Merajut Mimpi di Kampus Negeri
loading...
A
A
A
JAKARTA - Berkuliah di kampus-kampus negeri masih menjadi cita-cita favorit banyak anak muda Indonesia. Sayangnya, daya tampung perguruan tinggi negeri (PTN) sedemikian terbatas. Banyak dari lulusan SMA pun terpaksa mengubur mimpi.
Anas Fajrul Alam (18) lulusan SMA Negeri 2 Lamongan, awal pekan lalu mencoba peruntungan untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2020. Berangkat sehabis subuh, dia harus menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari rumahnya untuk sampai di lokasi ujian SBMPTN di Surabaya. Bersepeda motor, berdua dengan sang ayah. “Saya ingin masuk Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri (UIN) Ibnu Khaldun, Malang. Saya ingin jadi ahli ekonomi syariah,” katanya kepada KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
Anas hanyalah satu di antara 703.875 siswa lulusan SMA yang hari-hari ini mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Melalui jalur SBMPTN, dia dan ratusan lulusan SMA lainnya akan memperebutkan setidaknya 40% kuota dari daya tampung masing-masing program studi di PTN.
Selain SBMPTN, jalur masuk PTN juga bisa melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Untuk jalur ini masing-masing PTN diharuskan menyediakan alokasi minimal 20% dari daya tampung masing-masing prodi. Jalur SNMPTN didasarkan pada prestasi akademik atau prestasi lain dari calon mahasiswa. (Baca: 15.307 Peserta Ikuti UTBK di UGM dengan Protokol Kesehatan covid-19)
Untuk tahun ini, jalur SNMPTN diikuti 489.601 siswa dari 15.296 sekolah. Selain jalur SNMPTN dan SBMPTN, proses calon mahasiswa juga bisa ikut Seleksi Mandiri yang digelar masing-masing PTN. Untuk jalur mandiri ini, masing-masing PTN maksimal dijatah 30% dari kuota di masing-masing program studi.
Berdasarkan data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) Kemendikbud, saat ini jumlah PTN ada 122. Terbagi atas 63 universitas, 43 politehnik, 12 institut, dan 4 akademi komunitas.
Meskipun dengan tingkat persaingan yang begitu ketat, namun peminat seleksi masuk PTN dari masing-masing jalur tetap tinggi. Menempuh pendidikan di PTN bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap lebih memberikan jaminan mutu maupun kesempatan besar di dunia kerja.
Selain itu, biaya kuliah di PTN juga relatif jauh lebih ringan dibandingkan jika harus menempuh pendidikan di kampus-kampus swasta favorit di Indonesia. “Selain alasan mutu, ya pasti (PTN) lebih terjangkau,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Keberadaan PTN semakin diminati karena pemerintah dalam beberapa tahun terakhir terus mengguyur mahasiswa-mahasiswa kampus negeri dengan berbagai fasilitas. Kartu Indonesia Pintar Kuliah, penambahan fasilitas kampus, hingga kesempatan besar dalam memperoleh beasiswa dari LPDP.
Di sisi lain meskipun dari sisi jumlah dan mutu perguruan tinggi swasta (PTS) terus meningkat dari tahun ke tahun, namun masih banyak tersemat stigma negatif. Dari sisi kualitas misalnya PTS kerap diragukan dari sisi akreditasi, konflik antarpengelola yayasan, hingga izin pengelolaan yang kerap kadaluwarsa.
Anas Fajrul Alam (18) lulusan SMA Negeri 2 Lamongan, awal pekan lalu mencoba peruntungan untuk mengikuti Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN) 2020. Berangkat sehabis subuh, dia harus menempuh perjalanan kurang lebih dua jam dari rumahnya untuk sampai di lokasi ujian SBMPTN di Surabaya. Bersepeda motor, berdua dengan sang ayah. “Saya ingin masuk Fakultas Ekonomi, Universitas Islam Negeri (UIN) Ibnu Khaldun, Malang. Saya ingin jadi ahli ekonomi syariah,” katanya kepada KORAN SINDO beberapa waktu lalu.
Anas hanyalah satu di antara 703.875 siswa lulusan SMA yang hari-hari ini mengikuti Ujian Tulis Berbasis Komputer (UTBK) dalam Seleksi Bersama Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SBMPTN). Melalui jalur SBMPTN, dia dan ratusan lulusan SMA lainnya akan memperebutkan setidaknya 40% kuota dari daya tampung masing-masing program studi di PTN.
Selain SBMPTN, jalur masuk PTN juga bisa melalui Seleksi Nasional Masuk Perguruan Tinggi Negeri (SNMPTN). Untuk jalur ini masing-masing PTN diharuskan menyediakan alokasi minimal 20% dari daya tampung masing-masing prodi. Jalur SNMPTN didasarkan pada prestasi akademik atau prestasi lain dari calon mahasiswa. (Baca: 15.307 Peserta Ikuti UTBK di UGM dengan Protokol Kesehatan covid-19)
Untuk tahun ini, jalur SNMPTN diikuti 489.601 siswa dari 15.296 sekolah. Selain jalur SNMPTN dan SBMPTN, proses calon mahasiswa juga bisa ikut Seleksi Mandiri yang digelar masing-masing PTN. Untuk jalur mandiri ini, masing-masing PTN maksimal dijatah 30% dari kuota di masing-masing program studi.
Berdasarkan data Pangkalan Data Pendidikan Tinggi (PDDIKTI) Kemendikbud, saat ini jumlah PTN ada 122. Terbagi atas 63 universitas, 43 politehnik, 12 institut, dan 4 akademi komunitas.
Meskipun dengan tingkat persaingan yang begitu ketat, namun peminat seleksi masuk PTN dari masing-masing jalur tetap tinggi. Menempuh pendidikan di PTN bagi sebagian besar masyarakat Indonesia dianggap lebih memberikan jaminan mutu maupun kesempatan besar di dunia kerja.
Selain itu, biaya kuliah di PTN juga relatif jauh lebih ringan dibandingkan jika harus menempuh pendidikan di kampus-kampus swasta favorit di Indonesia. “Selain alasan mutu, ya pasti (PTN) lebih terjangkau,” kata Koordinator Nasional Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia (JPPI) Ubaid Matraji, ketika dihubungi KORAN SINDO kemarin.
Keberadaan PTN semakin diminati karena pemerintah dalam beberapa tahun terakhir terus mengguyur mahasiswa-mahasiswa kampus negeri dengan berbagai fasilitas. Kartu Indonesia Pintar Kuliah, penambahan fasilitas kampus, hingga kesempatan besar dalam memperoleh beasiswa dari LPDP.
Di sisi lain meskipun dari sisi jumlah dan mutu perguruan tinggi swasta (PTS) terus meningkat dari tahun ke tahun, namun masih banyak tersemat stigma negatif. Dari sisi kualitas misalnya PTS kerap diragukan dari sisi akreditasi, konflik antarpengelola yayasan, hingga izin pengelolaan yang kerap kadaluwarsa.