Pemerintah Tak Pernah Larang Mahasiswi Bercadar
A
A
A
JAKARTA - Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) Mohammad Nasir menyatakan, pemerintah tidak pernah melarang pemakaian cadar bagi mahasiswi di kampus.
Kebijakan pelarangan itu, menurut dia, merupakan kewenangan atau otoritas sepenuhnya kampus. Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini mengatakan, pemerintah hanya melarang jika ada unsur radikalisme yang berkembang di dalam kampus.
“Larangan mahasiswi bercadar bagi saya hak seseorang. Radikalisme yang kami larang. Tentang mereka berpakaian, laki-laki mau pakai kopiah, ya silakan, asal memenuhi etika. Itu (larangan ber cadar) saya serahkan kepada perguruan tinggi,” tandas Nasir di Jakarta kemarin.
Nasir menekankan, jangan sampai perguruan tinggi melakukan diskriminasi, baik kepada mahasiswa maupun dosen.
Menurut dia, di lingkungan kampus harus hidup berdampingan antarsesama manusia, suku, dan agama apa pun. Siapa pun, ujarnya, harus mendapatkan haknya hingga berhak mendapat proses pembelajaran.
Karena itu, sekali lagi dia menekankan bahwa larangan bercadar ini diserahkan sepenuhnya kepada kampus. Jika memang ada indikasi radikalisme yang terjadi di kampus, maka Kemenristek Dikti akan memanggil langsung rektornya.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) akan mengawasi kampus yang melakukan pembinaan terhadap mahasiswi bercadar.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, apa yang dilakukan kampus dengan melarang mahasiswi bercadar, seperti yang dilakukan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lebih disebabkan adanya kekhawatiran mahasiswi akan terpenetrasi ideologi tertentu.
Meski ada hak otonomi kampus, Kemenag tetap akan mengawasi pembinaan itu. Ka maruddin mengatakan, meski Kemenag mendukung adanya pembinaan, dia menggarisbawahi bahwa kebijakan setelah pembinaan kepada mahasiswi itu akan dilihat lagi dasar dan argumennya.
Selain itu, kampus juga harus membuktikan dulu apa benar mahasiswi itu terpenetrasi ideologi tertentu. (Neneng Zubaidah)
Kebijakan pelarangan itu, menurut dia, merupakan kewenangan atau otoritas sepenuhnya kampus. Mantan Rektor Universitas Diponegoro ini mengatakan, pemerintah hanya melarang jika ada unsur radikalisme yang berkembang di dalam kampus.
“Larangan mahasiswi bercadar bagi saya hak seseorang. Radikalisme yang kami larang. Tentang mereka berpakaian, laki-laki mau pakai kopiah, ya silakan, asal memenuhi etika. Itu (larangan ber cadar) saya serahkan kepada perguruan tinggi,” tandas Nasir di Jakarta kemarin.
Nasir menekankan, jangan sampai perguruan tinggi melakukan diskriminasi, baik kepada mahasiswa maupun dosen.
Menurut dia, di lingkungan kampus harus hidup berdampingan antarsesama manusia, suku, dan agama apa pun. Siapa pun, ujarnya, harus mendapatkan haknya hingga berhak mendapat proses pembelajaran.
Karena itu, sekali lagi dia menekankan bahwa larangan bercadar ini diserahkan sepenuhnya kepada kampus. Jika memang ada indikasi radikalisme yang terjadi di kampus, maka Kemenristek Dikti akan memanggil langsung rektornya.
Sementara itu, Kementerian Agama (Kemenag) akan mengawasi kampus yang melakukan pembinaan terhadap mahasiswi bercadar.
Dirjen Pendidikan Islam Kemenag Kamaruddin Amin mengatakan, apa yang dilakukan kampus dengan melarang mahasiswi bercadar, seperti yang dilakukan UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, lebih disebabkan adanya kekhawatiran mahasiswi akan terpenetrasi ideologi tertentu.
Meski ada hak otonomi kampus, Kemenag tetap akan mengawasi pembinaan itu. Ka maruddin mengatakan, meski Kemenag mendukung adanya pembinaan, dia menggarisbawahi bahwa kebijakan setelah pembinaan kepada mahasiswi itu akan dilihat lagi dasar dan argumennya.
Selain itu, kampus juga harus membuktikan dulu apa benar mahasiswi itu terpenetrasi ideologi tertentu. (Neneng Zubaidah)
(nfl)