Mendikbud Minta Perploncoan Ganti Program Kakak Asuh

Selasa, 16 Juli 2019 - 05:57 WIB
Mendikbud Minta Perploncoan...
Mendikbud Minta Perploncoan Ganti Program Kakak Asuh
A A A
JAKARTA - Tindakan kekerasan kepada siswa-siswa baru diduga banyak terjadi dalam masa orientasi sekolah (MOS) di berbagai tempat. Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy meminta pengawasan program MOS atau masa pengenalan lingkungan sekolah (MPLS) diperketat.

Instruksi Muhadjir tersebut juga menyusul kasus meninggalnya Delwyn Berli Juliandro, 14, siswa SMA Taruna Indonesia Kota Palembang, Sabtu (13/7) lalu. Berli diduga menjadi korban kekerasan seniornya karena sempat mengalami kejang-kejang dan pingsan saat mengikuti rangkaian MOS pada Jumat (12/7) malam. Dari keterangan keluarga korban, di tubuh Berli juga terlihat banyak luka lebam.

Mendikbud menegaskan tidak boleh ada perploncoan pada MPLS. Dia juga mendorong siswa senior bisa menjadi kakak asuh untuk memperkenalkan lingkungan sekolah kepada adik kelasnya. Mendikbud berharap di setiap sekolah memiliki program kakak asuh agar siswa senior bisa mendampingi siswa baru pada MPLS ini.

"Tidak boleh ada perploncoan. Dengan adanya kakak asuh maka anak yang senior dilatih bertanggung jawab untuk mengasuh adik-adiknya yang baru," katanya saat mengunjungi SD Muhammadiyah 5 Jakarta Selatan dalam rangka MPLS kemarin. Mendikbud beserta istri kemarin juga turut mengantar anak bungsunya yang baru masuk kelas I SD di bilangan Kebayoran Baru.

Selain ke SD Muhammadiyah, Mendikbud juga melakukan kunjungan ke SD Negeri 3 Kabupaten Tangerang, SMA Negeri 13 Kabupaten Tangerang, dan Lembaga Pendidikan Permata Insani Islamic School Kabupaten Tangerang. Mendikbud berharap pada MPLS ini sekolah jangan mengenalkan lingkungan fisik semata. Yang lebih utama adalah pengenalan terhadap kultur, budaya sekolah, serta tradisi kegiatan positif.

Harapannya, siswa-siswa baru bisa cepat terlibat dalam kegiatan yang ada. Mantan rektor Universitas Muhammadiyah Malang ini menjelaskan, pengawasan pada MPLS ini diserahkan langsung kepada sekolah masing-masing. Dia meminta sekolah melalui wakil kepala sekolah bidang kemahasiswaan untuk memantau dan mengevaluasi MPLS setiap harinya.

Bahkan jika waktu MPLS tiga hari, bisa ditambah harinya apabila memang masih banyak materi yang harus diperkenalkan kepada anak baru. Muhadjir menyampaikan, melalui sistem zonasi maka keluarga pun bisa mengantar anaknya ke sekolah terdekat. Selain itu, juga akan memperkuat sinergi antara orang tua dan sekolah untuk bertanggung jawab atas keberadaan anaknya di sekolah.

"Orang tua harus bersinergi dengan sekolah untuk menjamin kenyamanan, keamanan, keramahan lingkungan sekolah karena suasana lingkungan akan menentukan keadaan siswa yang bersangkutan," katanya. Mendikbud berharap para orang tua dapat menjadi pendidik yang utama bagi anak-anaknya. Ini penting karena pendidikan anak tidak hanya menjadi tanggung jawab sekolah, tetapi juga orang tua tetap menjadi pendidik yang utama.

Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifuddian mengatakan, merujuk Permendikbud No 18/2016, jelas bahwa tujuan MPLS adalah mengenali potensi diri siswa baru. Selain itu, MPLS membantu siswa beradaptasi dengan lingkungan sekolah dan sekitar seperti dalam aspek keamanan, fasilitas umum, dan sarana-prasarana sekolah. Tujuan lainnya adalah menumbuhkan motivasi, semangat, dan cara belajar efektif sebagai siswa baru.

Dia berharap MPLS berjalan sesuai tujuannya. Komite sekolah didorong berperan aktif mengawasi masa orientasi tersebut. Politikus Golkar ini menuturkan bahwa MPLS harus dibentuk dalam kegiatan yang edukatif dan kreatif. Pasalnya, siswa baru tidak hanya harus diperkenalkan dari sisi kurikuler seperti eksplorasi fasilitas sekolah, tetapi juga pengenalan dari sisi nonkurikuler, antara lain kegiatan pramuka ataupun palang merah remaja.

Desakan agar praktik perploncoan saatnya dihilangkan, juga disampaikan sejumlah orang tua murid yang tergabung dalam Forum Orang Tua Siswa (Fortusis) Kota Bandung. Ketua Fortusis Kota Bandung Dwi Soebawanto mengingatkan kepala sekolah agar tidak melibatkan siswa senior, kakak kelas, atau pengurus organisasi dalam panitia penyelenggara MPLS.

Hal itu dikhawatirkan akan menimbulkan perploncoan. "Berdasarkan pengalaman tahun-tahun sebelumnya, biasanya pihak sekolah menyerahkan penyelenggaraan MPLS kepada OSIS, sementara guru hanya sebagai pembimbing," jelas Dwi,
(don)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1539 seconds (0.1#10.140)