Kampus Didorong Buka Prodi Aktuaria
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah mendorong kampus pengelola perguruan tinggi (PT) untuk mendirikan program studi (prodi) baru yang dibutuhkan dunia usaha saat ini. Salah satunya yakni prodi aktuaria yang belum banyak dibuka meski lulusannya diincar banyak oleh industri.
Sekjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemenristekdikti) Ainun Naim mengatakan, pendidikan aktuaria merupakan studi tentang pengelolaan risiko keuangan yang saat ini sangat dibutuhkan dunia industri keuangan dan industri asuransi. Namun, pendidikan aktuaria di Indonesia belum sepopuler di luar negeri. Padahal kebutuhan akan tenaga aktuaris sangat tinggi karena belum tercukupinya tenaga aktuaris profesional yang dibutuhkan oleh industri finansial di Indonesia.
“Prodi aktuaria belum banyak di Indonesia, namun industri keuangan dan asuransi terus berkembang, oleh karena itu kita perlu menambah prodi dan pendidikan di bidang aktuaria, untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten pada bidang aktuaria. Kemenristekdikti berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat, bahwa bidang aktuaria penting untuk mendukung industri finansial,” katanya pada Simposium Nasional Aktuaria di Era Industri 4.0 di Jakarta, pekan lalu.
Ainun menambahkan, Kemenristekdikti terus melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat dan calon mahasiswa bahwa bidang aktuaria penting untuk dikembangkan. Pendidikan aktuaria juga sangat relevan dengan perkembangan revolusi industri 4.0. Saat ini ekonomi digital semakin berkembang, sehingga pengelolaan risiko keuangan di era digital juga mengalami transformasi.
Sebagai pilot project, Kemenristekdikti menugaskan sembilan perguruan tinggi untuk mengembangkan program ilmu aktuaria. Kesembilan PT tersebut yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Pelita Harapan, Universitas Prasetiya Mulya, Universitas Parahyangan dan Universitas Surya.
Sementara itu Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pandu Baghaskoro menjelaskan, kemudahan persyaratan pendirian program studi baru sangat baik untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas yang dibutuhkan dalam era revolusi industri 4.0.
Namun, hal ini sebaiknya perlu diperhatikan agar tidak berdampak pada penambahan jumlah institusi perguruan tinggi swasta (PTS). Diketahui, pemerintah ingin mengurangi jumlah PTS melalui merger yang ditargetkan selesai di 2019 mendatang.(Neneng Zubaidah)
Sekjen Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemenristekdikti) Ainun Naim mengatakan, pendidikan aktuaria merupakan studi tentang pengelolaan risiko keuangan yang saat ini sangat dibutuhkan dunia industri keuangan dan industri asuransi. Namun, pendidikan aktuaria di Indonesia belum sepopuler di luar negeri. Padahal kebutuhan akan tenaga aktuaris sangat tinggi karena belum tercukupinya tenaga aktuaris profesional yang dibutuhkan oleh industri finansial di Indonesia.
“Prodi aktuaria belum banyak di Indonesia, namun industri keuangan dan asuransi terus berkembang, oleh karena itu kita perlu menambah prodi dan pendidikan di bidang aktuaria, untuk menghasilkan lulusan-lulusan yang kompeten pada bidang aktuaria. Kemenristekdikti berupaya memberikan edukasi kepada masyarakat, bahwa bidang aktuaria penting untuk mendukung industri finansial,” katanya pada Simposium Nasional Aktuaria di Era Industri 4.0 di Jakarta, pekan lalu.
Ainun menambahkan, Kemenristekdikti terus melakukan sosialisasi dan edukasi secara masif kepada masyarakat dan calon mahasiswa bahwa bidang aktuaria penting untuk dikembangkan. Pendidikan aktuaria juga sangat relevan dengan perkembangan revolusi industri 4.0. Saat ini ekonomi digital semakin berkembang, sehingga pengelolaan risiko keuangan di era digital juga mengalami transformasi.
Sebagai pilot project, Kemenristekdikti menugaskan sembilan perguruan tinggi untuk mengembangkan program ilmu aktuaria. Kesembilan PT tersebut yaitu Institut Pertanian Bogor, Universitas Indonesia, Institut Teknologi Bandung, Universitas Gadjah Mada, Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Universitas Pelita Harapan, Universitas Prasetiya Mulya, Universitas Parahyangan dan Universitas Surya.
Sementara itu Peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Pandu Baghaskoro menjelaskan, kemudahan persyaratan pendirian program studi baru sangat baik untuk mempersiapkan sumber daya manusia yang memiliki kapabilitas yang dibutuhkan dalam era revolusi industri 4.0.
Namun, hal ini sebaiknya perlu diperhatikan agar tidak berdampak pada penambahan jumlah institusi perguruan tinggi swasta (PTS). Diketahui, pemerintah ingin mengurangi jumlah PTS melalui merger yang ditargetkan selesai di 2019 mendatang.(Neneng Zubaidah)
(nfl)