Sertifikat Kompetensi Jadi Nilai Tambah bagi Mahasiswa
A
A
A
JAKARTA - Makin sengitnya persaingan di dunia kerja mendorong mahasiswa tak lagi sekedar mendapat ijazah. Sertifikat kompetensi akan menjadi nilai tambah bagi gelar kesarjanaan mereka.
Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Gunawan Suryoputro mengatakan, peningkatan kemampuan keterampilan pada mahasiswa menjadi sangat penting guna menjawab tantangan masa depan. Kemampuan softskill, kata dia, ditekankan pada penambahan kompetensi. Oleh karena itu pihaknya sedang menggandeng lembaga sertifikasi untuk membuka program keterampilan bersertifikasi.
"Kita akan berkolaborasi dengan lembaga sertifikasi yang nantinya akan terbuka kepada seluruh mahasiswa untuk menambah keterampilan untuk mengantisipasi tantangan masa depan mulai dari sekarang," katanya pada sidang senat terbuka Wisuda Magister, Sarjana dan ahli Madya tahun akademik 2018/ 2019 Uhamka kemarin.
Untuk wisuda kali ini UHAMKA meluluskan 2877 lulusan yang terdiri dari Jenjang Ahli Madya (D3), Sarjana (S1) dan Magister (S2). Pada wisuda tahun ini, UHAMKA mengangkat tema Kesiapan Lulusan UHAMKA Dalam Menghadapi Era Disrupsi Revolusi Industri 4.0.
Menurut Gunawan, program keterampilan sertifikasi ini terkait dengan kebijakan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) atau Diploma Supplement. Dimana SKPI itu isinya adalah keterampilan tambahan mahasiswa yang terkait dengan softskill dan profesionalisme. Untuk jangka pendek ini, kata dia, program keterampilan yang mau dilatih ke mahasiswa ialah enterprenuership dan manajemen berbasis IT."Maka mahasiswa didorong memilih sesuai minat dan bakat untuk menyandingkan pengetahuan dan kompetensi yang diperoleh dari bidang studi," katanya.
Adanya program keterampilan ini sesuai dengan pernyataan Menristekdikti Mohammad Nasir bahwa lulusan perguruan tinggi saat ini tidak hanya bisa mengandalkan ijazah saja. Namun harus dibekali dengan sertifikat keahlian yang sesuai dengan standar industri. "Ijazah saja tidak cukup karena sertifikat kompetensi ini akan menentukan lulusan pada kemampuan terbaiknya," katanya pekan lalu.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini juga mengungkapkan dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 perlu mempersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analytic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan berdaya saing.
Sementara Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Asep Saefuddin berpendapat, sebenarnya mahasiswa yang memegang sertifikat kompetensi selain ijazah memang bagus bagi portofolionya. Akan tetapi, katanya, jangan dijadikan kewajiban dan jangan dijadikan syarat untuk melamar pekerjaan dulu. Ada baiknya, kata dia, hal itu dijadikan nilai tambah bagi sarjana.
Dia mengungkapkan, di UAI sendiri belum mewajibkan adanya sertifikasi hanya sebatas menyarankan saja kepada mahasiswanya. Namun untuk jurusan bahasa misalnya bahasa Mandarin dan bahasa Arab dia mengaku pada umumnya mahasiswa yang lulus akan mendapat sertifikat kemahiran berbahasa. "Bila sertifikasi itu diwajibkan maka biayanya jangan mahal. Harus terjangkau oleg mahasiswa," katanya.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) ini berpendapat, Kemenristekdikti harusnya meminta kampus untuk benar-benar menjaga mutu lulusan dan kompetensi didalam bidangnya. Sehingga begitu sesrorang lulus sarjana maka lulusan dari satu perguruan tinggi itu benar-benar kompeten sehingga tidak perlu ada syarat lagi dengan sertifikasi kompetensi. (Neneng Zubaidah)
Rektor Universitas Muhammadiyah Prof Dr Hamka (Uhamka) Gunawan Suryoputro mengatakan, peningkatan kemampuan keterampilan pada mahasiswa menjadi sangat penting guna menjawab tantangan masa depan. Kemampuan softskill, kata dia, ditekankan pada penambahan kompetensi. Oleh karena itu pihaknya sedang menggandeng lembaga sertifikasi untuk membuka program keterampilan bersertifikasi.
"Kita akan berkolaborasi dengan lembaga sertifikasi yang nantinya akan terbuka kepada seluruh mahasiswa untuk menambah keterampilan untuk mengantisipasi tantangan masa depan mulai dari sekarang," katanya pada sidang senat terbuka Wisuda Magister, Sarjana dan ahli Madya tahun akademik 2018/ 2019 Uhamka kemarin.
Untuk wisuda kali ini UHAMKA meluluskan 2877 lulusan yang terdiri dari Jenjang Ahli Madya (D3), Sarjana (S1) dan Magister (S2). Pada wisuda tahun ini, UHAMKA mengangkat tema Kesiapan Lulusan UHAMKA Dalam Menghadapi Era Disrupsi Revolusi Industri 4.0.
Menurut Gunawan, program keterampilan sertifikasi ini terkait dengan kebijakan Surat Keterangan Pendamping Ijazah (SKPI) atau Diploma Supplement. Dimana SKPI itu isinya adalah keterampilan tambahan mahasiswa yang terkait dengan softskill dan profesionalisme. Untuk jangka pendek ini, kata dia, program keterampilan yang mau dilatih ke mahasiswa ialah enterprenuership dan manajemen berbasis IT."Maka mahasiswa didorong memilih sesuai minat dan bakat untuk menyandingkan pengetahuan dan kompetensi yang diperoleh dari bidang studi," katanya.
Adanya program keterampilan ini sesuai dengan pernyataan Menristekdikti Mohammad Nasir bahwa lulusan perguruan tinggi saat ini tidak hanya bisa mengandalkan ijazah saja. Namun harus dibekali dengan sertifikat keahlian yang sesuai dengan standar industri. "Ijazah saja tidak cukup karena sertifikat kompetensi ini akan menentukan lulusan pada kemampuan terbaiknya," katanya pekan lalu.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini juga mengungkapkan dalam menghadapi Revolusi Industri 4.0 perlu mempersiapkan sistem pembelajaran yang lebih inovatif di perguruan tinggi seperti penyesuaian kurikulum pembelajaran, dan meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam hal data Information Technology (IT), Operational Technology (OT), Internet of Things (IoT), dan Big Data Analytic, mengintegrasikan objek fisik, digital dan manusia untuk menghasilkan lulusan perguruan tinggi yang kompetitif dan berdaya saing.
Sementara Rektor Universitas Al Azhar Indonesia (UAI) Asep Saefuddin berpendapat, sebenarnya mahasiswa yang memegang sertifikat kompetensi selain ijazah memang bagus bagi portofolionya. Akan tetapi, katanya, jangan dijadikan kewajiban dan jangan dijadikan syarat untuk melamar pekerjaan dulu. Ada baiknya, kata dia, hal itu dijadikan nilai tambah bagi sarjana.
Dia mengungkapkan, di UAI sendiri belum mewajibkan adanya sertifikasi hanya sebatas menyarankan saja kepada mahasiswanya. Namun untuk jurusan bahasa misalnya bahasa Mandarin dan bahasa Arab dia mengaku pada umumnya mahasiswa yang lulus akan mendapat sertifikat kemahiran berbahasa. "Bila sertifikasi itu diwajibkan maka biayanya jangan mahal. Harus terjangkau oleg mahasiswa," katanya.
Wakil Ketua Dewan Pertimbangan Forum Rektor Indonesia (FRI) ini berpendapat, Kemenristekdikti harusnya meminta kampus untuk benar-benar menjaga mutu lulusan dan kompetensi didalam bidangnya. Sehingga begitu sesrorang lulus sarjana maka lulusan dari satu perguruan tinggi itu benar-benar kompeten sehingga tidak perlu ada syarat lagi dengan sertifikasi kompetensi. (Neneng Zubaidah)
(nfl)