainnya, Profesor Dr Sunaryo Kartadinata, MPd, menyatakan keberadaan PT Asing merupakan hal biasa.
Misalnya Monash University yang membuka cabang di Malaysia dan salah satu negara di Afrika. ”Pertanyaannya, mengapa perguruan tinggi Indonesia tidak bisa membuka cabang di negara lain? Itu kan menjadi salah satu persoalan di dunia pendidikan kita,” ujar dia.
Dalam pandanganya, sebelum PT Asing beroperasi di Tanah Air, ada beberapa hal yang mesti dipertanyakan.
Misalnya apakah mereka independen atau berkolaborasi dengan perguruan tinggi di dalam negeri? Sejauh mana mereka mengikuti rambu-rambu pendidikan di Indonesia? Dia menggariskan, jangan sampai anak bangsa dididik di negara kita oleh orang atau perguruan tinggi asing yang tak hirau terhadap kehidupan dan jati diri bangsanya.
”Kami sebagai generasi tua, apa lagi pendidik, kan merasa rencana itu (perguruan tinggi asing membuka cabang di Indonesia) sungguh sangat merisaukan,” kata Sunaryo yang merupakan mantan Rektor UPI Bandung.
Sementara itu Rektor Universitas Pertamina Akhmaloka menyatakan, minat PT asing untuk beroperasi di Indonesia sudah ada sejak UU 12 disahkan pada 2012 lalu. Terkait dengan syarat kemitraan dengan PT lokal dan syarat dosen, mereka tidak keberatan.
Namun masalah yang terjadi dan menyebabkan PT asing mundur untuk berinvestasi ialah syarat pembukaan prodi yang harus berbasis sains atau MIPA. "Mereka keberatan karena harus buka sains. Itu cost-nya tinggi dan belum tentu uangnya balik dan juga tidak populer," katanya.
Mantan Rektor Institut Teknologi Bandung itu menuturkan, bagi kampus besar, syarat sains itu memang tidak masalah. Namun mereka pun inginnya hanya mau bermitra dengan kampus swasta ber akreditasi tinggi dan PTN yang sudah berkelas dunia. Dia berpendapat, akan lebih bagus jika wacana PT asing ini di awali dengan pertukaran mahasiswa dan program double degree terlebih dulu.
Sebab di sisi lain, institutional building kampus swasta akan lebih berkembang jika bermitra dengan PT asing. Persaingan akan berkembang secara sehat dan kampus kecil yang belum bisa meningkatkan mutu secara cepat pun tidak akan mati perlahan.
Sejumlah Syarat
Kebijakan pemerintah diambil berdasar UU Pendidikan Ting gi Nomor 12/2012. Namun, seperti tercantum pada Pasal 90, PT asing harus memperoleh izin terlebih dulu, berprin sip nirlaba, bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia, dan mengutamakan dosen serta tenaga kependidikan Indonesia.
Nasir menegaskan, pemerintah akan tetap berpegangan pada aturan undang-undang tersebut. Menurut dia, syarat wajibnya ada tiga, yakni kerja sama dengan kampus lokal, penetapan lokasi dari pemerintah, dan ketentuan program studi.
Untuk sementara prodi yang diizinkan adalah yang berbasis sains, teknologi, engineering and mathematics (STEM), dan bisnis teknologi. Dia menuturkan, nantinya kampus asing itu akan berstatus sebagai kampus swasta. Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi yang masih 32% menjadi alasan pemerintah mengundang kampus asing bermitra dengan kampus swasta lokal.
”Masuknya kampus asing tidak akan mematikan kampus swasta yang telah ada. Hal ini karena pasar pendidikan tinggi itu sudah tersegmentasi khusus,” katanya. (Neneng Zubaidah)
Bahkan pada pertengahan 2018 ini diperkirakan 5-10 kampus asing sudah akan beroperasi di Indonesia melalui kemitraan dengan kampus lokal. Sejauh ini sudah ada sejumlah kampus asing yang menawarkan diri. Beberapa kam pus dimaksud antara lain Central Queens land Uni versity, University of Cambridge, dan National Taiwan University.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohammad Nasir mengungkapkan, kebijakan tersebut diambil bukan hanya untuk meningkatkan layanan pendidikan tinggi, tapi juga menyangkut era revolusi industri 4.0.
Menurut dia, di era globalisasi seperti saat ini pun pemerintah tidak bisa melarang ekspansi perguruan tinggi asing ke Indonesia. Namun Nasir menegaskan, pemerintah ingin agar perguruan tinggi asing yang beroperasi di Indonesia dibatasi.
Menurut dia, untuk ta hun ini hanya akan ada 5-10 perguruan tinggi asing yang membuka cabang di Tanah Air. Seleksi bagi perguruan asing pun akan dilakukan dengan ketat agar tidak berdampak buruk bagi bangsa. Kementerian akan memastikan hanya perguruan asing yang unggul yang beroperasi di Indonesia.
”Namun ini akan kita hadapi sesuai dengan Nawacita yang tetap pada terwujudnya Indonesia yang berdaulat dan mandiri. Jangan sampai terjadi penjajahan baru," katanya saat konferensi pers mengenai kebijakan Kemenristek Dikti menghadapi globalisasi pendidikan dan revolusi industri 4.0 di Kantor Kemenristek Dikti.
Lompatan kebijakan yang dilakukan Kemenristek Dikti memicu pro-kontra. Wakil Ketua Komisi X DPR Abdul Fikri, misalnya, menilai masuknya PT asing menjadi tantangan buat bangsa.
Oleh karena itu dia meminta pe merintah tidak langsung menarik mereka untuk langsung membuka kampus di Indonesia, melainkan harus melakukan kerja sama dengan kampus swasta yang sudah beroperasi lama di Indonesia.
”Sebaiknya untuk perlindungan dan kesempatan bagi kampus Indonesia, PT asing tidak langsung beroperasi di Indonesia. Andaikan harus beroperasi, maka harus bermitra dengan kampus lokal,” kata politikus Partai Keadilan Sejahtera itu.
Pengamat pendidikan dari Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) Said Hamid Hasan melihat keinginan pemerintah ini akan sangat memberi keuntungan bagi PT asing. Kampus-kampus asing itu akan menerima banyak mahasiswa dan mendapat keuntungan besar.
”Di negaranya, terlebih di negara-negara yang tingkat kelahirannya rendah, mereka sudah mengalami kesulitan dalam peminat dan dapat menjadi ancaman bagi eksistensi perguruan tingginya,” kata dia.
Mantan Ketua Tim Pengembang Kurikulum 2013 itu menyatakan, pasar calon mahasiswa akan berlimpah jika kampus asing boleh berdiri di Indonesia. Terlebih ketika beberapa universitas yang sudah ada di Indonesia tidak mau menambah jumlah mahasiswa baru dengan alasan kualitas.
Dengan kata lain, PT asing akan menjadi pasar yang luar biasa karena universitas luar akan mampu berinvestasi dalam jumlah yang besar untuk dosen, fasilitas, dan cara kerja yang membangun suasana kerja produktif. Pengamat pendidikan dari UPI lainnya, Profesor Dr Sunaryo Kartadinata, MPd, menyatakan keberadaan PT Asing merupakan hal biasa.
Misalnya Monash University yang membuka cabang di Malaysia dan salah satu negara di Afrika. ”Pertanyaannya, mengapa perguruan tinggi Indonesia tidak bisa membuka cabang di negara lain? Itu kan menjadi salah satu persoalan di dunia pendidikan kita,” ujar dia.
Dalam pandanganya, sebelum PT Asing beroperasi di Tanah Air, ada beberapa hal yang mesti dipertanyakan.
Misalnya apakah mereka independen atau berkolaborasi dengan perguruan tinggi di dalam negeri? Sejauh mana mereka mengikuti rambu-rambu pendidikan di Indonesia? Dia menggariskan, jangan sampai anak bangsa dididik di negara kita oleh orang atau perguruan tinggi asing yang tak hirau terhadap kehidupan dan jati diri bangsanya.
”Kami sebagai generasi tua, apa lagi pendidik, kan merasa rencana itu (perguruan tinggi asing membuka cabang di Indonesia) sungguh sangat merisaukan,” kata Sunaryo yang merupakan mantan Rektor UPI Bandung.
Sementara itu Rektor Universitas Pertamina Akhmaloka menyatakan, minat PT asing untuk beroperasi di Indonesia sudah ada sejak UU 12 disahkan pada 2012 lalu. Terkait dengan syarat kemitraan dengan PT lokal dan syarat dosen, mereka tidak keberatan.
Namun masalah yang terjadi dan menyebabkan PT asing mundur untuk berinvestasi ialah syarat pembukaan prodi yang harus berbasis sains atau MIPA. "Mereka keberatan karena harus buka sains. Itu cost-nya tinggi dan belum tentu uangnya balik dan juga tidak populer," katanya.
Mantan Rektor Institut Teknologi Bandung itu menuturkan, bagi kampus besar, syarat sains itu memang tidak masalah. Namun mereka pun inginnya hanya mau bermitra dengan kampus swasta ber akreditasi tinggi dan PTN yang sudah berkelas dunia. Dia berpendapat, akan lebih bagus jika wacana PT asing ini di awali dengan pertukaran mahasiswa dan program double degree terlebih dulu.
Sebab di sisi lain, institutional building kampus swasta akan lebih berkembang jika bermitra dengan PT asing. Persaingan akan berkembang secara sehat dan kampus kecil yang belum bisa meningkatkan mutu secara cepat pun tidak akan mati perlahan.
Sejumlah Syarat
Kebijakan pemerintah diambil berdasar UU Pendidikan Ting gi Nomor 12/2012. Namun, seperti tercantum pada Pasal 90, PT asing harus memperoleh izin terlebih dulu, berprin sip nirlaba, bekerja sama dengan perguruan tinggi di Indonesia, dan mengutamakan dosen serta tenaga kependidikan Indonesia.
Nasir menegaskan, pemerintah akan tetap berpegangan pada aturan undang-undang tersebut. Menurut dia, syarat wajibnya ada tiga, yakni kerja sama dengan kampus lokal, penetapan lokasi dari pemerintah, dan ketentuan program studi.
Untuk sementara prodi yang diizinkan adalah yang berbasis sains, teknologi, engineering and mathematics (STEM), dan bisnis teknologi. Dia menuturkan, nantinya kampus asing itu akan berstatus sebagai kampus swasta. Angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi yang masih 32% menjadi alasan pemerintah mengundang kampus asing bermitra dengan kampus swasta lokal.
”Masuknya kampus asing tidak akan mematikan kampus swasta yang telah ada. Hal ini karena pasar pendidikan tinggi itu sudah tersegmentasi khusus,” katanya. (Neneng Zubaidah)
(nfl)