Mahasiswa Generasi Milenial, Kompetensi Dosen Harus Meningkat
A
A
A
JAKARTA - Era disrupsi inovasi menuntut perguruan tinggi untuk membuka perkuliahan e-learning. Namun pembelajaran online ini menuntut kompetensi dosen yang tinggi.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, sistem pembelajaran E-learning harus diimbangi dengan peningkatan kompetensi dosen. Mahasiswa yang dihadapi dosen saat ini adalah mahasiswa generasi milenial dan generasi Z. Oleh karena itu dosen harus meningkatkan kompetensi keilmuan serta melakukan inovasi metode pembelajaran.
“Saya sampaikan amat penting untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi dosen. Kita harus bisa melakukan evaluasi diri, ada di mana posisi kita dibandingkan dengan negara lain, sehingga hal ini bisa dimanifestasikan kepada para mahasiswa agar mereka dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia," katanya saat Peresmian Gedung Baru Development of Education in Seven Universities Project (7 in 1 Project) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Nasir mengungkapkan, dosen yang berkompetensi dan selalu sadar akan perkembangan ilmu di negara lain akan membuat mahasiswa lebih kompetitif dalam mensejahterakan rakyat. Dalam meningkatkan kompetensinya, Nasir sampaikan mahasiswa perlu berinisiatif ilmu dari berbagai sumber, salah satunya melalui materi pembelajaran dalam jaringan (online learning).
"Sementara itu dari sisi mahasiswa, yang harus dibenahi adalah kesiapan belajar mandiri mahasiswa. Karena dalam pembelajaran daring lebih banyak mengadopsi istilah self-directed learning, maka self-directed learning mahasiswa menjadi penting," terang Nasir.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini mengatakan, dia percaya mahasiswa Indonesia sudah tidak asing dengan perkembangan teknologi, sehingga mereka dapat lebih adaptif pada penggunaan online learning.
"Kalau dari sisi literasi teknologi, saya kira tidak ada masalah yang berarti, karena mahasiswa kita saat ini pada dasarnya sudah merupakan digital native," ungkap Nasir.
Proses pembelajaran secara daring (e-learning) telah dilakukan di berbagai perguruan tinggi Indonesia, dan kedepannya akan jauh lebih banyak perguruan tinggi yang mengadopsi sistem ini. Nasir mengatakan, dengan adanya E-learning maka Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia bisa lebih tinggi dari APK saat ini yakni 34,58.
Rektor Universitas Terbuka Ojat Darodjat mengatakan, UT diberikan amanah dari pemerintah sebagai mitra strategis dalam rangka meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi. Dia menjelaskan, salah satu cara yang paling memungkinkan untuk menaikkan APK secara masif ialah dengan pendidikan jarak jauh (PJJ). “Kita ingin agar pada 2020 nanti APK pendidikan tinggi bisa mencapai 40 %,” katanya.
Ojat menjelaskan, adanya PJJ menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin kuliah namun terbatas waktu dan tempat. PJJ juga menjadi jawaban bagi masyarakat daerah pinggiran yang selama ini tidak terjangkau perguruan tinggi dengan metode tatap muka. Oleh karena itu, kata dia, memberikan kesempatan bagi masyarakat di daerah pinggiran untuk bisa kuliah dengan PJJ merupakan jawaban untuk mensukseskan program Presiden Jokowi yakni membangun Indonesia dari Pinggiran.
Sementara itu, Rektor Universitas Tarumanegara Agustinus Purna Irawan mengatakan, Untar termasuk dalam 25 perguruan tinggi yang siap menjalani kuliah online atau pendidikan daring. Namun saat ini, dia menyebutkan, Untar masih menerapkan sistem blended learning atau gabungan kuliah tatap muka dan online untuk mata kuliah dasar umum (MKDU) seperti Bahasa Inggris dan Kewirausahaan untuk semua fakultas.
Meski begitu, dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Agustinus mengatakan, Untar telah siap melalui reorientasi atau perubahan kurikulum, dan sarana prasarana. Dalam hal ini, kurikulum beralih sesuai dengan perkembangan digital. Sedangkan sarana prasarana seperti laboratorium pendidikan dengan teknologi yang selalu diperbaharui.
Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristekdikti) Mohammad Nasir mengatakan, sistem pembelajaran E-learning harus diimbangi dengan peningkatan kompetensi dosen. Mahasiswa yang dihadapi dosen saat ini adalah mahasiswa generasi milenial dan generasi Z. Oleh karena itu dosen harus meningkatkan kompetensi keilmuan serta melakukan inovasi metode pembelajaran.
“Saya sampaikan amat penting untuk meningkatkan kualifikasi dan kompetensi dosen. Kita harus bisa melakukan evaluasi diri, ada di mana posisi kita dibandingkan dengan negara lain, sehingga hal ini bisa dimanifestasikan kepada para mahasiswa agar mereka dapat memberikan kontribusi bagi kemajuan dan kesejahteraan bangsa Indonesia," katanya saat Peresmian Gedung Baru Development of Education in Seven Universities Project (7 in 1 Project) Universitas Negeri Yogyakarta (UNY).
Nasir mengungkapkan, dosen yang berkompetensi dan selalu sadar akan perkembangan ilmu di negara lain akan membuat mahasiswa lebih kompetitif dalam mensejahterakan rakyat. Dalam meningkatkan kompetensinya, Nasir sampaikan mahasiswa perlu berinisiatif ilmu dari berbagai sumber, salah satunya melalui materi pembelajaran dalam jaringan (online learning).
"Sementara itu dari sisi mahasiswa, yang harus dibenahi adalah kesiapan belajar mandiri mahasiswa. Karena dalam pembelajaran daring lebih banyak mengadopsi istilah self-directed learning, maka self-directed learning mahasiswa menjadi penting," terang Nasir.
Mantan rektor Universitas Diponegoro ini mengatakan, dia percaya mahasiswa Indonesia sudah tidak asing dengan perkembangan teknologi, sehingga mereka dapat lebih adaptif pada penggunaan online learning.
"Kalau dari sisi literasi teknologi, saya kira tidak ada masalah yang berarti, karena mahasiswa kita saat ini pada dasarnya sudah merupakan digital native," ungkap Nasir.
Proses pembelajaran secara daring (e-learning) telah dilakukan di berbagai perguruan tinggi Indonesia, dan kedepannya akan jauh lebih banyak perguruan tinggi yang mengadopsi sistem ini. Nasir mengatakan, dengan adanya E-learning maka Angka Partisipasi Kasar (APK) pendidikan tinggi di Indonesia bisa lebih tinggi dari APK saat ini yakni 34,58.
Rektor Universitas Terbuka Ojat Darodjat mengatakan, UT diberikan amanah dari pemerintah sebagai mitra strategis dalam rangka meningkatkan angka partisipasi kasar (APK) pendidikan tinggi. Dia menjelaskan, salah satu cara yang paling memungkinkan untuk menaikkan APK secara masif ialah dengan pendidikan jarak jauh (PJJ). “Kita ingin agar pada 2020 nanti APK pendidikan tinggi bisa mencapai 40 %,” katanya.
Ojat menjelaskan, adanya PJJ menjadi solusi bagi masyarakat yang ingin kuliah namun terbatas waktu dan tempat. PJJ juga menjadi jawaban bagi masyarakat daerah pinggiran yang selama ini tidak terjangkau perguruan tinggi dengan metode tatap muka. Oleh karena itu, kata dia, memberikan kesempatan bagi masyarakat di daerah pinggiran untuk bisa kuliah dengan PJJ merupakan jawaban untuk mensukseskan program Presiden Jokowi yakni membangun Indonesia dari Pinggiran.
Sementara itu, Rektor Universitas Tarumanegara Agustinus Purna Irawan mengatakan, Untar termasuk dalam 25 perguruan tinggi yang siap menjalani kuliah online atau pendidikan daring. Namun saat ini, dia menyebutkan, Untar masih menerapkan sistem blended learning atau gabungan kuliah tatap muka dan online untuk mata kuliah dasar umum (MKDU) seperti Bahasa Inggris dan Kewirausahaan untuk semua fakultas.
Meski begitu, dalam menghadapi revolusi industri 4.0. Agustinus mengatakan, Untar telah siap melalui reorientasi atau perubahan kurikulum, dan sarana prasarana. Dalam hal ini, kurikulum beralih sesuai dengan perkembangan digital. Sedangkan sarana prasarana seperti laboratorium pendidikan dengan teknologi yang selalu diperbaharui.
(pur)