Pentingnya Pelatihan Manajemen Laboratorium di Institusi Pendidikan
A
A
A
JAKARTA - Perguruan tinggi adalah inkubator dan pusat unggulan inovasi nasional pada berbagai aspek, termasuk bidang laboratorium. Laboratorium perguruan tinggi, khususnya laboratorium ilmu hayati (life science) berkontribusi besar dalam pengembangan inovasi bioteknologi melalui tiga tugas pokok dan fungsi perguruan tinggi yakni pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat (layanan pengujian).
Indonesia One Health University Network (INDOHUN) sebagai asosiasi perguruan tinggi bidang kesehatan di Indonesia dalam berbagai kesempatan telah mengambil peran strategis dalam proses advokasi penerapan sistem manajemen biorisiko laboratorium di institusi pendidikan maupun kementerian dan lembaga terkait.
Sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pemahaman personel laboratorium terkait sistem manajemen biorisiko, INDOHUN menyelenggarakan pelatihan manajemen biorisiko profesional serta ujian sertifikasi ahli manajemen biorisiko bagi personel laboratorium ilmu hayati perguruan tinggi pada tanggal 19-23 Maret 2019 di Surabaya. Kegiatan pelatihan ini dibuka oleh Koordinator INDOHUN yang wakili oleh Agus Suwandono.
"Pelatihan ini merupakan upaya INDOHUN dalam mempersiapkan sumber daya manusia laboratorium untuk mencegah dan mengendalikan potensi penyalahgunaan agen biologi berbahaya di laboratorium. Harapan kami para peserta dapat menjadi pelopor dalam bidang manajemen biorisiko di masing-masing institusi dimasa mendatang," ungkap Agus melalui siaran pers, Senin (25/3/2019).
Menurut Agus, pemenuhan kualitas mutu manajemen laboratorium, khususnya dalam hal penerapan manajemen biorisiko menjadi tantangan utama laboratorium ilmu hayati di perguruan tinggi.
"Kualitas luaran laboratorium di bidang kesehatan manusia, kesehatan hewan dan lingkungan sangat bergantung pada kapasitas sumber daya manusia, kebijakan sistem manajemen mutu dan dukungan sarana prasarana yang mumpuni," tuturnya.
Ketua panitia pelatihan, Agus Setiawan menambahkan, tingkat akurasi dan reabilitas hasil uji rendah dan penerapan sistem manajemen biorisiko yang buruk dapat berdampak pada kesalahan diagnosis serta meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, infeksi, serta potensi penyelahgunaan agen biologi patogen untuk tujuan negatif.
"Peserta pelatihan terdiri dari 20 orang perwakilan dari enam perguruan tinggi; Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Syiah Kuala," ucap Agus Setiawan, ketua panitia pelatihan.
Sebagai bagian dari tindak lanjut kegiatan pelatihan, INDOHUN tengah menyiapkan beberapa rencana program, yakni upaya advokasi dibentuknya kebijakan penerapan manajemen biorisiko di perguruaan tinggi dan penyediaan instrumen pemetaan dan perangkat penilaian laboratorium (PPL).
"Sebagai perangkat untuk menilai kapasitas penerapan manajemen biorisiko di institusi perguruan tinggi. Hasil pemetaan tersebut dapat menjadi dasar kebijakan penerapan konsep resource sharing dalam misi menyonsong era industri 4.0," pungkasnya.
Indonesia One Health University Network (INDOHUN) sebagai asosiasi perguruan tinggi bidang kesehatan di Indonesia dalam berbagai kesempatan telah mengambil peran strategis dalam proses advokasi penerapan sistem manajemen biorisiko laboratorium di institusi pendidikan maupun kementerian dan lembaga terkait.
Sebagai salah satu upaya dalam meningkatkan pemahaman personel laboratorium terkait sistem manajemen biorisiko, INDOHUN menyelenggarakan pelatihan manajemen biorisiko profesional serta ujian sertifikasi ahli manajemen biorisiko bagi personel laboratorium ilmu hayati perguruan tinggi pada tanggal 19-23 Maret 2019 di Surabaya. Kegiatan pelatihan ini dibuka oleh Koordinator INDOHUN yang wakili oleh Agus Suwandono.
"Pelatihan ini merupakan upaya INDOHUN dalam mempersiapkan sumber daya manusia laboratorium untuk mencegah dan mengendalikan potensi penyalahgunaan agen biologi berbahaya di laboratorium. Harapan kami para peserta dapat menjadi pelopor dalam bidang manajemen biorisiko di masing-masing institusi dimasa mendatang," ungkap Agus melalui siaran pers, Senin (25/3/2019).
Menurut Agus, pemenuhan kualitas mutu manajemen laboratorium, khususnya dalam hal penerapan manajemen biorisiko menjadi tantangan utama laboratorium ilmu hayati di perguruan tinggi.
"Kualitas luaran laboratorium di bidang kesehatan manusia, kesehatan hewan dan lingkungan sangat bergantung pada kapasitas sumber daya manusia, kebijakan sistem manajemen mutu dan dukungan sarana prasarana yang mumpuni," tuturnya.
Ketua panitia pelatihan, Agus Setiawan menambahkan, tingkat akurasi dan reabilitas hasil uji rendah dan penerapan sistem manajemen biorisiko yang buruk dapat berdampak pada kesalahan diagnosis serta meningkatkan risiko terjadinya kecelakaan, infeksi, serta potensi penyelahgunaan agen biologi patogen untuk tujuan negatif.
"Peserta pelatihan terdiri dari 20 orang perwakilan dari enam perguruan tinggi; Universitas Gadjah Mada, Universitas Airlangga, Universitas Indonesia, Institut Pertanian Bogor, Universitas Hasanuddin, dan Universitas Syiah Kuala," ucap Agus Setiawan, ketua panitia pelatihan.
Sebagai bagian dari tindak lanjut kegiatan pelatihan, INDOHUN tengah menyiapkan beberapa rencana program, yakni upaya advokasi dibentuknya kebijakan penerapan manajemen biorisiko di perguruaan tinggi dan penyediaan instrumen pemetaan dan perangkat penilaian laboratorium (PPL).
"Sebagai perangkat untuk menilai kapasitas penerapan manajemen biorisiko di institusi perguruan tinggi. Hasil pemetaan tersebut dapat menjadi dasar kebijakan penerapan konsep resource sharing dalam misi menyonsong era industri 4.0," pungkasnya.
(maf)