Kuliah Online Bisa Pangkas Uang Kuliah hingga 50 Persen
A
A
A
BANDUNG - Pemerintah semakin gencar mengembangkan kuliah online di perguruan tinggi. Sebab pemerintah menjamin kuliah online bisa memangkas uang kuliah.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, jika kuliah dengan sistem tatap muka maka biaya pertemuan di satu ruang kelas memang menghabiskan biaya mahal. Lalu jika berubah ke kuliah online atau pendidikan jarak jauh (PJJ), katanya, maka dampaknya kepada mahasiswa ialah ke biaya perkuliahan yang akan lebih murah.
Sebab dengan teknologi yang memudahkan kuliah di mana saja dan kapan saja, menteri mengatakan, bisa memangkas uang kuliah hingga 50%. "Dengan PJJ uang kuliah bisa ditekan hingga 50%. Mahasiswa yang SPPnya Rp5 juta bisa dipotong menjadi Rp2,5 juta,," katanya usai peringatan Hardiknas di kampus Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung kemarin.
Mantan rektor Undip ini menerangkan, pendidikan tinggi ke depan akan menawarkan banyak pilihan model pembelajaran, mulai dari face to face, online learning, hingga blended learning. Selain karena teknologinya yang mampu mengubah kuliah konvensional menjadi online sehingga akan lebih memudahkan masyarakat di mana saja untuk mendapat kuliah yang lebih baik.
Ke depan, pengembangan PJJ diharapkan mampu meningkatkan akses masyarakat dalam menempuh jenjang pendidikan tinggi berkualitas secara signifikan. Saat ini, angka partisipasi kasar atau APK pendidikan tinggi baru 31,5%. Kenyataannya, jika pembelajaran hanya diterapkan secara konvensional, peningkatan APK hanya berkisar di 0,5% per tahun.
Namun dengan terobosan PJJ ini, diharapkan APK pendidikan tinggi mampu melesat mencapai 40% di tahun 2022-2023, asalkan PJJ dapat diakses oleh lebih banyak orang dan secara efektif diterapkan.
Di sisi lain, hal yang tak kalah penting dalam menghadapi era yang penuh dengan turbulensi ini adalah internasionalisasi pendidikan tinggi. Globalisasi menjadi sesuatu yang mutlak terjadi.
Artinya, peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia pun harus ditinggikan. Para dosen, mahasiswa, maupun lulusan yang dicetak oleh perguruan tinggi dituntut untuk dapat beradaptasi dalam menghadapi segala bentuk perubahan. "Pengembangan jejaring akademik internasional juga diperkuat dengan cara melakukan kolaborasi dengan akademisi kelas dunia untuk menghasilkan temuan-temuan baru," katanya.
Guru Besar Akuntansi Undip ini menambahkan, menghadapi revolusi industri 4.0, Kemenristekdikti sudah bergerak. Di mana dalam waktu dekat Kemenristekdikti akan mengeluarkan permenristekdikti untuk mendukung pelaksanaan program ini.
Adapun salah satu implementasi dari kebijakan mengenai PJJ nantinya adalah pembangunan universitas siber (Cyber University) yang dipersiapkan untuk pembelajaran daring. Kita tidak dapat memungkiri bahwa saat ini pendidikan memang sudah mengarah ke online learning, meski di sisi lain tak sedikit perguruan tinggi yang masih mengalami kendala dalam infrastruktur.
Dia menjelaskan, Revolusi Industri 4.0 di satu sisi telah mengubah ciri dan cara lama dalam banyak aspek kehidupan, di antaranya dalam bidang pekerjaan dan atau profesi yang akan dimasuki oleh para lulusan dari perguruan tinggi. Di sisi lain, revolusi ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan tinggi.
Pelaksanaan pembelajaran, termasuk di dalamnya riset-riset yang dilakukan insan perguruan tinggi harus bisa menjawab kondisi disruptif ini. "Jika tidak, maka proses pendidikan tinggi kita tidak dapat menyentuh kenyataan sosial yang sebenarnya," jelasnya.
Sekretaris Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Rina Indiastuti menambahkan, kementerian sudah mengembangkan Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) yang sudah diinisasi 58 perguruan tinggi. Kementerian juga sudah membuat Indonesia Riset and Education Network (IDREN) sebagai jaringan privat untuk pendidikan dan riset nasional yang saat ini telah dipakai di 85 perguruan tinggi.
Rina menjelaskan, untuk membantu kampus mengembangkan inovasi kuliah online juga diberikan hibah khusus senilai Rp3 miliar bagi perguruan tinggi yang mengoperasikan SPADA dan IDREN. Selain itu juga telah ada 1.500 modul online dan juga asa bimbingan teknis kepada para dosen agar tidak gagap teknologi saat memberikan kuliah online kepada mahasiswanya. "Tujuannya jika perguruan tinggi menerapkan SPADA dan IDREN maka satu profesor akan bisa mengajari.1.000 mahasiswa diseluruh indonesia lintas waktu dan daerah," katanya.
Sementara Rektor Unpad Tri Hanggono Achmad menjelaskan, Unpad menerapkan kuliah online di program paska sarjana. Dia menjelaskan, mahasiswa paska sarjana dinilai lebih memiliki minat kekuatan belajar secara mandiri karena mereka biasanya kuliah untuk meningkatkan kapasitas kompetensinya.
Tri menjelaskan, ada dua alasan kampusnya membuka kuliah PJJ di paska sarjana yakni untuk menyasar para dosen dan para birokrat sehingga target penjaminan mutunya bisa terwujud. Dia mengaku sudah bekerjasama dengan Pemprov Kalimantan Timur untuk menyekolahkan kembali para birokrat disana dengan membuka secara khusus program studi inovasi regional dan bencana publik. "Kami buka prodi yang sesuai dengan masalah di daerah. Lalu publikasi penelitiannya pun kasusnya sesuai dengan masalah di daerah mereka sehingga penelitiannya bisa menjadi solusi buat mereka sendiri," katanya.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohamad Nasir mengatakan, jika kuliah dengan sistem tatap muka maka biaya pertemuan di satu ruang kelas memang menghabiskan biaya mahal. Lalu jika berubah ke kuliah online atau pendidikan jarak jauh (PJJ), katanya, maka dampaknya kepada mahasiswa ialah ke biaya perkuliahan yang akan lebih murah.
Sebab dengan teknologi yang memudahkan kuliah di mana saja dan kapan saja, menteri mengatakan, bisa memangkas uang kuliah hingga 50%. "Dengan PJJ uang kuliah bisa ditekan hingga 50%. Mahasiswa yang SPPnya Rp5 juta bisa dipotong menjadi Rp2,5 juta,," katanya usai peringatan Hardiknas di kampus Universitas Padjajaran (Unpad) Bandung kemarin.
Mantan rektor Undip ini menerangkan, pendidikan tinggi ke depan akan menawarkan banyak pilihan model pembelajaran, mulai dari face to face, online learning, hingga blended learning. Selain karena teknologinya yang mampu mengubah kuliah konvensional menjadi online sehingga akan lebih memudahkan masyarakat di mana saja untuk mendapat kuliah yang lebih baik.
Ke depan, pengembangan PJJ diharapkan mampu meningkatkan akses masyarakat dalam menempuh jenjang pendidikan tinggi berkualitas secara signifikan. Saat ini, angka partisipasi kasar atau APK pendidikan tinggi baru 31,5%. Kenyataannya, jika pembelajaran hanya diterapkan secara konvensional, peningkatan APK hanya berkisar di 0,5% per tahun.
Namun dengan terobosan PJJ ini, diharapkan APK pendidikan tinggi mampu melesat mencapai 40% di tahun 2022-2023, asalkan PJJ dapat diakses oleh lebih banyak orang dan secara efektif diterapkan.
Di sisi lain, hal yang tak kalah penting dalam menghadapi era yang penuh dengan turbulensi ini adalah internasionalisasi pendidikan tinggi. Globalisasi menjadi sesuatu yang mutlak terjadi.
Artinya, peningkatan kualitas dan kompetensi sumber daya manusia pun harus ditinggikan. Para dosen, mahasiswa, maupun lulusan yang dicetak oleh perguruan tinggi dituntut untuk dapat beradaptasi dalam menghadapi segala bentuk perubahan. "Pengembangan jejaring akademik internasional juga diperkuat dengan cara melakukan kolaborasi dengan akademisi kelas dunia untuk menghasilkan temuan-temuan baru," katanya.
Guru Besar Akuntansi Undip ini menambahkan, menghadapi revolusi industri 4.0, Kemenristekdikti sudah bergerak. Di mana dalam waktu dekat Kemenristekdikti akan mengeluarkan permenristekdikti untuk mendukung pelaksanaan program ini.
Adapun salah satu implementasi dari kebijakan mengenai PJJ nantinya adalah pembangunan universitas siber (Cyber University) yang dipersiapkan untuk pembelajaran daring. Kita tidak dapat memungkiri bahwa saat ini pendidikan memang sudah mengarah ke online learning, meski di sisi lain tak sedikit perguruan tinggi yang masih mengalami kendala dalam infrastruktur.
Dia menjelaskan, Revolusi Industri 4.0 di satu sisi telah mengubah ciri dan cara lama dalam banyak aspek kehidupan, di antaranya dalam bidang pekerjaan dan atau profesi yang akan dimasuki oleh para lulusan dari perguruan tinggi. Di sisi lain, revolusi ini menjadi tantangan yang harus dijawab oleh pendidikan tinggi.
Pelaksanaan pembelajaran, termasuk di dalamnya riset-riset yang dilakukan insan perguruan tinggi harus bisa menjawab kondisi disruptif ini. "Jika tidak, maka proses pendidikan tinggi kita tidak dapat menyentuh kenyataan sosial yang sebenarnya," jelasnya.
Sekretaris Direktorat Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Rina Indiastuti menambahkan, kementerian sudah mengembangkan Sistem Pembelajaran Daring Indonesia (SPADA) yang sudah diinisasi 58 perguruan tinggi. Kementerian juga sudah membuat Indonesia Riset and Education Network (IDREN) sebagai jaringan privat untuk pendidikan dan riset nasional yang saat ini telah dipakai di 85 perguruan tinggi.
Rina menjelaskan, untuk membantu kampus mengembangkan inovasi kuliah online juga diberikan hibah khusus senilai Rp3 miliar bagi perguruan tinggi yang mengoperasikan SPADA dan IDREN. Selain itu juga telah ada 1.500 modul online dan juga asa bimbingan teknis kepada para dosen agar tidak gagap teknologi saat memberikan kuliah online kepada mahasiswanya. "Tujuannya jika perguruan tinggi menerapkan SPADA dan IDREN maka satu profesor akan bisa mengajari.1.000 mahasiswa diseluruh indonesia lintas waktu dan daerah," katanya.
Sementara Rektor Unpad Tri Hanggono Achmad menjelaskan, Unpad menerapkan kuliah online di program paska sarjana. Dia menjelaskan, mahasiswa paska sarjana dinilai lebih memiliki minat kekuatan belajar secara mandiri karena mereka biasanya kuliah untuk meningkatkan kapasitas kompetensinya.
Tri menjelaskan, ada dua alasan kampusnya membuka kuliah PJJ di paska sarjana yakni untuk menyasar para dosen dan para birokrat sehingga target penjaminan mutunya bisa terwujud. Dia mengaku sudah bekerjasama dengan Pemprov Kalimantan Timur untuk menyekolahkan kembali para birokrat disana dengan membuka secara khusus program studi inovasi regional dan bencana publik. "Kami buka prodi yang sesuai dengan masalah di daerah. Lalu publikasi penelitiannya pun kasusnya sesuai dengan masalah di daerah mereka sehingga penelitiannya bisa menjadi solusi buat mereka sendiri," katanya.
(pur)