Aturan Dikotomi Diploma 4 Perlu Diubah
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah diminta mengubah aturan yang membuat jurusan vokasi diploma atau D4 termarjinalkan. Kesetaraan dalam bentuk aturan dengan sarjana akademik strata satu (S-1) akan mengangkat jurusan pendidikan terapan ini. Lulusan D4 dinilai lebih unggul daripada sarjana akademik.
Studi praktik mahasiswa D4 yang lebih lama dari sarjana bisa menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk lebih banyak mempekerjakan lulusan diploma. Mahasiswa D4 diwajibkan melakukan praktik langsung ke industri selama dua tahun.
Lamanya masa praktik inilah yang menyebabkan lulusan D4 memiliki skill dan keterampilan lebih baik di dunia kerja dibandingkan sarjana yang hanya menguasai teori. Hal ini disampaikan sejumlah pengelola vokasi di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, dan Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Jakarta.
Wakil Rektor I Unpad Arry Bainus mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendobrak kebekuan perguruan tinggi yang dianggap masih konvensional. Salah satunya membuka program studi yang lebih aplikatif, mengedepankan pendidikan keterampilan atau skill.
Namun demikian, gagasan itu mestinya diikuti perubahan aturan yang selama ini mengotak-ngotakkan lulusan D4 atau vokasi. “Pak Menteri dan Pak Presiden gagasannya hebat, tetapi kalau tidak serta-merta diikuti perubahan aturan, ini akan membelenggu keperguruan tinggi. Harusnya kalau ada niat seperti itu, diikuti aturan yang progresif,” katanya kemarin.
Saat ini aturan pemerintah secara tidak langsung menempatkan lulusan vokasi atau D4 sebagai warga kelas dua. Contohnya pada proses penerimaan mahasiswa baru ke perguruan tinggi.
“Penerimaan mahasiswa baru harus disamakan. Di permen (peraturan menteri) yang mengatur penerimaan mahasiswa baru SNMPTN atau SBMPTN, itu hanya untuk S-1. Belum ada untuk S-1 terapan atau vokasi,” ungkapnya.
Semestinya, permen itu bisa diubah dan menyamaratakan vokasi dan S-1. Dengan seperti itu, dia berharap vokasi bisa naik derajatnya. Begitu pun dengan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Mereka bisa melanjutkan ke lebih tinggi. Karena bila hanya di tuntut kerja, mereka belum siap. Mereka bisa melanjutkan ke program vokasi. Aturan berikutnya yang perlu direvisi adalah di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang dinyatakan bahwa S-1 grade-nya lebih tinggi ketimbang diploma.
“Itu celaka. Ketika kerja, S-1 golongan 3A, kalau D4 mungkin di bawah itu. Jadi antaraturan belum sinkron,” timpalnya.
Akibat berbagai dikotomi itu, lulusan program vokasi kesulitan melamar kerja. Industri lebih cenderung menerima lulusan S-1 ketimbang D4. Padahal, keduanya memiliki status sama. Selain itu, dari sisi keahlian, lulusan vokasi memiliki keterampilan lebih baik.
“PTN juga kadang-kadang karena terpaksa, karena sedang ramai saja buka vokasi. Padahal, pengajarnya hanya tahu teori. Mestinya, PTN jangan sembarangan ciptakan vokasi kalau belum siap SDM pengajarnya. Ke depan minimal kurikulumnya 40% teori dan 60% praktik,” katanya.
Di Unpad, lanjut dia, saat ini ada enam jurusan vokasi. Mayoritas adalah jurusan sosial seperti perpajakan.
Lebih Dibutuhkan
Langkah Kemenristek-Dikti menyurati sejumlah perusahaan negara dan swasta untuk meluruskan persepsi terkait sekolah D4 dianggap langkah tepat. Di dalam dunia kerja, lulusan D4 diklaim lebih banyak dibutuhkan karena memiliki kemampuan praktik yang tinggi.
“D4 dilatih untuk menjadi lulusan dengan kemampuan praktis yang tinggi, tetapi memiliki kemampuan manajerial,” terang Dekan Sekolah Vokasi UGM Wikan Sakarinto kemarin. Wikan meyakini, dengan kemampuan dan keterampilan praktik yang tinggi ini, lulusan D4 lebih banyak dibutuhkan dalam dunia kerja.
Keterampilan praktik tinggi ini diperoleh lantaran dalam pembelajarannya komposisi praktik 60%, sementara sisanya baru teori. Mahasiswa sekolah vokasi atau D4 di UGM juga melakukan kerja praktik di perusahaan atau magang selama satu semester full. “Mahasiswa kita selain ada KKN juga ada kerja magang enam bulan full,” tegasnya.
Dosen yang juga aktif di band dNext-G ini mendukung langkah Kemenristek-Dikti ini. Wikan memang mengakui banyak perusahaan yang masih belum paham betul dengan D4. Meski demikian, dia meyakini lambat laun perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia pasti akan banyak mengerti dan menerima lulusan D4.
“Fenomena itu memang ada (perusahaan belum paham D-4), namun saat ini lambat laun kami rasakan mulai berkurang. Sekarang sudah banyak yang mengerti, contohnya Pertamina. Mereka saat ini sudah banyak mengerti tentang lulusan D4,” tegasnya.
Senada dengan Wikan, Prof Wuryadi—pengamat pendidik an dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) menyebut perusahaan memang membutuhkan lulusan dengan keterampilan tinggi seperti yang dimiliki oleh lulusan D4.
“Yang dibutuhkan perusahaan ya itu (keterampilan praktis). Perusahaan sebenarnya tidak banyak membutuhkan sarjana dengan kemampuan teori dan penelitian karena tidak banyak manfaatnya untuk perusahaan,” terangnya.
Wuryadi menjelaskan, langkah pemerintah yang telah menyurati sejumlah perusahaan terkait lulusan D4 itu merupakan langkah yang tepat. Dalam surat itu cukup diberikan penjelasan tentang sekolah D4 kelebihan dan manfaatnya bagi perusahaan. “Tak perlu ada regulasi baru, cukup dengan surat yang menjelaskan tentang diploma 4,” tegasnya.
Sebelumnya Menristek-Dikti Mohamad Nasir mengaku telah mengirimkan surat kepada berbagai instansi baik instansi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), maupun pihak swasta yang menyatakan lulusan diploma IV setara dengan lulusan sarjana akademik.
Kantongi Sertifikasi
Sementara Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Jakarta Purnomo Ananto mengatakan, dari sisi keterampilan, mahasiswa D4 lebih unggul karena di politeknik ini mengutamakan praktik.
“Ini yang harus para pemimpin perusahaan tahu,” katanya. Purnomo menjelaskan, ketika mahasiswa selesai semester dua, dia akan menjalani masa orientasi industri selama dua pekan. Selanjutnya pada semester empat, mereka akan menjalani magang di industri selama tiga bulan. Dan pada semester enam, mahasiswa akan men jalani praktik industri selama satu semester.
Pada tahap ini, mereka akan praktik menjalani dunia kerja sesuai dengan bidang yang diinginkannya. Selain itu, setelah lulus para mahasiswa pun tidak hanya memegang ijazah saja, tetapi juga menerima sertifikat pendamping ijazah dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
“Mahasiswa memegang ijazah dan sertifikat sesuai bidang yang dia kuasai. Bayangkan betapa terampilnya dia saat bekerja nanti. Istilahnya, lulus sudah tinggal pakai saja,” katanya. Purnomo mengatakan, lulusan diploma juga kebanyakan tidak pusing mencari kerja, sebab pada masa praktik industri ini mereka sudah diincar perusahaan masing-masing untuk dipekerjakan setelah lulus. Kalaupun tidak bekerja, para lulusan juga bisa membuka lapangan kerja sendiri atau wirausaha.
Dia mengungkapkan, 10% lulusannya berwirausaha, 10-15% melanjutkan pendidikan dan sisanya bekerja. Koordinator Kopertis Wilayah III Illah Sailah menambahkan, masa studi mahasiswa D4 yang lebih banyak teori memang harus membuktikan bahwa lulusan D4 atau yang seharusnya disebut sarjana terapan ini lebih terampil dalam bekerja daripada sarjana biasa.
“Pendidikan yang diterima para sarjana terapan ini menciptakan lulusan yang terampil dalam bekerja,” katanya. Illah menjelaskan, pemerintah harus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa sarjana terapan itu satu level dengan sarjana.
Dia yakin lama kelamaan lulusan D4 akan lebih banyak dicari perusahaan. Namun, tidak hanya dengan sosialisasi yang harus dilakukan pemerintah, tapi dengan afirmasi lainnya juga menyangkut sarana dan tenaga pendidik.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin berpendapat, agar lulusan D4 tidak dipandang sebelah mata oleh perusahaan, pemerintah harus memastikan kompetensinya baik dan terakreditasi secara internasional. Selain itu, kampus pun harus memiliki jaringan yang kuat dengan perusahaan agar siswanya lebih cepat disalurkan ke perusahaan setelah lulus. (Arif Budianto/ Ainun Najib/ Neneng Zubaidah)
Studi praktik mahasiswa D4 yang lebih lama dari sarjana bisa menjadi bahan pertimbangan perusahaan untuk lebih banyak mempekerjakan lulusan diploma. Mahasiswa D4 diwajibkan melakukan praktik langsung ke industri selama dua tahun.
Lamanya masa praktik inilah yang menyebabkan lulusan D4 memiliki skill dan keterampilan lebih baik di dunia kerja dibandingkan sarjana yang hanya menguasai teori. Hal ini disampaikan sejumlah pengelola vokasi di beberapa perguruan tinggi seperti Universitas Padjadjaran (Unpad) Bandung, Universitas Gadjah Mada (UGM) Yogyakarta, dan Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Jakarta.
Wakil Rektor I Unpad Arry Bainus mengapresiasi upaya Presiden Joko Widodo (Jokowi) mendobrak kebekuan perguruan tinggi yang dianggap masih konvensional. Salah satunya membuka program studi yang lebih aplikatif, mengedepankan pendidikan keterampilan atau skill.
Namun demikian, gagasan itu mestinya diikuti perubahan aturan yang selama ini mengotak-ngotakkan lulusan D4 atau vokasi. “Pak Menteri dan Pak Presiden gagasannya hebat, tetapi kalau tidak serta-merta diikuti perubahan aturan, ini akan membelenggu keperguruan tinggi. Harusnya kalau ada niat seperti itu, diikuti aturan yang progresif,” katanya kemarin.
Saat ini aturan pemerintah secara tidak langsung menempatkan lulusan vokasi atau D4 sebagai warga kelas dua. Contohnya pada proses penerimaan mahasiswa baru ke perguruan tinggi.
“Penerimaan mahasiswa baru harus disamakan. Di permen (peraturan menteri) yang mengatur penerimaan mahasiswa baru SNMPTN atau SBMPTN, itu hanya untuk S-1. Belum ada untuk S-1 terapan atau vokasi,” ungkapnya.
Semestinya, permen itu bisa diubah dan menyamaratakan vokasi dan S-1. Dengan seperti itu, dia berharap vokasi bisa naik derajatnya. Begitu pun dengan lulusan sekolah menengah kejuruan (SMK). Mereka bisa melanjutkan ke lebih tinggi. Karena bila hanya di tuntut kerja, mereka belum siap. Mereka bisa melanjutkan ke program vokasi. Aturan berikutnya yang perlu direvisi adalah di Kementerian Pemberdayaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (Kemenpan RB) yang dinyatakan bahwa S-1 grade-nya lebih tinggi ketimbang diploma.
“Itu celaka. Ketika kerja, S-1 golongan 3A, kalau D4 mungkin di bawah itu. Jadi antaraturan belum sinkron,” timpalnya.
Akibat berbagai dikotomi itu, lulusan program vokasi kesulitan melamar kerja. Industri lebih cenderung menerima lulusan S-1 ketimbang D4. Padahal, keduanya memiliki status sama. Selain itu, dari sisi keahlian, lulusan vokasi memiliki keterampilan lebih baik.
“PTN juga kadang-kadang karena terpaksa, karena sedang ramai saja buka vokasi. Padahal, pengajarnya hanya tahu teori. Mestinya, PTN jangan sembarangan ciptakan vokasi kalau belum siap SDM pengajarnya. Ke depan minimal kurikulumnya 40% teori dan 60% praktik,” katanya.
Di Unpad, lanjut dia, saat ini ada enam jurusan vokasi. Mayoritas adalah jurusan sosial seperti perpajakan.
Lebih Dibutuhkan
Langkah Kemenristek-Dikti menyurati sejumlah perusahaan negara dan swasta untuk meluruskan persepsi terkait sekolah D4 dianggap langkah tepat. Di dalam dunia kerja, lulusan D4 diklaim lebih banyak dibutuhkan karena memiliki kemampuan praktik yang tinggi.
“D4 dilatih untuk menjadi lulusan dengan kemampuan praktis yang tinggi, tetapi memiliki kemampuan manajerial,” terang Dekan Sekolah Vokasi UGM Wikan Sakarinto kemarin. Wikan meyakini, dengan kemampuan dan keterampilan praktik yang tinggi ini, lulusan D4 lebih banyak dibutuhkan dalam dunia kerja.
Keterampilan praktik tinggi ini diperoleh lantaran dalam pembelajarannya komposisi praktik 60%, sementara sisanya baru teori. Mahasiswa sekolah vokasi atau D4 di UGM juga melakukan kerja praktik di perusahaan atau magang selama satu semester full. “Mahasiswa kita selain ada KKN juga ada kerja magang enam bulan full,” tegasnya.
Dosen yang juga aktif di band dNext-G ini mendukung langkah Kemenristek-Dikti ini. Wikan memang mengakui banyak perusahaan yang masih belum paham betul dengan D4. Meski demikian, dia meyakini lambat laun perusahaan-perusahaan yang ada di Indonesia pasti akan banyak mengerti dan menerima lulusan D4.
“Fenomena itu memang ada (perusahaan belum paham D-4), namun saat ini lambat laun kami rasakan mulai berkurang. Sekarang sudah banyak yang mengerti, contohnya Pertamina. Mereka saat ini sudah banyak mengerti tentang lulusan D4,” tegasnya.
Senada dengan Wikan, Prof Wuryadi—pengamat pendidik an dari Universitas Sarjanawiyata Tamansiswa (UST) menyebut perusahaan memang membutuhkan lulusan dengan keterampilan tinggi seperti yang dimiliki oleh lulusan D4.
“Yang dibutuhkan perusahaan ya itu (keterampilan praktis). Perusahaan sebenarnya tidak banyak membutuhkan sarjana dengan kemampuan teori dan penelitian karena tidak banyak manfaatnya untuk perusahaan,” terangnya.
Wuryadi menjelaskan, langkah pemerintah yang telah menyurati sejumlah perusahaan terkait lulusan D4 itu merupakan langkah yang tepat. Dalam surat itu cukup diberikan penjelasan tentang sekolah D4 kelebihan dan manfaatnya bagi perusahaan. “Tak perlu ada regulasi baru, cukup dengan surat yang menjelaskan tentang diploma 4,” tegasnya.
Sebelumnya Menristek-Dikti Mohamad Nasir mengaku telah mengirimkan surat kepada berbagai instansi baik instansi pemerintah, badan usaha milik negara (BUMN), maupun pihak swasta yang menyatakan lulusan diploma IV setara dengan lulusan sarjana akademik.
Kantongi Sertifikasi
Sementara Direktur Politeknik Negeri Media Kreatif (Polimedia) Jakarta Purnomo Ananto mengatakan, dari sisi keterampilan, mahasiswa D4 lebih unggul karena di politeknik ini mengutamakan praktik.
“Ini yang harus para pemimpin perusahaan tahu,” katanya. Purnomo menjelaskan, ketika mahasiswa selesai semester dua, dia akan menjalani masa orientasi industri selama dua pekan. Selanjutnya pada semester empat, mereka akan menjalani magang di industri selama tiga bulan. Dan pada semester enam, mahasiswa akan men jalani praktik industri selama satu semester.
Pada tahap ini, mereka akan praktik menjalani dunia kerja sesuai dengan bidang yang diinginkannya. Selain itu, setelah lulus para mahasiswa pun tidak hanya memegang ijazah saja, tetapi juga menerima sertifikat pendamping ijazah dari Lembaga Sertifikasi Profesi (LSP).
“Mahasiswa memegang ijazah dan sertifikat sesuai bidang yang dia kuasai. Bayangkan betapa terampilnya dia saat bekerja nanti. Istilahnya, lulus sudah tinggal pakai saja,” katanya. Purnomo mengatakan, lulusan diploma juga kebanyakan tidak pusing mencari kerja, sebab pada masa praktik industri ini mereka sudah diincar perusahaan masing-masing untuk dipekerjakan setelah lulus. Kalaupun tidak bekerja, para lulusan juga bisa membuka lapangan kerja sendiri atau wirausaha.
Dia mengungkapkan, 10% lulusannya berwirausaha, 10-15% melanjutkan pendidikan dan sisanya bekerja. Koordinator Kopertis Wilayah III Illah Sailah menambahkan, masa studi mahasiswa D4 yang lebih banyak teori memang harus membuktikan bahwa lulusan D4 atau yang seharusnya disebut sarjana terapan ini lebih terampil dalam bekerja daripada sarjana biasa.
“Pendidikan yang diterima para sarjana terapan ini menciptakan lulusan yang terampil dalam bekerja,” katanya. Illah menjelaskan, pemerintah harus menggencarkan sosialisasi kepada masyarakat bahwa sarjana terapan itu satu level dengan sarjana.
Dia yakin lama kelamaan lulusan D4 akan lebih banyak dicari perusahaan. Namun, tidak hanya dengan sosialisasi yang harus dilakukan pemerintah, tapi dengan afirmasi lainnya juga menyangkut sarana dan tenaga pendidik.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin berpendapat, agar lulusan D4 tidak dipandang sebelah mata oleh perusahaan, pemerintah harus memastikan kompetensinya baik dan terakreditasi secara internasional. Selain itu, kampus pun harus memiliki jaringan yang kuat dengan perusahaan agar siswanya lebih cepat disalurkan ke perusahaan setelah lulus. (Arif Budianto/ Ainun Najib/ Neneng Zubaidah)
(nfl)