Masa Kecil Selalu Diajarkan Sifat Sipakatau dan Sipakalabbi
A
A
A
MASA kecil dipenuhi dengan rentetan cita-cita. Keinginan menggeluti profesi tertentu menjadi mimpi anak-anak.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Prof Nudin Abdullah. Dia sama sekali tidak pernah menyebutkan secara spesifik cita-citanya kelak. Sebaliknya, guru besar di Universitas Hasanuddin ini hanya ingin menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat.
“Waktu kecil cita-cita saya sederhana, ingin bahagiakan orang tua. Pokoknya saya mau menjadi orang yang baik dan berguna kepada sesama, itu saja,” ujarnya tersenyum. Menurutnya, apa yang diraihnya saat ini merupakan buah sikap disiplin orang tuanya yang berprofesi sebagai tentara.
Tak hanya itu, petuah orang tua untuk senantiasa tak sombong dan saling menghargai selalu menjadi pegangannya. “Bapak dulu tentara, jadi disiplinnya sangat ketat. Pokoknya yang diajarkan orang tua itu kalau kamu berhasil.
Kami diajarkan untuk memelihara sifat sipakatau, sipakalabbi (saling menghargai dan saling menghormati). Kita hidup dengan penuh etika dan jaga salatmu. Dengan itu, pada akhirnya akhlakmu akan menjadi baik,” tuturnya.
Mantan Bupati Bantaeng dua periode ini mengungkapkan, petuah lainnya selalu disampaikan orang tua agar jangan pernah merasa hebat dan pintar. “Selalu saya diingatkan reze kimu itu kita tidak akan tahu dari mana, tapi jangan pernah menjadi orang sombong.
Lebih bagus kita merasa kurang daripada merasa lebih. Dari pada kita merasa hebat, lebih baik kita merasa lemah,” ungkapnya. Tak pernah bercita-cita menjadi pejabat sewaktu kecil, rupanya membuat hidupnya menjadi orang biasa saja.
Meski sejak kecil sudah berada dalam lingkungan keluarga pejabat, termasuk pamannya yang merupakan Bupati Pangkep kala itu. Pada masa remaja, rupanya Nurdin Abdullah terbilang pemuda inovatif dan berjiwa bisnis.
Masih duduk di bangku SMP, dia sudah piawai menjalankan bisnis pembuatan diktat dan menjadi tukang taman. Hasilnya, dia gunakan untuk membiayai sekolahnya. Tak hanya orang tua yang berpengaruh dalam karier, selain istri dan anak-anaknya, sosok mertua, Prof Fachruddin, juga berperan besar membentuknya.
Terutama terkait kejujuran dan kesederhanaan. Hal itu berkaca dari kegiatan keseharian mertuanya sebagai rektor Unhas namun penampilannya biasa-biasa saja. “Mertua perempuan saya juga mengajarkan pada saya, meski duit pas-pasan, tapi jika ada yang membutuhkan, tetap harus memberi.
Tak hanya itu, Beliau juga sangat dekat dengan siapa saja dari semua strata pekerjaan,” kenangnya. Didikan kepada anak-anak tentu disiplin, termasuk soal etika ketika bersama-sama. Ada pula punishment dan reward pada anak-anak dan semuanya tentu memberikan dampak baik.
Namun, hal itu tidak berlaku bagi Prof Nudin Abdullah. Dia sama sekali tidak pernah menyebutkan secara spesifik cita-citanya kelak. Sebaliknya, guru besar di Universitas Hasanuddin ini hanya ingin menjadi orang baik dan berguna bagi masyarakat.
“Waktu kecil cita-cita saya sederhana, ingin bahagiakan orang tua. Pokoknya saya mau menjadi orang yang baik dan berguna kepada sesama, itu saja,” ujarnya tersenyum. Menurutnya, apa yang diraihnya saat ini merupakan buah sikap disiplin orang tuanya yang berprofesi sebagai tentara.
Tak hanya itu, petuah orang tua untuk senantiasa tak sombong dan saling menghargai selalu menjadi pegangannya. “Bapak dulu tentara, jadi disiplinnya sangat ketat. Pokoknya yang diajarkan orang tua itu kalau kamu berhasil.
Kami diajarkan untuk memelihara sifat sipakatau, sipakalabbi (saling menghargai dan saling menghormati). Kita hidup dengan penuh etika dan jaga salatmu. Dengan itu, pada akhirnya akhlakmu akan menjadi baik,” tuturnya.
Mantan Bupati Bantaeng dua periode ini mengungkapkan, petuah lainnya selalu disampaikan orang tua agar jangan pernah merasa hebat dan pintar. “Selalu saya diingatkan reze kimu itu kita tidak akan tahu dari mana, tapi jangan pernah menjadi orang sombong.
Lebih bagus kita merasa kurang daripada merasa lebih. Dari pada kita merasa hebat, lebih baik kita merasa lemah,” ungkapnya. Tak pernah bercita-cita menjadi pejabat sewaktu kecil, rupanya membuat hidupnya menjadi orang biasa saja.
Meski sejak kecil sudah berada dalam lingkungan keluarga pejabat, termasuk pamannya yang merupakan Bupati Pangkep kala itu. Pada masa remaja, rupanya Nurdin Abdullah terbilang pemuda inovatif dan berjiwa bisnis.
Masih duduk di bangku SMP, dia sudah piawai menjalankan bisnis pembuatan diktat dan menjadi tukang taman. Hasilnya, dia gunakan untuk membiayai sekolahnya. Tak hanya orang tua yang berpengaruh dalam karier, selain istri dan anak-anaknya, sosok mertua, Prof Fachruddin, juga berperan besar membentuknya.
Terutama terkait kejujuran dan kesederhanaan. Hal itu berkaca dari kegiatan keseharian mertuanya sebagai rektor Unhas namun penampilannya biasa-biasa saja. “Mertua perempuan saya juga mengajarkan pada saya, meski duit pas-pasan, tapi jika ada yang membutuhkan, tetap harus memberi.
Tak hanya itu, Beliau juga sangat dekat dengan siapa saja dari semua strata pekerjaan,” kenangnya. Didikan kepada anak-anak tentu disiplin, termasuk soal etika ketika bersama-sama. Ada pula punishment dan reward pada anak-anak dan semuanya tentu memberikan dampak baik.
(don)