Tujuh Kampus di Indonesia Jadi Growth Hub Kewirausahaan
A
A
A
JAKARTA - Tujuh kampus di Indonesia akan dijadikan growth hub atau pusat pertumbuhan bagi entrepreneurship di Indonesia. Ketujuh kampus ini bakal difokuskan untuk mencetak para pengusaha baru. Ketujuh kampus itu adalah Universitas Padjajaran, Universitas Negeri Semarang, Universitas Brawijaya, Universitas Islam Indonesia (Yogyakarta), Universitas Ahmad Dahlan, STIE Malangkucecwara dan President University.
Ketujuhnya akan bekerja sama dengan empat kampus Eropa untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Ismunandar mengatakan, mereka akan membentuk konsorsium dengan menggandeng empat perguruan tinggi Eropa yakni University of Gloucestershire (UK), Dublin Institute of Technology (Irlandia), Fachhochschule des Mittelstandes (Jerman), dan University of Innsbruck (Austria).
“Yang saya suka dari program ini adalah mereka punya growth hub. Hub pertumbuhan. Perguruan tinggi itu akan menjadi pusat pertumbuhan entrepreneurship,” kata Ismunandar seusai diskusi “Pendidikan dan Kewirausahaan dan Usulan Kebijakan bagi Perguruan Tinggi Indonesia” di kantor Kemenristekdikti, Jakarta, kemarin.
Ketujuh kampus Indonesia dan empat perguruan tinggi Eropa tersebut akan membuat proyek kerja sama yang disebut Growing Indonesiaa Triangular Approach atau proyek GITA. Proyek ini didanai oleh Erasmus, sebuah komisi di Uni Eropa yang mendukung berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan, pelatihan, pemuda, dan olahraga di berbagai negara.
Sesuai namanya, kata triangular merujuk pada tiga pendekatan yang dipakai dalam proyek GITA. Pendekatan tersebut mencakup pengembangan hubungan kerja sama yang efektif antara perguruan tinggi dan perusahaan, menanamkan jiwa kewirausahaan pada seluruh pemangku kepentingan di universitas, serta membangun perusahaan baru dari ide-ide dan inovasi yang berkontribusi pada ekonomi lokal maupun daerah.
Melalui proyek GITA, tujuh perguruan tinggi di Indonesia tersebut akan menjadi growth hub, yakni sebagai tempat bagi akademisi, mahasiswa, alumni, startup, dan perusahaan-perusahaan untuk berkumpul, berbagi ide, dan berkolaborasi. Selain itu, proyek GITA juga akan melibatkan kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang akan berbagi pengalaman tentang kewirausahaan.
Melalui siaran pers disebutkan bahwa di luar negeri banyak pengusaha yang lahir dari kampus. Bahkan ada banyak mahasiswa yang begitu lulus kuliah langsung terjun sebagai pengusaha. Contohnya di Babson College, Amerika Serikat. Menurut laporan Financial Times (2015), sebanyak 46% dari lulusan program MBA Babson College langsung membuka usaha sendiri.
Lalu sebanyak 34% lulusan Stanfords Graduate School of Business juga membuka usaha sendiri. Di Harvard Business School, ada 28% lulusannya yang langsung berwirausaha. Sementara di MIT Sloan angkanya mencapai 26%. Di Inggris, ada 27% dari lulusan Oxford University yang menjadi pengusaha.
Kampus lainnya, London Business School ada 25% lulusannya yang memilih berwirausaha. Upaya semacam itulah yang tengah dilakukan oleh tujuh perguruan tinggi di negara ini guna mewujudkan visinya mencetak pengusaha-pengusaha baru.
Mantan Atdikbud RI di Wahington DC ini menjelaskan, ekosistem pendidikan kewirausahaan itu tidak bisa berjalan hanya di perguruan tinggi saja. Semua harus terlibat seperti pemerintah yang membuat kebijakan serta keterlibatan komunitas sebagai pendukung.
Ismunandar menjelaskan, pemerintah bisa mendesak kampus negeri untuk menjalankan kewirausahaan. Bagi kampus swasta, katanya, biasanya juga menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah. “Indonesia membutuhkan banyak pengusaha baru untuk menurunkan tingkat pengangguran,” katanya.
Profesor dari School of Business & Technology, University of Gloucestershire dan juga Ketua Proyek GITA Neil Towers mengatakan, pendidikan kewirausahaan sangat penting dimasukkan ke dalam kurikulum universitas. Selain itu dari pendidikan ini bisa menilai apa saja tantangan yang muncul dalam menerapkan strategi secara kelembagaan.
Ketujuhnya akan bekerja sama dengan empat kampus Eropa untuk membangun ekosistem kewirausahaan di Indonesia. Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan (Belmawa) Kemenristekdikti Ismunandar mengatakan, mereka akan membentuk konsorsium dengan menggandeng empat perguruan tinggi Eropa yakni University of Gloucestershire (UK), Dublin Institute of Technology (Irlandia), Fachhochschule des Mittelstandes (Jerman), dan University of Innsbruck (Austria).
“Yang saya suka dari program ini adalah mereka punya growth hub. Hub pertumbuhan. Perguruan tinggi itu akan menjadi pusat pertumbuhan entrepreneurship,” kata Ismunandar seusai diskusi “Pendidikan dan Kewirausahaan dan Usulan Kebijakan bagi Perguruan Tinggi Indonesia” di kantor Kemenristekdikti, Jakarta, kemarin.
Ketujuh kampus Indonesia dan empat perguruan tinggi Eropa tersebut akan membuat proyek kerja sama yang disebut Growing Indonesiaa Triangular Approach atau proyek GITA. Proyek ini didanai oleh Erasmus, sebuah komisi di Uni Eropa yang mendukung berbagai kegiatan dalam bidang pendidikan, pelatihan, pemuda, dan olahraga di berbagai negara.
Sesuai namanya, kata triangular merujuk pada tiga pendekatan yang dipakai dalam proyek GITA. Pendekatan tersebut mencakup pengembangan hubungan kerja sama yang efektif antara perguruan tinggi dan perusahaan, menanamkan jiwa kewirausahaan pada seluruh pemangku kepentingan di universitas, serta membangun perusahaan baru dari ide-ide dan inovasi yang berkontribusi pada ekonomi lokal maupun daerah.
Melalui proyek GITA, tujuh perguruan tinggi di Indonesia tersebut akan menjadi growth hub, yakni sebagai tempat bagi akademisi, mahasiswa, alumni, startup, dan perusahaan-perusahaan untuk berkumpul, berbagi ide, dan berkolaborasi. Selain itu, proyek GITA juga akan melibatkan kalangan usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) yang akan berbagi pengalaman tentang kewirausahaan.
Melalui siaran pers disebutkan bahwa di luar negeri banyak pengusaha yang lahir dari kampus. Bahkan ada banyak mahasiswa yang begitu lulus kuliah langsung terjun sebagai pengusaha. Contohnya di Babson College, Amerika Serikat. Menurut laporan Financial Times (2015), sebanyak 46% dari lulusan program MBA Babson College langsung membuka usaha sendiri.
Lalu sebanyak 34% lulusan Stanfords Graduate School of Business juga membuka usaha sendiri. Di Harvard Business School, ada 28% lulusannya yang langsung berwirausaha. Sementara di MIT Sloan angkanya mencapai 26%. Di Inggris, ada 27% dari lulusan Oxford University yang menjadi pengusaha.
Kampus lainnya, London Business School ada 25% lulusannya yang memilih berwirausaha. Upaya semacam itulah yang tengah dilakukan oleh tujuh perguruan tinggi di negara ini guna mewujudkan visinya mencetak pengusaha-pengusaha baru.
Mantan Atdikbud RI di Wahington DC ini menjelaskan, ekosistem pendidikan kewirausahaan itu tidak bisa berjalan hanya di perguruan tinggi saja. Semua harus terlibat seperti pemerintah yang membuat kebijakan serta keterlibatan komunitas sebagai pendukung.
Ismunandar menjelaskan, pemerintah bisa mendesak kampus negeri untuk menjalankan kewirausahaan. Bagi kampus swasta, katanya, biasanya juga menyesuaikan dengan kebijakan pemerintah. “Indonesia membutuhkan banyak pengusaha baru untuk menurunkan tingkat pengangguran,” katanya.
Profesor dari School of Business & Technology, University of Gloucestershire dan juga Ketua Proyek GITA Neil Towers mengatakan, pendidikan kewirausahaan sangat penting dimasukkan ke dalam kurikulum universitas. Selain itu dari pendidikan ini bisa menilai apa saja tantangan yang muncul dalam menerapkan strategi secara kelembagaan.
(don)