ITB Terbaik Nonvokasi, PENS Peringkat Teratas untuk Vokasi
A
A
A
JAKARTA - Institut Teknologi Bandung (ITB) tahun ini menduduki peringkat pertama perguruan tinggi terbaik nonvokasi di Indonesia. Adapun untuk vokasi, peringkat teratas diraih Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (PENS). Posisi yang diraih di ITB dan PENS tersebut merupakan hasil klusterisasi terhadap perguruan-perguruan tinggi yang dilakukan Kementerian Riset, Teknologi dan Perguruan Tinggi (Kemenristek Dikti).
Menristek Dikti Mohammad Nasir mengatakan klusterisasi ini dilakukan untuk memetakan perguruan tinggi guna meningkatkan kualitas sekaligus menjadi dasar memberikan kebijakan sesuai kapasitas setiap klaster tersebut. “Tujuan kami ingin mendorong perguruan tinggi Indonesia semakin maju dan masuk ke kelas dunia,” kata Nasir.
ITB meraih skor 3.671. Di urutan bawahnya adalah Universitas Gadjah Mada (3.594), Institut Pertanian Bogor (3.577), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (3.462), Universitas Indonesia (3.401), Universitas Dipoengoro (3.207), Universitas Airlangga (3.056), Universitas Hasanuddin (3.036), Universitas Brawijaya (2.948) dan Unpad (2.906).
Sementara 10 perguruan tinggi terbaik vokasi yakni Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (skor 2.276), Politeknik Negeri Bandung (2.037), Politeknik Negeri Malang (1.867), Politeknik Negeri Semarang (1.756), Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh (1.720), Politeknik Negeri Ujung Pandang (1.587), Politeknik Negeri Jakarta (1.582), Politeknik Negeri Padang (1.582), Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan (1.565) dan Politeknik Negeri Bali (1.498).
Data selengkapnya hasil pemeringkatan tersebut bisa dilihat di laman http://pemeringkatan.ristekdikti.go.id dengan memasukkan enam digit kode perguruan tinggi masing-masing yang tercatat pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi atau PDDIKTI (https://forlap.ristekdikti.go.id).
Guna mengapresiasi beberapa perguruan tinggi dengan ranking tertinggi, Kemenristekdikti saat ini tengah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memberikan atau dana abadi (endowment fund) untuk dialokasikan bagi riset di perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
“Kami ingin ajukan skema, siapa yang bisa masuk itu akan ada endowment fund yang kami bangun. Kami ajukan ke Presiden, saya mohon Rp10 triliun untuk awal, supaya nanti kita bisa kembangkan untuk riset di perguruan tinggi tersebut,” ujarnya.
Menristekdikti menegaskan tidak ada dikotomi antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS). Sebab yang terpenting adalah kualitasnya. Nasir mengapresiasi beberapa PTS yang tahun ini mampu bersaing dengan PTN dan berada pada klaster 2.
Pemeringkatan Perguruan Tinggi 2019 berfokus pada indikator atau penilaian yang berbasis output-outcome base, yaitu dengan melihat kinerja masukan dengan bobot 40%. Kinerja masukan meliputi kinerja input (15%) dan proses (25%). Untuk kinerja luaran bobotnya 60%, meliputi kinerja output (25%), dan outcome (35%).
Penambahan indikator baru tersebut sebagai upaya agar perguruan tinggi dapat secara aktif merespons perkembangan zaman, terutama revolusi industri keempat dan kebutuhan tenaga kerja. Rektor IPB University Arif Satria mengaku senang dan bangga karena IPB kembali masuk tiga besar perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Menurutnya, prestasi membanggakan ini diperoleh atas kinerja IPB di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, manajemen perguruan tinggi, termasuk unggulan inovasi.
Dengan diperolehnya prestasi membanggakan ini, Arif berharap hal itu dapat memotivasi seluruh warga IPB untuk terus berupaya semakin maju dan semakin profesional. Di sisi lain, dengan prestasi yang diperoleh kampusnya Arif berharap dapat memotivasi generasi muda untuk meningkatkan perhatiannya terhadap pertanian Indonesia.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto berpendapat, klusterisasi merupakan langkah yang bagus untuk memotret dan sebagai dasar kebijakan pemerintah untuk mengelola berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang mutunya beragam. Selain itu klusterisasi dapat membantu pemerintah mencapai target pembangunan nasional sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
Agar bisa memotret kondisi perguruan tinggi baik PTN maupun PTS, menurut Totok, diperlukan kriteria penilaian yang baik. Kriteria penilaian harus ditambah dengan kolaborasi perguruan tinggi dengan lembaga riset internasional dan inovasi yang lebih banyak di bidang pangan, energi, transportasi dan pertahanan.
Totok menyatakan salah satu efek perguruan tinggi dinilai sebagai yang terbaik di klusterisasi ini adalah masyarakat akan menjadikannya rujukan untuk mencari perguruan tinggi terbaik. "Efeknya bisa begitu (rujukan masyarakat untuk memilih kampus). Meskipun tujuannya lebih ke efisiensi pengelolaan sumber daya dan kolaborasi yang lebih baik lagi," ujarnya.
Menristek Dikti Mohammad Nasir mengatakan klusterisasi ini dilakukan untuk memetakan perguruan tinggi guna meningkatkan kualitas sekaligus menjadi dasar memberikan kebijakan sesuai kapasitas setiap klaster tersebut. “Tujuan kami ingin mendorong perguruan tinggi Indonesia semakin maju dan masuk ke kelas dunia,” kata Nasir.
ITB meraih skor 3.671. Di urutan bawahnya adalah Universitas Gadjah Mada (3.594), Institut Pertanian Bogor (3.577), Institut Teknologi Sepuluh Nopember Surabaya (3.462), Universitas Indonesia (3.401), Universitas Dipoengoro (3.207), Universitas Airlangga (3.056), Universitas Hasanuddin (3.036), Universitas Brawijaya (2.948) dan Unpad (2.906).
Sementara 10 perguruan tinggi terbaik vokasi yakni Politeknik Elektronika Negeri Surabaya (skor 2.276), Politeknik Negeri Bandung (2.037), Politeknik Negeri Malang (1.867), Politeknik Negeri Semarang (1.756), Politeknik Pertanian Negeri Payakumbuh (1.720), Politeknik Negeri Ujung Pandang (1.587), Politeknik Negeri Jakarta (1.582), Politeknik Negeri Padang (1.582), Politeknik Pertanian Negeri Pangkajene Kepulauan (1.565) dan Politeknik Negeri Bali (1.498).
Data selengkapnya hasil pemeringkatan tersebut bisa dilihat di laman http://pemeringkatan.ristekdikti.go.id dengan memasukkan enam digit kode perguruan tinggi masing-masing yang tercatat pada Pangkalan Data Pendidikan Tinggi atau PDDIKTI (https://forlap.ristekdikti.go.id).
Guna mengapresiasi beberapa perguruan tinggi dengan ranking tertinggi, Kemenristekdikti saat ini tengah mengusulkan kepada Presiden Joko Widodo dan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) untuk memberikan atau dana abadi (endowment fund) untuk dialokasikan bagi riset di perguruan tinggi terbaik di Indonesia.
“Kami ingin ajukan skema, siapa yang bisa masuk itu akan ada endowment fund yang kami bangun. Kami ajukan ke Presiden, saya mohon Rp10 triliun untuk awal, supaya nanti kita bisa kembangkan untuk riset di perguruan tinggi tersebut,” ujarnya.
Menristekdikti menegaskan tidak ada dikotomi antara perguruan tinggi negeri (PTN) dan perguruan tinggi swasta (PTS). Sebab yang terpenting adalah kualitasnya. Nasir mengapresiasi beberapa PTS yang tahun ini mampu bersaing dengan PTN dan berada pada klaster 2.
Pemeringkatan Perguruan Tinggi 2019 berfokus pada indikator atau penilaian yang berbasis output-outcome base, yaitu dengan melihat kinerja masukan dengan bobot 40%. Kinerja masukan meliputi kinerja input (15%) dan proses (25%). Untuk kinerja luaran bobotnya 60%, meliputi kinerja output (25%), dan outcome (35%).
Penambahan indikator baru tersebut sebagai upaya agar perguruan tinggi dapat secara aktif merespons perkembangan zaman, terutama revolusi industri keempat dan kebutuhan tenaga kerja. Rektor IPB University Arif Satria mengaku senang dan bangga karena IPB kembali masuk tiga besar perguruan tinggi negeri terbaik di Indonesia. Menurutnya, prestasi membanggakan ini diperoleh atas kinerja IPB di bidang pendidikan, penelitian, pengabdian kepada masyarakat, manajemen perguruan tinggi, termasuk unggulan inovasi.
Dengan diperolehnya prestasi membanggakan ini, Arif berharap hal itu dapat memotivasi seluruh warga IPB untuk terus berupaya semakin maju dan semakin profesional. Di sisi lain, dengan prestasi yang diperoleh kampusnya Arif berharap dapat memotivasi generasi muda untuk meningkatkan perhatiannya terhadap pertanian Indonesia.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto berpendapat, klusterisasi merupakan langkah yang bagus untuk memotret dan sebagai dasar kebijakan pemerintah untuk mengelola berbagai perguruan tinggi di Indonesia yang mutunya beragam. Selain itu klusterisasi dapat membantu pemerintah mencapai target pembangunan nasional sesuai dengan rencana pembangunan jangka menengah nasional (RPJMN).
Agar bisa memotret kondisi perguruan tinggi baik PTN maupun PTS, menurut Totok, diperlukan kriteria penilaian yang baik. Kriteria penilaian harus ditambah dengan kolaborasi perguruan tinggi dengan lembaga riset internasional dan inovasi yang lebih banyak di bidang pangan, energi, transportasi dan pertahanan.
Totok menyatakan salah satu efek perguruan tinggi dinilai sebagai yang terbaik di klusterisasi ini adalah masyarakat akan menjadikannya rujukan untuk mencari perguruan tinggi terbaik. "Efeknya bisa begitu (rujukan masyarakat untuk memilih kampus). Meskipun tujuannya lebih ke efisiensi pengelolaan sumber daya dan kolaborasi yang lebih baik lagi," ujarnya.
(don)