PKBM Bintang Flobamora Entaskan Masyarakat dari Kebodohan dan Kemiskinan
A
A
A
DEPOK - Ada yang berbeda di antara peserta pameran pendidikan dan kebudayaan di arena Rembuk Nasional Pendidikan dan Kebudayaan 2019 di Pusat Pendidikan dan Pelatihan (Pusdiklat) Pegawai Kemendikbud di Depok, Jawa Barat. Seorang mama dari Kupang tampak sedang serius menenun. Tangannya begitu terampil, menarik benang untuk membentuk pola.
Sementara di sekitarnya terdapat kain hasil tenun berbagai ukuran. Ada pula kain yang sudah dijahit menjadi beragam bentuk. Baju, tas, dompet dan lain-lain.
”Mama ini peserta PKBM Bintang Flobamora Kupang. Tidak hanya memberikan pelatihan menenun, kami juga memberikan pelatihan pemasarannya,” ungkap Polikarpus Do, pendiri PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Senin (11/2/2019).
Polikarpus mendirikan PKBM Bintang Flobamora tahun 2013 karena kegelisahannya melihat begitu banyak anak putus sekolah di kampungnya di Kupang. Putus sekolah ini salah satunya karena kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan begitu rendah.
”Masyarakat merasa nyaman dengan aktivitas kerja sehari-hari. Menganggap pendidikan tidak penting,” ungkap Polikarpus.
Cara pandang masyarakat itu membuat mereka tak merespons ajakan Polikarpus untuk belajar di PKBM yang dibentuknya. Itu yang membuatnya berkeliling ke kantong-kantong anak putus sekolah untuk menyosialisasikan.
Tak hanya mengajak dan membujuk anak putus sekolah, Polikarpus mendatangi orangtua mereka. Dia melakukan pendekatan untuk memberikan pemahaman pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka.
”Saya modal tekad dan nekat. Saya ingin berkarya, berbakti, peduli dengan melayani yang tak terjangkau dan menjangkau yang tak terlayani pendidikan,” tutur guru privat bahasa Inggris ini.
Hasilnya, pada tahun pertama PKBM Bintang Flobamora memiliki 47 peserta Program Paket C, 29 peserta Paket B, dan 24 peserta Program Paket A. ”Setelah itu jumlah peserta meningkat pesat,” ungkap Polikarpus.
Gadaikan BPKB
Lantas, dari mana biaya yang digunakan? ”Modal saya air mata, semangat dan kemandirian. Masyarakat membantu seikhlasnya. Lebih sering saya menggunakan uang pribadi dari hasil mengajar privat untuk honor tutor, membeli ATK dan operasional,” aku Polikarpus.
Bahkan Polikarpus pernah sampai menggadaikan BPKB sepeda motornya. ”Tujuan saya memang melayani. Saya tidak berhitung dapat apa dari aktivitas ini,” ucapnya.
Situasi mulai berubah pada tahun 2015. Setelah PKBM Bintang Flobamora mendapat nilai B dari PAUD Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk penilaian kinerja. Dilanjutkan dengan mendapatkan akreditasi pada tahun berikutnya.
”Kami mendapat banyak bantuan dari pemerintah. Biaya operasional, sarana-prasarana, kursus dan pelatihan,biaya pengembangan literasi dan jurnalistik dan lain-lain. Total kami mendapat bantuan pada tahun 2016 sebesar Rp 125 juta,” ungkap Polikarpus.
Bantuan-bantuan ini membuat beban Polikarpus untuk membiayai PKBM Bintang Flobamora berkurang. Dia bisa fokus untuk meningkatkan manajerial dan mutu penyelenggaraan program.
Polikarpus ingin peserta tidak hanya melek pendidikan tetapi juga terampil dan mandiri secara ekonomi. Untuk itulah dia terus mengembangkan program, salah satunya meningkatkan lifeskills peserta. Tentu dilengkapi dengan berbagai keterampilan. Salah satunya keterampilan menenun.
”Minimal dapur peserta menyala, kebutuhan dasarnya terpenuhi. PKBM ini jembatan agar masyarakat lebih baik pendidikan dan ekonominya,” jelas Polikarpus.
Untuk mengenalkan dan memasarkan karya peserta PKBM, Polikarpus rajin mengikuti berbagai pameran. Hasilnya, tenun karya mereka mampu menembus pasar di luar Kupang. Salah satunya ke Papua.
”Tuhan sungguh luar biasa. Apa yang kami kerjakan secara tulus tidak sia-sia. Masyarakat keluar dari masalah pendidikan dan kemiskinan. Ketika mereka bisa tersenyum, itulah yang membahagiakan saya,” tutur Polikarpus.
Namun, perjuangan Polikarpus belum berakhir. Masih banyak orangtua yang belum paham pentingnya pendidikan. ”Masih ada anak putus sekolah. Bahkan salah satunya dipaksa berjualan sayur. Mereka kakak-beradik, belum boleh pulang kalau belum mendapat uang. Itu salah satu PR saya,” tutupnya.
Sementara di sekitarnya terdapat kain hasil tenun berbagai ukuran. Ada pula kain yang sudah dijahit menjadi beragam bentuk. Baju, tas, dompet dan lain-lain.
”Mama ini peserta PKBM Bintang Flobamora Kupang. Tidak hanya memberikan pelatihan menenun, kami juga memberikan pelatihan pemasarannya,” ungkap Polikarpus Do, pendiri PKBM (Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat), Senin (11/2/2019).
Polikarpus mendirikan PKBM Bintang Flobamora tahun 2013 karena kegelisahannya melihat begitu banyak anak putus sekolah di kampungnya di Kupang. Putus sekolah ini salah satunya karena kesadaran masyarakat terhadap pentingnya pendidikan begitu rendah.
”Masyarakat merasa nyaman dengan aktivitas kerja sehari-hari. Menganggap pendidikan tidak penting,” ungkap Polikarpus.
Cara pandang masyarakat itu membuat mereka tak merespons ajakan Polikarpus untuk belajar di PKBM yang dibentuknya. Itu yang membuatnya berkeliling ke kantong-kantong anak putus sekolah untuk menyosialisasikan.
Tak hanya mengajak dan membujuk anak putus sekolah, Polikarpus mendatangi orangtua mereka. Dia melakukan pendekatan untuk memberikan pemahaman pentingnya pendidikan untuk masa depan anak-anak mereka.
”Saya modal tekad dan nekat. Saya ingin berkarya, berbakti, peduli dengan melayani yang tak terjangkau dan menjangkau yang tak terlayani pendidikan,” tutur guru privat bahasa Inggris ini.
Hasilnya, pada tahun pertama PKBM Bintang Flobamora memiliki 47 peserta Program Paket C, 29 peserta Paket B, dan 24 peserta Program Paket A. ”Setelah itu jumlah peserta meningkat pesat,” ungkap Polikarpus.
Gadaikan BPKB
Lantas, dari mana biaya yang digunakan? ”Modal saya air mata, semangat dan kemandirian. Masyarakat membantu seikhlasnya. Lebih sering saya menggunakan uang pribadi dari hasil mengajar privat untuk honor tutor, membeli ATK dan operasional,” aku Polikarpus.
Bahkan Polikarpus pernah sampai menggadaikan BPKB sepeda motornya. ”Tujuan saya memang melayani. Saya tidak berhitung dapat apa dari aktivitas ini,” ucapnya.
Situasi mulai berubah pada tahun 2015. Setelah PKBM Bintang Flobamora mendapat nilai B dari PAUD Dikmas Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan RI untuk penilaian kinerja. Dilanjutkan dengan mendapatkan akreditasi pada tahun berikutnya.
”Kami mendapat banyak bantuan dari pemerintah. Biaya operasional, sarana-prasarana, kursus dan pelatihan,biaya pengembangan literasi dan jurnalistik dan lain-lain. Total kami mendapat bantuan pada tahun 2016 sebesar Rp 125 juta,” ungkap Polikarpus.
Bantuan-bantuan ini membuat beban Polikarpus untuk membiayai PKBM Bintang Flobamora berkurang. Dia bisa fokus untuk meningkatkan manajerial dan mutu penyelenggaraan program.
Polikarpus ingin peserta tidak hanya melek pendidikan tetapi juga terampil dan mandiri secara ekonomi. Untuk itulah dia terus mengembangkan program, salah satunya meningkatkan lifeskills peserta. Tentu dilengkapi dengan berbagai keterampilan. Salah satunya keterampilan menenun.
”Minimal dapur peserta menyala, kebutuhan dasarnya terpenuhi. PKBM ini jembatan agar masyarakat lebih baik pendidikan dan ekonominya,” jelas Polikarpus.
Untuk mengenalkan dan memasarkan karya peserta PKBM, Polikarpus rajin mengikuti berbagai pameran. Hasilnya, tenun karya mereka mampu menembus pasar di luar Kupang. Salah satunya ke Papua.
”Tuhan sungguh luar biasa. Apa yang kami kerjakan secara tulus tidak sia-sia. Masyarakat keluar dari masalah pendidikan dan kemiskinan. Ketika mereka bisa tersenyum, itulah yang membahagiakan saya,” tutur Polikarpus.
Namun, perjuangan Polikarpus belum berakhir. Masih banyak orangtua yang belum paham pentingnya pendidikan. ”Masih ada anak putus sekolah. Bahkan salah satunya dipaksa berjualan sayur. Mereka kakak-beradik, belum boleh pulang kalau belum mendapat uang. Itu salah satu PR saya,” tutupnya.
(akn)