Kemendikbud Bidik 1,7 Juta Siswa Ikuti Program Digitalisasi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) akan memulai program digitalisasi sekolah. Program ini menyasar 1,7 juta siswa. Digitalisasi sekolah ini dimulai dengan menyediakan komputer tablet yang bisa sekolah beli memakai dana bantuan operasional sekolah (BOS).
Sesjen Kemendikbud Didik Suhardi mengatakan, pada tahun ini BOS afirmasi dan BOS kinerja akan dimanfaatkan untuk program digitalisasi sekolah. Rinciannya adalah 30.227 sekolah akan diberikan BOS afirmasi dengan total anggaran Rp2,85 triliun dan 6.004 sekolah akan diberikan BOS kinerja dengan anggaran mencapai Rp1,5 triliun.
“Siswa yang akan menjadi sasaran BOS afirmasi dan kinerja adalah siswa kelas 6,7, dan 10. Para siswa ini akan diberikan tablet yang akan dibeli melalui dana BOS afirmasi dan kinerja,” tandas Didik saat membuka Sosialisasi Program BOS Afirmasi dan BOS Kinerja tahun 2019 di Jakarta, kemarin.
Didik mengatakan, target BOS afirmasi ini adalah sekolah yang tinggal di kawasan 3T sementara untuk BOS kinerja adalah untuk sekolah-sekolah yang kinerjanya bagus. Dia berharap, dengan pemberian tablet ini maka peserta didik tidak hanya mendapat pembelajaran konvensional saja. Namun juga bisa mendapat ilmu dari paltform digital Rumah Belajar dan juga platform pembelajaran lain melalui komputer tablet.
Tidak hanya pembelajaran online namun juga offline melalui server lokal. Namun dia menekankan, komputer tablet ini bersifat pinjaman karena milik sekolah, sehingga tidak boleh dibawa pulang siswa ke rumah. Agar program ini tepat sasaran, maka inspektorat jenderal akan dilibatkan.
Selain itu, kepala dinas akan membina sekolah dan juga mengawasi sekolah agar memberi peralatan sesuai hal yang diharapkan. “Maka kami mengundang dinas provinsi dan kabupaten/kota untuk mendapat panduan dari kita untuk disampaikan lagi ke sekolah. Diharapkan akan mempercepat pelayanan dan juga kualitas layanan di seluruh Tanah Air,” ujarnya.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, digitalisasi sekolah ini harus dilaksanakan karena tidak mungkin Indonesia menyongsong era baru yang ditandai dengan adanya artificial intelligence tanpa membekali anak-anak dengan kemampuan memakai produk digital.
Dia pun berharap, program ini bisa terlaksana dengan baik. Tidak hanya membidik wilayah 3T dulu pada tahap pertama ini, namun bisa berkelanjutan hingga mencapai 100% semua sekolah. Muhadjir mengakui bahwa ada tantangan tersendiri untuk memperkenalkan sekolah ke ranah digital.
Sebab, nanti tugas sekolah akan semakin berat misalnya dalam mengawasi konten ataupun guru yang juga harus meningkatkan kapasitasnya. “Tapi kalau tidak begitu tidak akan ada kemajuan. Pada praktiknya, anak-anak sudah mengenal teknologi digital ini. Kalau tidak kita gunakan malah nanti jadi bumerang,” katanya.
Sementara peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza Azzahra mengkritisi soal penggunaan dana BOS. Menurut dia, penggunaan dana BOS perlu dievaluasi secara mendalam. Selama ini, proses pengawasan dana BOS dilakukan dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah.
Namun, masih juga ditemukan sejumlah persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan penggunaan dana BOS. Di luar dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebaiknya juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua pihak yang bertugas mengawasi penggunaan dana BOS.
Hasil evaluasi tersebut kemudian dapat menjadi referensi bagi metode pencegahan dan pengawasan yang dapat dijalankan oleh LPMP ke depannya. Diharapkan dengan begini, potensi pelanggaran dapat dideteksi lebih cepat dan segera diselesaikan.
“Evaluasi mendalam ini penting supaya LPMP mendapatkan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang berpotensi dilanggar atau dicurangi. Belum lagi LPMP bisa melihat hal-hal apa saja yang masih harus dibenahi lewat penggunaan BOS,” ujarnya.
Deteksi dini terhadap potensi ini tentu akan memperkuat akuntabilitas penggunaan dana BOS sehingga penggunaannya benar-benar tepat sasaran dan terbabas dari pelanggaran.
Sesjen Kemendikbud Didik Suhardi mengatakan, pada tahun ini BOS afirmasi dan BOS kinerja akan dimanfaatkan untuk program digitalisasi sekolah. Rinciannya adalah 30.227 sekolah akan diberikan BOS afirmasi dengan total anggaran Rp2,85 triliun dan 6.004 sekolah akan diberikan BOS kinerja dengan anggaran mencapai Rp1,5 triliun.
“Siswa yang akan menjadi sasaran BOS afirmasi dan kinerja adalah siswa kelas 6,7, dan 10. Para siswa ini akan diberikan tablet yang akan dibeli melalui dana BOS afirmasi dan kinerja,” tandas Didik saat membuka Sosialisasi Program BOS Afirmasi dan BOS Kinerja tahun 2019 di Jakarta, kemarin.
Didik mengatakan, target BOS afirmasi ini adalah sekolah yang tinggal di kawasan 3T sementara untuk BOS kinerja adalah untuk sekolah-sekolah yang kinerjanya bagus. Dia berharap, dengan pemberian tablet ini maka peserta didik tidak hanya mendapat pembelajaran konvensional saja. Namun juga bisa mendapat ilmu dari paltform digital Rumah Belajar dan juga platform pembelajaran lain melalui komputer tablet.
Tidak hanya pembelajaran online namun juga offline melalui server lokal. Namun dia menekankan, komputer tablet ini bersifat pinjaman karena milik sekolah, sehingga tidak boleh dibawa pulang siswa ke rumah. Agar program ini tepat sasaran, maka inspektorat jenderal akan dilibatkan.
Selain itu, kepala dinas akan membina sekolah dan juga mengawasi sekolah agar memberi peralatan sesuai hal yang diharapkan. “Maka kami mengundang dinas provinsi dan kabupaten/kota untuk mendapat panduan dari kita untuk disampaikan lagi ke sekolah. Diharapkan akan mempercepat pelayanan dan juga kualitas layanan di seluruh Tanah Air,” ujarnya.
Mendikbud Muhadjir Effendy mengatakan, digitalisasi sekolah ini harus dilaksanakan karena tidak mungkin Indonesia menyongsong era baru yang ditandai dengan adanya artificial intelligence tanpa membekali anak-anak dengan kemampuan memakai produk digital.
Dia pun berharap, program ini bisa terlaksana dengan baik. Tidak hanya membidik wilayah 3T dulu pada tahap pertama ini, namun bisa berkelanjutan hingga mencapai 100% semua sekolah. Muhadjir mengakui bahwa ada tantangan tersendiri untuk memperkenalkan sekolah ke ranah digital.
Sebab, nanti tugas sekolah akan semakin berat misalnya dalam mengawasi konten ataupun guru yang juga harus meningkatkan kapasitasnya. “Tapi kalau tidak begitu tidak akan ada kemajuan. Pada praktiknya, anak-anak sudah mengenal teknologi digital ini. Kalau tidak kita gunakan malah nanti jadi bumerang,” katanya.
Sementara peneliti Center for Indonesian Policy Studies (CIPS) Nadia Fairuza Azzahra mengkritisi soal penggunaan dana BOS. Menurut dia, penggunaan dana BOS perlu dievaluasi secara mendalam. Selama ini, proses pengawasan dana BOS dilakukan dari tingkat pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan sekolah.
Namun, masih juga ditemukan sejumlah persoalan yang seharusnya bisa diselesaikan dengan penggunaan dana BOS. Di luar dari BPK (Badan Pemeriksa Keuangan), Lembaga Penjaminan Mutu Pendidikan (LPMP) sebaiknya juga melakukan evaluasi menyeluruh terhadap semua pihak yang bertugas mengawasi penggunaan dana BOS.
Hasil evaluasi tersebut kemudian dapat menjadi referensi bagi metode pencegahan dan pengawasan yang dapat dijalankan oleh LPMP ke depannya. Diharapkan dengan begini, potensi pelanggaran dapat dideteksi lebih cepat dan segera diselesaikan.
“Evaluasi mendalam ini penting supaya LPMP mendapatkan gambaran mengenai hal-hal apa saja yang berpotensi dilanggar atau dicurangi. Belum lagi LPMP bisa melihat hal-hal apa saja yang masih harus dibenahi lewat penggunaan BOS,” ujarnya.
Deteksi dini terhadap potensi ini tentu akan memperkuat akuntabilitas penggunaan dana BOS sehingga penggunaannya benar-benar tepat sasaran dan terbabas dari pelanggaran.
(don)