Kredibilitas Menristek Dikti Dipertaruhkan di Pemilihan Rektor ULM
A
A
A
JAKARTA - Menteri Riset, Teknologi, dan Pendidikan Tinggi (Menrsitek dikti) Mohamad Nasir diingatkan untuk berhati-hati dalam proses pemilihan Rektor Universitas Lambung Mangkurat (ULM). Apalagi salah satu kandidat diduga melakukan pembelian suara melalui dana Islamic Development Bank (IDB).
“Ini pertaruhan Nasir. Kredibilitasnya bisa jatuh jika salah menentukan sikap, terlebih karena ada dugaan pembelian suara,” kata Direktur Center Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Menurut Uchok, Nasir harus belajar banyak dari kasus-kasus serupa yang sebelumnya terjadi. Jika Menristek Dikti mengabaikan persoalan ini dan melanjutkan memilih rektor yang terindikasi curang tersebut, maka publik patut mencurigai Menristek Dikti.
“Itu berbahaya, makanya harus hati-hati. Langkah terbaik adalah melakukan verifikasi terhadap calon dimaksud dan mendiskualifikasi. Langkah kedua adalah verifikasi terhadap penyalahgunaan dana IDB itu sendiri,” jelas Uchok.
Sikap tanggap menteri memang sangat diperlukan. Pasalnya, saat ini Kemenristek Dikti memiliki kewenangan besar dalam proses pemilihan rektor. Dengan memiliki 35% hak suara, praktis Kemenristek Dikti bisa menentukan siapa rektor terpilih.
“Dengan kewenangan tersebut, menteri harus tanggap terhadap situasi yang terjadi. Jika salah memilih rektor akan fatal akibatnya. Bagaimana mungkin orang yang terindikasi pembelian suara bisa terpilih. Ini tidak hanya menyangkut integritas namun bisa merambah pada dugaan tindak pidana korupsi,” jelas Uchok.
Proses pemilihan Rektor ULM memang memunculkan kontroversi. Pasalnya, satu di antara ketiga kandidat yang diusulkan kepada Kemenrisitekdikti, yaitu calon petahana Profesor Sutarto Hadi, diduga menggunakan dana IDB untuk menggalang suara. Penggalangan suara diiduga dilakukan di sebuah berbintang di Kota Banjarmasin, beberapa saat sebelum penyampaian visi dan misi.
Dalam pemilihan tingkat Senat ULM, Sutarto Hadi memperoleh suara terbanyak yaitu 31 suara. Menyusul kemudian adalah Profesor Zairin Noor dengan 17 suara dan Profesor Hadin Muhjad dengan 9 suara.
Ketiga kandidat itulah yang diusulkan ke KemenristekDdikti di Jakarta untuk mendapatkan dukungan 35% suara. Namun hingga saat ini, Kemenristek Dikti belum menjadwalkan puncak kandidat pemimpin kampus tertua di Kalimantan itu. Awalnya, Panitia Pemilihan Rektor ULM dan Senat ULM menjadwalkan pada Jumat (20/7/2018) akan digelar, namun Kemenristek Dikti menunda tanpa batas waktu yang jelas.
“Alasan pihak Kemenristek Dikti, berdasar konsultasi dengan Biro Sumber Daya Manusia (SDM) pada Rabu (11/7/2018), masih dalam proses penelusuran rekam jejak terhadap tiga calon yang diusulkan ULM. Sampai hari ini, belum selesai penelusuruan itu,” kata Ketua Panitia Pemilihan Rektor ULM, Rosihan Adhani kepada wartawan.
Atas dasar itu, menurut Rosihan, agenda gelaran pemilihan rektor pada Jumat (20/7/2018) hampir bisa dipastikan batal. Apalagi, sampai kemarin, pihak Kemenristek Dikti belum mengirim surat resmi soal agenda pemilihan Rektor ULM.
“Dengan kondisi ini, apalagi masa penelusuran rekam jejak para calon belum selesai, selalu ada saja kemungkinan calon rektor ULM didiskualifikasi. Jika memang itu berdasar temuan dari tim yang dibentuk Kemenristek Dikti,” kata Rosihan.
“Ini pertaruhan Nasir. Kredibilitasnya bisa jatuh jika salah menentukan sikap, terlebih karena ada dugaan pembelian suara,” kata Direktur Center Centre for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi di Jakarta, Selasa (17/7/2018).
Menurut Uchok, Nasir harus belajar banyak dari kasus-kasus serupa yang sebelumnya terjadi. Jika Menristek Dikti mengabaikan persoalan ini dan melanjutkan memilih rektor yang terindikasi curang tersebut, maka publik patut mencurigai Menristek Dikti.
“Itu berbahaya, makanya harus hati-hati. Langkah terbaik adalah melakukan verifikasi terhadap calon dimaksud dan mendiskualifikasi. Langkah kedua adalah verifikasi terhadap penyalahgunaan dana IDB itu sendiri,” jelas Uchok.
Sikap tanggap menteri memang sangat diperlukan. Pasalnya, saat ini Kemenristek Dikti memiliki kewenangan besar dalam proses pemilihan rektor. Dengan memiliki 35% hak suara, praktis Kemenristek Dikti bisa menentukan siapa rektor terpilih.
“Dengan kewenangan tersebut, menteri harus tanggap terhadap situasi yang terjadi. Jika salah memilih rektor akan fatal akibatnya. Bagaimana mungkin orang yang terindikasi pembelian suara bisa terpilih. Ini tidak hanya menyangkut integritas namun bisa merambah pada dugaan tindak pidana korupsi,” jelas Uchok.
Proses pemilihan Rektor ULM memang memunculkan kontroversi. Pasalnya, satu di antara ketiga kandidat yang diusulkan kepada Kemenrisitekdikti, yaitu calon petahana Profesor Sutarto Hadi, diduga menggunakan dana IDB untuk menggalang suara. Penggalangan suara diiduga dilakukan di sebuah berbintang di Kota Banjarmasin, beberapa saat sebelum penyampaian visi dan misi.
Dalam pemilihan tingkat Senat ULM, Sutarto Hadi memperoleh suara terbanyak yaitu 31 suara. Menyusul kemudian adalah Profesor Zairin Noor dengan 17 suara dan Profesor Hadin Muhjad dengan 9 suara.
Ketiga kandidat itulah yang diusulkan ke KemenristekDdikti di Jakarta untuk mendapatkan dukungan 35% suara. Namun hingga saat ini, Kemenristek Dikti belum menjadwalkan puncak kandidat pemimpin kampus tertua di Kalimantan itu. Awalnya, Panitia Pemilihan Rektor ULM dan Senat ULM menjadwalkan pada Jumat (20/7/2018) akan digelar, namun Kemenristek Dikti menunda tanpa batas waktu yang jelas.
“Alasan pihak Kemenristek Dikti, berdasar konsultasi dengan Biro Sumber Daya Manusia (SDM) pada Rabu (11/7/2018), masih dalam proses penelusuran rekam jejak terhadap tiga calon yang diusulkan ULM. Sampai hari ini, belum selesai penelusuruan itu,” kata Ketua Panitia Pemilihan Rektor ULM, Rosihan Adhani kepada wartawan.
Atas dasar itu, menurut Rosihan, agenda gelaran pemilihan rektor pada Jumat (20/7/2018) hampir bisa dipastikan batal. Apalagi, sampai kemarin, pihak Kemenristek Dikti belum mengirim surat resmi soal agenda pemilihan Rektor ULM.
“Dengan kondisi ini, apalagi masa penelusuran rekam jejak para calon belum selesai, selalu ada saja kemungkinan calon rektor ULM didiskualifikasi. Jika memang itu berdasar temuan dari tim yang dibentuk Kemenristek Dikti,” kata Rosihan.
(kri)