Perlu Perubahan Kebijakan Agar Masuk PTN Semakin Mudah
A
A
A
MENJADI mahasiswa perguruan tinggi negeri (PTN) di Jawa Barat masih menjadi idaman bagi para ulusan SLTA/sederajat di Indonesia. Namun untuk masuk ke PTN ternama seperti Institut Teknologi Bandung (ITB), Universitas Padjadjaran (Unpad) maupun Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) bukanlah hal yang mudah.
Selain sarana dan prasarana kampus yang terbatas, PTN pun berada dalam posisi yang "terkunci" oleh berbagai kebijakan pemerintah pusat. Kondisi tersebut membuat kuota mahasiswa yang dapat diterima di PTN menjadi terbatas. Kondisi itu pula yang membuat calon mahasiswa, khususnya calon mahasiswa jalur mandiri, harus mengeluarkan dana cukup besar untuk masuk PTN.
"Kondisi ini akibat kebijakan yang saling mengunci. Tidak mengherankan kalau masuk PTN itu sulit," ungkap pakar pendidikan dari UPI Sahid Hamid di Bandung, Kamis (19/4/2018). Sahid memaparkan, kapasitas kampus PTN di Jabar saat ini sangat terbatas, sementara jumlah lulusan SLTA/sederajat terus meningkat setiap tahun. Dia mengapresiasi kebijakan Pemprov Jabar membangun kampus PTN ternama di luar domisili seperti halnya Kampus ITB di Jatinangor, IPB di Sukabumi, dan Unpad di Pangandaran. "Fasilitas kampus perlu terus ditambah agar kuota mahasiswa baru bisa lebih besar," katanya.
Selain menambah sarana dan prasarana kampus, Sahid pun menyebut program Universitas Terbuka (UT) sebagai solusi lain untuk mengatasi persoalan sulitnya masuk PTN. Menurutnya pendirian UT yang berstatus universitas negeri bertujuan meningkatkan kapasitas dan akses kepada semua orang untuk menempuh pendidikan tinggi melalui sistem pembelajaran yang fleksibel, yakni terbuka dan jarak jauh. "Program UT itu harus dikuatkan," ujarnya.
Sahid melanjutkan, selain kapasitas sarana dan prasarana kampus yang terbatas, persoalan lain yang menjadi penyebab sulitnya calon mahasiswa masuk PTN adalah kebijakan pusat yang mengakibatkan jumlah tenaga pengajar atau dosen PTN terbatas. Dia menyebutkan, kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengenai linearitas bidang ilmu bagi dosen menyebabkan jumlah dosen PTN terbatas. Sebab linearitas bidang ilmu menuntut dosen harus memiliki bidang ilmu yang linier (serumpun). Akibatnya PTN pun mengalami kesulitan dalam menambah dosennya. "Pengembangan program studi pun menjadi terhambat akibat kebijakan itu," katanya.
Kebijakan lain yang dinilainya menjadi penyebab sulitnya masuk PTN adalah moratorium pegawai negeri sipil (PNS), termasuk dosen PTN di dalamnya, yang digulirkan pemerintah pusat beberapa tahun terakhir ini. Menurutnya moratorium mengakibatkan PTN kekurangan dosen. "Jumlah dosen terbatas, sementara PTN pun harus mematuhi aturan rasio antara dosen dan mahasiswa," jelasnya.
Disinggung soal tingginya biaya masuk PTN yang cukup besar bagi mahasiswa jalur mandiri, Sahid membenarkannya. Menurut dia, PTN terpaksa menetapkan biaya yang mahal bagi mahasiswa jalur mandiri. Sebab biaya tersebut diperlukan untuk membiayai tambahan fasilitas sarana dan prasarana bagi mahasiswa jalur mandiri akibat fasilitas PTN yang terbatas itu.
Sahid menekankan, untuk mengatasi persoalan sulitnya masuk PTN, pemerintah pusat harus berani membuat loncatan kebijakan. Bahkan, dia menyatakan, kebijakan yang saling mengunci tersebut harus diubah agar kuota mahasiswa baru di PTN bisa bertambah. "Jadi kebijakan ini satu sama lain saling mengunci sehingga kapasitas (PTN) pun menjadi terbatas. Pusat harus bisa membuat loncatan kebijakan dengan mengubah kebijakan-kebijakan yang mengakibatkan kapasitas PTN menjadi terbatas," tandasnya.
Eksistensi sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) yang tersebar di sejumlah wilayah di Jawa Barat tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan PTS-PTS tersebut tidak layak disebut sebagai "ban serep" atau hanya menjadi alternatif terakhir pilihan calon mahasiswa yang gagal bersaing untuk bisa masuk dan diterima di PTN.
Salah satu PTS yang cukup disegani dan telah banyak menghasilkan puluhan ribu alumninya adalah Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani). Pasalnya perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP) ini memiliki sejumlah fakultas favorit seperti Fakultas Kedokteran, Metalurgi, Teknik, Ilmu Pemerintahan. "Kami berupaya terus meningkatkan grade setiap program studi (prodi), karena itu saya pikir kami sudah memiliki kesetaraan dengan PTN, khususnya untuk Fakultas Kedokteran," kata Rektor Unjani, Witjaksono, M.Sc, kepada KORAN SINDO seusai proses wisuda 1.313 wisudawan di Gedung Sasana Krida Unjani, Jalan Terusan Jenderal Sudirman, Kota Cimahi, Kamis (19/4/2018).
Menurutnya untuk mahasiswa di Fakultas Kedokteran itu sekitar 60%nya adalah yang mendaftar langsung. Artinya mereka bukanlah calon mahasiswa yang gagal dan tidak diterima di PTN, tapi karena percaya dengan kualitas dan kompetensi Unjani sehingga menjadikan Unjani pilihan pertama untuk menimba ilmu. Termasuk juga prodi lain yang minimal memiliki grade B, ternyata mampu menjadi daya tarik mahasiswa baru.
Pria yang pernah tinggal 12 tahun di luar negeri itu membandingkan kampus-kampus di Indonesia dengan negara lain. Diakuinya banyak kampus swasta di Amerika yang justru lebih maju daripada kampus negeri atau milik pemerintah. Contohnya seperti Harvard, Boston University, dll yang berkembang pesat karena lebih bebas bergerak mengembangkan sayap dan mendapatkan dana hibah tanpa ada keterikatan dari pemerintah.
"Nilai uji kompetensi PTS kami tinggi, apalagi kami juga memiliki base hospital yang bisa dipakai langsung untuk praktik dan magang mahasiswa kedokteran sehingga kami yakin kampus ini akan menjadi pilihan prioritas," tandasnya.
Dicontohkannya, setiap tahunnya selalu ada perusahaan asal Jepang yang berlokasi di Cilegon selalu mencari lulusan asal Unjani. Itu menjadi bukti bahwa alumni kampus ini sangat diminati dan teruji sangat baik di masyarakat. Pembekalan integritas, disiplin, serta keberadaan Carier Development Center (CDC) dalam menyiapkan lulusan berkualitas sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi di Unjani terbilang efektif.
Sepanjang tahun 2018 ini, pihaknya juga telah memiliki dua kesepakatan awal mengenai program beasiswa untuk melanjutkan studi pascasarjana bagi empat lulusan terbaik secara fully funded. Kerja sama dalam bidang tridarma perguruan tinggi juga dilakukan seperti pertukaran mahasiswa dengan Jurusan Kimia di Yamagata University Jepang maupun program magang yang bermitra di instansi dalam maupun luar negeri.
"Kualitas dosen juga terus ditingkatkan kualitas ilmunya, tidak sekadar S-1, S-2, tapi juga diharapkan banyak melahirkan profesor dari Unjani," katanya.
Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi Adi Mulyono menambahkan, Unjani harus terus konsisten dalam menghasilkan alumni yang berkualitas dan mampu menjaga nilai-nilai baik di mana pun bekerja dan berada. Pihaknya juga mengapresiasi kinerja jajaran civitas academica Unjani atas kerja kerasnya yang sejalan serta sepemikiran dengan komitmen YKEP dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kami terus berupaya membantu meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat melalui penyediaan layanan pendidikan yang baik dan bermutu," sebutnya.
Selain sarana dan prasarana kampus yang terbatas, PTN pun berada dalam posisi yang "terkunci" oleh berbagai kebijakan pemerintah pusat. Kondisi tersebut membuat kuota mahasiswa yang dapat diterima di PTN menjadi terbatas. Kondisi itu pula yang membuat calon mahasiswa, khususnya calon mahasiswa jalur mandiri, harus mengeluarkan dana cukup besar untuk masuk PTN.
"Kondisi ini akibat kebijakan yang saling mengunci. Tidak mengherankan kalau masuk PTN itu sulit," ungkap pakar pendidikan dari UPI Sahid Hamid di Bandung, Kamis (19/4/2018). Sahid memaparkan, kapasitas kampus PTN di Jabar saat ini sangat terbatas, sementara jumlah lulusan SLTA/sederajat terus meningkat setiap tahun. Dia mengapresiasi kebijakan Pemprov Jabar membangun kampus PTN ternama di luar domisili seperti halnya Kampus ITB di Jatinangor, IPB di Sukabumi, dan Unpad di Pangandaran. "Fasilitas kampus perlu terus ditambah agar kuota mahasiswa baru bisa lebih besar," katanya.
Selain menambah sarana dan prasarana kampus, Sahid pun menyebut program Universitas Terbuka (UT) sebagai solusi lain untuk mengatasi persoalan sulitnya masuk PTN. Menurutnya pendirian UT yang berstatus universitas negeri bertujuan meningkatkan kapasitas dan akses kepada semua orang untuk menempuh pendidikan tinggi melalui sistem pembelajaran yang fleksibel, yakni terbuka dan jarak jauh. "Program UT itu harus dikuatkan," ujarnya.
Sahid melanjutkan, selain kapasitas sarana dan prasarana kampus yang terbatas, persoalan lain yang menjadi penyebab sulitnya calon mahasiswa masuk PTN adalah kebijakan pusat yang mengakibatkan jumlah tenaga pengajar atau dosen PTN terbatas. Dia menyebutkan, kebijakan Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi (Dirjen Dikti) mengenai linearitas bidang ilmu bagi dosen menyebabkan jumlah dosen PTN terbatas. Sebab linearitas bidang ilmu menuntut dosen harus memiliki bidang ilmu yang linier (serumpun). Akibatnya PTN pun mengalami kesulitan dalam menambah dosennya. "Pengembangan program studi pun menjadi terhambat akibat kebijakan itu," katanya.
Kebijakan lain yang dinilainya menjadi penyebab sulitnya masuk PTN adalah moratorium pegawai negeri sipil (PNS), termasuk dosen PTN di dalamnya, yang digulirkan pemerintah pusat beberapa tahun terakhir ini. Menurutnya moratorium mengakibatkan PTN kekurangan dosen. "Jumlah dosen terbatas, sementara PTN pun harus mematuhi aturan rasio antara dosen dan mahasiswa," jelasnya.
Disinggung soal tingginya biaya masuk PTN yang cukup besar bagi mahasiswa jalur mandiri, Sahid membenarkannya. Menurut dia, PTN terpaksa menetapkan biaya yang mahal bagi mahasiswa jalur mandiri. Sebab biaya tersebut diperlukan untuk membiayai tambahan fasilitas sarana dan prasarana bagi mahasiswa jalur mandiri akibat fasilitas PTN yang terbatas itu.
Sahid menekankan, untuk mengatasi persoalan sulitnya masuk PTN, pemerintah pusat harus berani membuat loncatan kebijakan. Bahkan, dia menyatakan, kebijakan yang saling mengunci tersebut harus diubah agar kuota mahasiswa baru di PTN bisa bertambah. "Jadi kebijakan ini satu sama lain saling mengunci sehingga kapasitas (PTN) pun menjadi terbatas. Pusat harus bisa membuat loncatan kebijakan dengan mengubah kebijakan-kebijakan yang mengakibatkan kapasitas PTN menjadi terbatas," tandasnya.
Eksistensi sejumlah perguruan tinggi swasta (PTS) yang tersebar di sejumlah wilayah di Jawa Barat tidak bisa dipandang sebelah mata. Bahkan PTS-PTS tersebut tidak layak disebut sebagai "ban serep" atau hanya menjadi alternatif terakhir pilihan calon mahasiswa yang gagal bersaing untuk bisa masuk dan diterima di PTN.
Salah satu PTS yang cukup disegani dan telah banyak menghasilkan puluhan ribu alumninya adalah Universitas Jenderal Achmad Yani (Unjani). Pasalnya perguruan tinggi yang berada di bawah naungan Yayasan Kartika Eka Paksi (YKEP) ini memiliki sejumlah fakultas favorit seperti Fakultas Kedokteran, Metalurgi, Teknik, Ilmu Pemerintahan. "Kami berupaya terus meningkatkan grade setiap program studi (prodi), karena itu saya pikir kami sudah memiliki kesetaraan dengan PTN, khususnya untuk Fakultas Kedokteran," kata Rektor Unjani, Witjaksono, M.Sc, kepada KORAN SINDO seusai proses wisuda 1.313 wisudawan di Gedung Sasana Krida Unjani, Jalan Terusan Jenderal Sudirman, Kota Cimahi, Kamis (19/4/2018).
Menurutnya untuk mahasiswa di Fakultas Kedokteran itu sekitar 60%nya adalah yang mendaftar langsung. Artinya mereka bukanlah calon mahasiswa yang gagal dan tidak diterima di PTN, tapi karena percaya dengan kualitas dan kompetensi Unjani sehingga menjadikan Unjani pilihan pertama untuk menimba ilmu. Termasuk juga prodi lain yang minimal memiliki grade B, ternyata mampu menjadi daya tarik mahasiswa baru.
Pria yang pernah tinggal 12 tahun di luar negeri itu membandingkan kampus-kampus di Indonesia dengan negara lain. Diakuinya banyak kampus swasta di Amerika yang justru lebih maju daripada kampus negeri atau milik pemerintah. Contohnya seperti Harvard, Boston University, dll yang berkembang pesat karena lebih bebas bergerak mengembangkan sayap dan mendapatkan dana hibah tanpa ada keterikatan dari pemerintah.
"Nilai uji kompetensi PTS kami tinggi, apalagi kami juga memiliki base hospital yang bisa dipakai langsung untuk praktik dan magang mahasiswa kedokteran sehingga kami yakin kampus ini akan menjadi pilihan prioritas," tandasnya.
Dicontohkannya, setiap tahunnya selalu ada perusahaan asal Jepang yang berlokasi di Cilegon selalu mencari lulusan asal Unjani. Itu menjadi bukti bahwa alumni kampus ini sangat diminati dan teruji sangat baik di masyarakat. Pembekalan integritas, disiplin, serta keberadaan Carier Development Center (CDC) dalam menyiapkan lulusan berkualitas sesuai dengan kurikulum berbasis kompetensi di Unjani terbilang efektif.
Sepanjang tahun 2018 ini, pihaknya juga telah memiliki dua kesepakatan awal mengenai program beasiswa untuk melanjutkan studi pascasarjana bagi empat lulusan terbaik secara fully funded. Kerja sama dalam bidang tridarma perguruan tinggi juga dilakukan seperti pertukaran mahasiswa dengan Jurusan Kimia di Yamagata University Jepang maupun program magang yang bermitra di instansi dalam maupun luar negeri.
"Kualitas dosen juga terus ditingkatkan kualitas ilmunya, tidak sekadar S-1, S-2, tapi juga diharapkan banyak melahirkan profesor dari Unjani," katanya.
Ketua Yayasan Kartika Eka Paksi Adi Mulyono menambahkan, Unjani harus terus konsisten dalam menghasilkan alumni yang berkualitas dan mampu menjaga nilai-nilai baik di mana pun bekerja dan berada. Pihaknya juga mengapresiasi kinerja jajaran civitas academica Unjani atas kerja kerasnya yang sejalan serta sepemikiran dengan komitmen YKEP dalam ikut serta mencerdaskan kehidupan bangsa.
"Kami terus berupaya membantu meningkatkan kesejahteraan seluruh masyarakat melalui penyediaan layanan pendidikan yang baik dan bermutu," sebutnya.
(amm)