Mahasiswa ITS Ciptakan Beton Limbah Batubara Ramah Lingkungan
A
A
A
SURABAYA - Bermodal limbah batu bara, mahasiswa Teknik Sipil Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) Surabaya menjadi jawara lomba beton nasional CIVFEST 2018 di Politeknik Negeri Jakarta. Beton buatan mereka dianggap kuat dan bisa mengurangi pencemaran lingkungan.
Tim ITS yang digawangi Kurniawan Sugianto, Yusak Nurrizki, dan Alnardo Khotani ini tergabung dalam Tim Awig Awig 59. Ketiganya berhasil menggondol juara dua dengan mengangkat tema Beton Berbahan fly ash dan copper slag (Flaco).
Alnardo Khotani menuturkan, fly ash atau abu terbang merupakan jenis limbah yang berasal dari pembakaran batu bara. Abu terbang menjadi penyumbang limbah terbesar dengan bobot total 219.000 ton per tahun. Jumlah limbah itu tentu meresahkan lingkungan di Indonesia. Data tersebut mereka peroleh dari PT Suralaya, Banten.
“Kalau untuk copper slag merupakan jenis limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk butiran runcing, kasar, dan padat. Limbah tersebut diperoleh dengan bobot total 19.000 ton per tahun di PT Smelting Gresik,” ujar Alnardo, Minggu (18/3/2018).
Ia melanjutkan, kedua limbah tersebut digunakan sebagai bahan tambahan campuran beton dan sebagai subtituen atau bahan pengganti. Langkah ini terbukti tepat dengan kualitas beton yang dihasilkan lebih kuat.
“Para dewan juri menilai pembuatan beton dengan limbah tersebut lebih mengarah ke nilai ekonomis, inovatif, dan lingkungan,” katanya.
Selain itu, tim juga memberikan komposisi bahan dengan senyawa kimia berjenis superplasticizer dan retarder guna menjaga keenceran, sifat plastis dan kekuatan beton selama selang waktu beberapa jam. Limbah yang dulunya dianggap sebagai bahan buangan, kini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku yang memiliki nilai guna besar.
Kedua senyawa tersebut, katanya, berfungsi memperlambat pengerasan beton sehingga beton terlihat encer meskipun dalam jangka waktu yang agak lama dan kondisi cuaca yang panas. Meskipun mampu memberikan sifat keenceran, kedua senyawa tidak mengakibatkan penuruan kekuatan beton, bahkan kekuatan beton dapat sedikit meningkat.
Kurniawan Sugianto, salah satu mahasiswa lainnya, mengaku kalau tim merasa kesulitan di waktu persiapan dalam penentuan kadar senyawa. Namun, kesulitan itu akhirnya bisa dipecahkan dengan perpaduan kadar yang sempurna.
“Menurut kami, pemberian dan penentuan kadar superplasticizer dan retarder ke dalam campuran beton adalah yang paling rumit dan sulit. Pasalnya jika tidak benar-benar sesuai kadarnya maka beton akan mudah rusak. Sebanyak lima kali pengujian yang telah kita lakukan untuk mendapatkan kadar yang lebih tepat,” jelas Kurniawan.
Pada perlombaan tersebut, beton buatan Tim Awig Awig 59 telah diuji oleh dewan juri dengan uji slump yaitu pengujian yang digunakan untuk menentukan kekakuan campuran beton dalam menentukan tingkat workability-nya. Awalnya, campuran beton dimasukkan ke dalam wadah kerucut yang dikenal cone dengan tinggi 30 cm.
Dalam peraturannya, ketika cone diangkat, maka beton diperbolehkan mengalami penurunan sekitar 14 cm. Alhasil, beton dari Tim Awig Awig 59 mengalami penurunan sekitar 2 cm. Hal tersebutlah yang membuat tim awig awig 59 mampu menggondol juara.
"Rasanya bersyukur, saat berlomba memperoleh hasil baik dan bisa juara. Semoga menjadi motivasi dan inspirasi bagi diri dan semua mahasiswa lainnya," ucapnya.
Tim ITS yang digawangi Kurniawan Sugianto, Yusak Nurrizki, dan Alnardo Khotani ini tergabung dalam Tim Awig Awig 59. Ketiganya berhasil menggondol juara dua dengan mengangkat tema Beton Berbahan fly ash dan copper slag (Flaco).
Alnardo Khotani menuturkan, fly ash atau abu terbang merupakan jenis limbah yang berasal dari pembakaran batu bara. Abu terbang menjadi penyumbang limbah terbesar dengan bobot total 219.000 ton per tahun. Jumlah limbah itu tentu meresahkan lingkungan di Indonesia. Data tersebut mereka peroleh dari PT Suralaya, Banten.
“Kalau untuk copper slag merupakan jenis limbah industri peleburan tembaga yang berbentuk butiran runcing, kasar, dan padat. Limbah tersebut diperoleh dengan bobot total 19.000 ton per tahun di PT Smelting Gresik,” ujar Alnardo, Minggu (18/3/2018).
Ia melanjutkan, kedua limbah tersebut digunakan sebagai bahan tambahan campuran beton dan sebagai subtituen atau bahan pengganti. Langkah ini terbukti tepat dengan kualitas beton yang dihasilkan lebih kuat.
“Para dewan juri menilai pembuatan beton dengan limbah tersebut lebih mengarah ke nilai ekonomis, inovatif, dan lingkungan,” katanya.
Selain itu, tim juga memberikan komposisi bahan dengan senyawa kimia berjenis superplasticizer dan retarder guna menjaga keenceran, sifat plastis dan kekuatan beton selama selang waktu beberapa jam. Limbah yang dulunya dianggap sebagai bahan buangan, kini bisa dimanfaatkan sebagai bahan baku yang memiliki nilai guna besar.
Kedua senyawa tersebut, katanya, berfungsi memperlambat pengerasan beton sehingga beton terlihat encer meskipun dalam jangka waktu yang agak lama dan kondisi cuaca yang panas. Meskipun mampu memberikan sifat keenceran, kedua senyawa tidak mengakibatkan penuruan kekuatan beton, bahkan kekuatan beton dapat sedikit meningkat.
Kurniawan Sugianto, salah satu mahasiswa lainnya, mengaku kalau tim merasa kesulitan di waktu persiapan dalam penentuan kadar senyawa. Namun, kesulitan itu akhirnya bisa dipecahkan dengan perpaduan kadar yang sempurna.
“Menurut kami, pemberian dan penentuan kadar superplasticizer dan retarder ke dalam campuran beton adalah yang paling rumit dan sulit. Pasalnya jika tidak benar-benar sesuai kadarnya maka beton akan mudah rusak. Sebanyak lima kali pengujian yang telah kita lakukan untuk mendapatkan kadar yang lebih tepat,” jelas Kurniawan.
Pada perlombaan tersebut, beton buatan Tim Awig Awig 59 telah diuji oleh dewan juri dengan uji slump yaitu pengujian yang digunakan untuk menentukan kekakuan campuran beton dalam menentukan tingkat workability-nya. Awalnya, campuran beton dimasukkan ke dalam wadah kerucut yang dikenal cone dengan tinggi 30 cm.
Dalam peraturannya, ketika cone diangkat, maka beton diperbolehkan mengalami penurunan sekitar 14 cm. Alhasil, beton dari Tim Awig Awig 59 mengalami penurunan sekitar 2 cm. Hal tersebutlah yang membuat tim awig awig 59 mampu menggondol juara.
"Rasanya bersyukur, saat berlomba memperoleh hasil baik dan bisa juara. Semoga menjadi motivasi dan inspirasi bagi diri dan semua mahasiswa lainnya," ucapnya.
(kri)