Menggembleng Ilmu Perkopian lewat Sekolah Kopi

Minggu, 23 Desember 2018 - 08:56 WIB
Menggembleng Ilmu Perkopian lewat Sekolah Kopi
Menggembleng Ilmu Perkopian lewat Sekolah Kopi
A A A
JAKARTA - Sekolah kopi kini mulai menjadi tren di kalangan anak muda yang ingin memiliki pemahaman tentang kopi jauh lebih baik.

Selain mendapatkan ilmu seputar perkopian, lulusan pendidikan ini juga dapat langsung mempraktikkan ilmunya secara langsung sebagai barista profesional. Sekolah kopi ini di antaranya tengah digarap Institut Pertanian Bogor (IPB) yang bekerja sama dengan Rumah Kopi Ranin.

Sekolah kopi ini ditujukan bagi mahasiswa IPB yang ingin serius mempelajari tentang kopi, yang kini telah menjadi gaya hidup, dan terus menjadi tren di kalangan anak muda. Para barista muda lulusan sekolah kopi ini bukan hanya mendapat pelatihan, melainkan juga difasilitasi.

Rencananya IPB akan menyediakan Kopi Corner awal 2019. Saat ada acara wisuda atau event IPB lainnya, Kopi Corner hadir menyediakan berbagai jenis kopi dari para barista muda lulusan sekolah Kopi IPB. Kasubdit Pengembangan Karakter dan Karier IPB Handian Purwawangsa mengakui, di sektor pertanian, kopi menjadi primadona.

Seiring dengan peningkatan permintaan, kawasan hutan kini banyak ditanami kopi. Melihat kondisi inilah, IPB ingin memberikan nilai tambah agar kualitas produksi kopi bisa maksimal. ”Kami berpikir, panen melimpah, tapi pengelolaannya masih belum tepat akan jadi permasalahan sendiri nantinya,” tuturnya.

Dia menuturkan, bukan suatu hal yang mudah untuk dapat menjadi anak didik Sekolah Kopi karena dituntut harus melalui sejumlah tes di antaranya tes administratif, tes tertulis, dan uji cita rasa. Sekolah Kopi akan digarap lebih serius, termasuk kemungkinan Sekolah Kopi akan setara dengan D-3.

Sebagai informasi, selain di IPB, Rumah Kopi Ranin juga membuat Sekolah Kopi untuk petani di Kabupaten Humbang Hasundutan Sumatera Utara. Pendiri Rumah Kopi Ranin Uji Sapitu mengungkapkan, tujuan Sekolah Kopi didirikan agar generasi muda dapat membangun imajinasi yang mungkin selama ini di pendidikannya tidak menggunakan imajinasi.

Menurutnya,banyak proses dari prosesor hingga ke barista yang membutuhkan imajinasi dan seni. ”Selama ini kopi masih menjadi suatu barang saja, bukan sebagai makanan. Mutu yang dilihat hanya fisik semata, bukan dinilai dari cita rasanya.

Jika lihat dari SNI yang dinilai, hanya mutu fisik saja. Kami beri pandangan seperti itu ke peserta Sekolah Kopi,” jelasnya. Uji meng - ungkapkan, banyak ide bermunculan dari mahasiswa yang memiliki ketertarikan terhadap profesi di bidang kopi.

Terdapat banyak profesi yang bisa dipelajari dalam sekolah kopi ini. Seperti kurator, yakni suatu pekerjaan yang mendesain biji kopi sehingga biji kopi diinginkan pasar atau masyarakat. ”Saat ini kurator kopi di Indonesia dengan lahan perkebunan kopi yang luas hanya sekitar 300 kurator.

Sedangkan Korea telah memiliki 600 kurator. Kalau kita ingin kopi bertransformasi, harus butuh lebih banyak kurator,” jelasnya. Dirjen Pem belajaran dan Kemahasiswaan Kemen ristek Dikti Ismunandar mengapresiasi langkah pembukaan sekolah yang menghasilkan lulusan ekonomi kreatif meski kegiatan ini baru sebatas ekstrakurikuler bagi mahasiswa yang tertarik kopi.

”Saya mendengar dari Pak Rektor IPB bahwa tahun depan akan menjadi program konsentrasi di sekolah vokasi. Tentu ini merupakan langkah strategis karena kita termasuk negara penghasil kopi terbaik dunia,” ujarnya.

Sementara itu, Arier Wardana, 21, mengaku beruntung menjadi satu dari hampir 10 mahasiswa IPB yang diterima di Sekolah Kopi. Bersama sembilan mahasiswa lainnya yang terpilih, dia berkesempatan belajar mengenai seluk beluk kopi juga meraciknya.

”Kesempatan emas yang tidak akan datang dua kali,” tuturnya. Mahasiswa jurusan Hama Penyakit Tanaman ini mengaku senang karena kopi merupakan bagian dari hidupnya. Lahir dan besar dalam keluarga petani dan pemilik kebun kopi di Lampung, membuat ilmu yang didapatkannya dari Sekolah Kopi ini sangat bermanfaat. (Ananda Nararya)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.8697 seconds (0.1#10.140)