Demi Tembus ITB, Menabung Rp10.000 per Hari untuk Biaya Les

Rabu, 27 November 2019 - 06:20 WIB
Demi Tembus ITB, Menabung...
Demi Tembus ITB, Menabung Rp10.000 per Hari untuk Biaya Les
A A A
Adi Gunawan, 50, tak henti mengumbar senyum saat hadir dalam sebuah acara di Balai Prawira Purnomo Kampus Universitas Indonesia Depok, Sabtu (23/11). Wajahnya berbinar. Adi begitu bahagia karena dalam acara tersebut dia menginspirasi dan menjadi penyemangat banyak orang dalam mendidik anak. Adi adalah orang tua dari Muhammad Tio Faizin, 21, sarjana Meteorologi di Fakultas Ilmu dan Teknologi Kebumian Institut Teknologi Bandung (ITB), yang berhasil meraih predikat cumlaude dengan IPK 3,76.

Prestasi ini bagi Adi sangat istimewa. Profesinya sebagai sopir taksi seakan keberhasilan yang dicapai Tio ini menjadi hadiah terbesar dalam perjalanan hidupnya. “Yuk kita cerita di sini, biar bebas aku bercerita soal Tio ini,” ucap Adi berupaya menjauh dari kedua anaknya sambil mengajak KORAN SINDO ke tempat duduk belakang di Balai Prawira Purnomo.

Di tempat ini, Bluebird Group tengah menggelar hajatan yakni pemberian beasiswa kepada 1.800 siswa maupun mahasiswa putra-putri sopir Group Taksi Bluebird. Adi dan Tio secara khusus diundang di acara ini untuk menyampaikan cerita keberhasilan hingga meraih predikat lulusan terbaik.

Adi mengaku sangat terhormat mendapat kepercayaan ini. Baginya, kesuksesan yang dia raih selain berkat beasiswa dari Bluebird juga hasil jerih payahnya mengumpulkan uang selama ini. “Tio adalah anak pertama saya, sudah sejak SMP memang terlihat pintar karena sering menjadi juara kelas,” ujar Adi yang mengaku sudah sekitar 10 tahun menjadi sopir taksi Bluebird.

Ketika naik ke kelas dua SMA, Tio bahkan sudah memiliki cita-cita besar yakni ingin melanjutkan kuliah ke ITB. Mendengar hal itu, Adi kagum sekaligus bingung. Dia membayangkan kuliah di ITB tentu membutuhkan dana yang tidak sedikit. Profesinya sebagai sopir, tentu butuh perjuangan berat guna memenuhi impian Tio tersebut. Namun, tekad besar Tio membuat Adi tidak banyak pilihan. Adi pun bertekad keras mengumpulkan uang sejak saat itu demi bekal anaknya berkuliah.

Agar bisa menembus ITB, suatu ketika Tio mengutarakan langsung kepada sang ayah untuk mendaftar les bimbingan belajar. Masa itu, lembaga bimbingan belajar untuk kelas intensif selama setahun biayanya cukup mahal. Adi bercerita saat itu ada salah satu lembaga bimbingan belajar ternama di Bandung yang bersedia memberi potongan biaya Rp1 juta karena melihat nilai rapor Tio baik. Namun, Adi tetap bingung lantaran meski telah didiskon, biayanya masih besar yakni mencapai Rp6 juta. “Dan itu nggak bisa dicicil, nggak kuat saya. Akhirnya saya usahakan cari yang lain,” kenang Adi.

Setelah mencari informasi ke sana kemari, akhirnya Adi mendapat sebuah tempat les yang biayanya bisa diangsur. Agar bisa mengangsur, Adi pun berhidup sangat hemat. Tiap hari, dia menyisihkan Rp20.000 dari uang hasil bekerja. Matanya berkaca-kaca saat mengenang masa-masa sulit ini. “Kadang-kadang juga Rp10.000 saya kasih ibu supaya ditabung atau diputar untuk arisan. Hasilnya, alhamdulillah bisa membiayai cicilan biaya bimbingan belajar Tio,” ujarnya.

Perjuangannya menyisihkan uang hasil bekerja itu juga termotivasi keinginan Tio yang tidak mau ayahnya menjual kemiskinan demi mendapat simpati atau rasa iba dari orang. Tio meminta ayahnya melakukan usaha sebaik mungkin tanpa harus meminta pertolongan orang lain.

Pesan Tio ini membuat Adi semakin bersemangat. Adi juga meyakinkan kepada Tio bahwa usahanya membiayai bimbingan belajar itu merupakan hasil kerja keringat dari sopir taksi. Tio pun makin senang bisa ikut bimbingan belajar hingga akhirnya bisa menembus ITB. Sebelum mendaftar ITB, Tio sebenarnya mendapat beberapa beasiswa dari kampus lokal di Bandung. Namun karena yang diincar ITB maka tawaran-tawaran itu diabaikan. “Dia pengen ke ITB. Ketika kuliah di ITB, Tio akhirnya mendapat beasiswa dari Bluebird tempat saya bekerja sebagai sopir,” ungkapnya.

Semasa kuliah inilah Bluebird menanggung penuh biaya tiap semester perkuliahan Tio. Selain beasiswa dari Bluebird, Tio bahkan mendapat beasiswa dari pemerintah. Maka itu, Adi dan istrinya sudah tak khawatir lagi di masa-masa perkuliahan Tio.

Pernah suatu ketika Tio menang lomba esai di sebuah kampus, namun ternyata tak ada hadiah uang dari lomba itu. Adi punya prihatin sekaligus tak kehilangan akal. Dia kembali menyisihkan uang hasil bekerja sebagai sopir taksi dan kemudian mengumpulkannya ke dalam amplop. “Saya bilang sama Tio, ini ternyata dapat hadiah uang dari panitianya. Lumayan Rp250.000,” ucapnya kepada Tio.

Sampai sekarang, kenang Adi, Tio tidak pernah mengetahui bahwa uang itu adalah uang hasil usahanya sebagai sopir taksi. “Itulah suka-dukanya menyenangkan anak demi meraih cita-citanya,” pesannya.(Ichsan Amin)
(nfl)
Copyright © 2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.1096 seconds (0.1#10.140)