Pemerintah Buka Peluang Seniman Menjadi Dosen
A
A
A
BANDUNG - Pemerintah mendorong para seniman untuk menjadi dosen perguruan tinggi dengan jabatan hingga profesor. Usulan ini dilatarbelakangi masih minimnya dosen seni yang menjadi guru besar.
Seniman terutama maestro seni bisa mendaftar menjadi dosen melalui jalur Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK). Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menjelaskan, seniman yang dimaksud terutama maestro seni seperti seniman asal Yogyakarta, Didi Nini Thowok ataupun ahli tari Bali, Ni Ketut Reneng. Bagi seniman seperti mereka, bisa menjadi dosen melalui pendidikan formal tidak memungkinkan karena banyak dari mereka tidak sekolah formal. Meski demikian, kemampuannya bisa melebihi doktor. Karena itu, mereka akan diberi nomor dosen khusus dan bisa mengajar sampai level profesor sesuai dengan tingkat kompetensi mereka yang disetarakan.
"Seniman yang sudah mengembangkan seni baik di level nasional dan internasional. Sayang sekali jika mereka tidak dijadikan sumber yang bisa mentransfer keilmuan kepada mahasiswa," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti saat Pameran Riset dan Bincang Akademik di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Minggu (6/5/2018).
Peraih honoris causa dari Coventry University ini menjelaskan, kemajuan teknologi tanpa seni akan menghasilkan produk yang hambar. Misalnya Korea Selatan yang di dunia global sangat mencolok dalam menghasilkan teknologi baru pun intensif menyebarkan seni budayanya ke seluruh negara. "Korean Wave, adanya seni drama Korea sangat digandrungi di seluruh dunia. Kita padahal bisa melampaui budaya mereka karena budaya dan seni kita lebih kaya dari Korea," jelasnya.
Di sisi lain, meski jumlah dosen terbatas, Kemenristekdikti tetap mendorong para dosen seni agar menghasilkan publikasi jurnal yang bisa menjadi dokumentasi pendidikan. Sebab, di dalam UU Guru dan Dosen banyak dosen yang sering lupa bahwa mereka memiliki tugas pokok transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, termasuk mengembangkan dan menyebar luas kannya. "Jadi itu bisa dalam bentuk pertunjukan, gambar, lukisan, tari dan juga dalam bentuk tulisan (karya ilmiah)," jelasnya.
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsyah Suryadi menjelaskan, mengenai dosen membuat karya tulis sudah menjadi pembahasan seluruh perguruan tinggi. Senat akademik di 23 universitas sudah membahas bagaimana perguruan tinggi menyetarakan seni dengan karya ilmiah. Selain itu, senat akademik juga sudah menyiapkan rancangan peraturan menteri untuk merevisi permen yang sudah ada agar bisa mengakomodasi perkembangan kebutuhan terbaru yang bisa mewadahi para dosen seni itu tadi.
Seniman terutama maestro seni bisa mendaftar menjadi dosen melalui jalur Nomor Induk Dosen Khusus (NIDK). Kementerian Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Kemenristekdikti) menjelaskan, seniman yang dimaksud terutama maestro seni seperti seniman asal Yogyakarta, Didi Nini Thowok ataupun ahli tari Bali, Ni Ketut Reneng. Bagi seniman seperti mereka, bisa menjadi dosen melalui pendidikan formal tidak memungkinkan karena banyak dari mereka tidak sekolah formal. Meski demikian, kemampuannya bisa melebihi doktor. Karena itu, mereka akan diberi nomor dosen khusus dan bisa mengajar sampai level profesor sesuai dengan tingkat kompetensi mereka yang disetarakan.
"Seniman yang sudah mengembangkan seni baik di level nasional dan internasional. Sayang sekali jika mereka tidak dijadikan sumber yang bisa mentransfer keilmuan kepada mahasiswa," kata Direktur Jenderal (Dirjen) Sumber Daya Iptek Dikti (SDID) Kemenristekdikti Ali Ghufron Mukti saat Pameran Riset dan Bincang Akademik di Kampus Institut Teknologi Bandung (ITB), Bandung, Jawa Barat, Minggu (6/5/2018).
Peraih honoris causa dari Coventry University ini menjelaskan, kemajuan teknologi tanpa seni akan menghasilkan produk yang hambar. Misalnya Korea Selatan yang di dunia global sangat mencolok dalam menghasilkan teknologi baru pun intensif menyebarkan seni budayanya ke seluruh negara. "Korean Wave, adanya seni drama Korea sangat digandrungi di seluruh dunia. Kita padahal bisa melampaui budaya mereka karena budaya dan seni kita lebih kaya dari Korea," jelasnya.
Di sisi lain, meski jumlah dosen terbatas, Kemenristekdikti tetap mendorong para dosen seni agar menghasilkan publikasi jurnal yang bisa menjadi dokumentasi pendidikan. Sebab, di dalam UU Guru dan Dosen banyak dosen yang sering lupa bahwa mereka memiliki tugas pokok transformasi ilmu pengetahuan dan teknologi serta seni, termasuk mengembangkan dan menyebar luas kannya. "Jadi itu bisa dalam bentuk pertunjukan, gambar, lukisan, tari dan juga dalam bentuk tulisan (karya ilmiah)," jelasnya.
Sementara itu, Rektor Institut Teknologi Bandung Kadarsyah Suryadi menjelaskan, mengenai dosen membuat karya tulis sudah menjadi pembahasan seluruh perguruan tinggi. Senat akademik di 23 universitas sudah membahas bagaimana perguruan tinggi menyetarakan seni dengan karya ilmiah. Selain itu, senat akademik juga sudah menyiapkan rancangan peraturan menteri untuk merevisi permen yang sudah ada agar bisa mengakomodasi perkembangan kebutuhan terbaru yang bisa mewadahi para dosen seni itu tadi.
(amm)