Survei Jeblok, Sistem Pendidikan Indonesia Butuhkan Terobosan
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah, dalam hal Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud), dituntut bekerja membuat terobosan untuk membenahi dan memacu kualitas pendidikan di Tanah Air.
Langkah lebih progresif dibutuhkan mengingat mutu pendidikan di negeri ini dibandingkan negara-negara lain di dunia terbilang masih terbelakang karena di bawah rata-rata. Indikator penilaian tersebut berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 dirilis The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di Paris, Prancis, Selasa (3/12/2019).
Berdasarkan survei PISA, kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata yakni 371, jauh di bawah rata-rata OECD yakni 487; skor rata-rata matematika 379, sedangkan skor rata-rata OECD 487; dan skor rata-rata sains siswa Indonesia yakni 389, sedangkan skor rata-rata OECD adalah 489.
Berdasarkan fakta ini, OECD merekomendasikan perlunya upaya peningkatan sistem pendidikan di Indonesia. Survei teranyar PISA ini menempatkan China sebagai kampiun pada tiga bidang penilaian. Negeri Tirai Bambu ini mendapatkan nilai membaca 555, matematika 591, dan ilmu pengetahuan 590. Dengan demikian, harus diakui sistem pendidikan yang diberlakukan di negeri tersebut terbukti terbaik di dunia dan patut menjadi contoh. Prestasi pendidikan negeri jiran Singapura yang menempati peringkat terbaik kedua juga patut menjadi contoh.
Komisi X DPR menilai jebloknya peringkat Indonesia dalam PISA 2018 menjadi petunjuk masih banyak hal yang harus dilakukan stakeholders pendidikan di Tanah Air. Dia pun meminta adanya terobosan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang matematika, ilmu alam, dan pemahaman bacaan.
“Peringkat Indonesia yang menempati posisi 75 dari 80 negara menjadi indikator jika kemampuan rata-rata siswa kita dalam bidang matematika, ilmu alam, dan cara memahami bahan bacaan masih jauh tertinggal dibandingkan para siswa di banyak negara lain,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda di kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.
Dia mengakui tidak mudah memperbaiki sistem pendidikan Indonesia mengingat kompleksitas persoalan, mulai aspek pemerataan akses pendidikan, kompetensi guru, distribusi anggaran, hingga keterbatasan sarana dan prasarana.
Namun, berbagai persoalan tersebut tidak boleh menjadi penghalang upaya untuk menghadirkan pendidikan berkualitas. “Di sini dibutuhkan terobosan apakah dalam metode pendidikan melalui perubahan kurikulum, penyederhanaan regulasi, atau penambahan alokasi anggaran,” ujarnya.
Bagaimana respons Kemendikbud? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menilai positif laporan PISA 2018. Menurut dia, hasil survei itu menjadi masukan yang berharga untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang akan menjadi fokus pemerintah selama lima tahun ke depan.
Untuk mengatasi ketertinggalan tersebut, Nadiem menyadari pentingnya inovasi dan terobosan untuk mempercepat proses dan melakukan lompatan di bidang pendidikan. Salah satu yang sedang dikaji Kemendikbud adalah pembenahan sistem asesmen.
Menurut dia, asesmen perlu dibuat agar fokus pada kompetensi mendasar yang berguna secara luas. Hasil asesmen juga akan dilaporkan dalam bentuk yang bermanfaat bagi perbaikan praktik pengajaran di kelas ataupun perumusan kebijakan pendidikan. “Kita harus berani berubah dan berbenah. Sesuai dengan arahan Presiden untuk menciptakan SDM unggul, kami akan terus menelaah upaya untuk melakukan terobosan-terobosan," tutur bos Go-Jek ini.
Nadiem juga menekankan perlu adanya pemerataan dari jumlah guru, kualitas guru, serta juga pemerataan sumber daya sehingga tidak ada lagi ketimpangan dari sisi sumber daya. Begitu pula dengan kesenjangan dari performa antara sekolah negeri dan swasta di Indonesia. Dia berharap guru juga bisa menanamkan kepercayaan diri kepada setiap murid sehingga siswa bisa mencapai potensi yang lebih baik.
Masalah literasi ini juga penting menjadi perhatian karena saat ini Indonesia mengalami krisis literasi. Oleh karena itu, dia menekankan perubahan paradigma penting dari memaksakan anak untuk mempelajari apa yang menurut kita terbaik, berubah menjadi memberi anjuran bahwa membaca adalah suatu hal yang baik sehingga mereka pun akan menyukai membaca.
Dia lantas menuturkan, kualitas pendidikan di Tanah Air sudah menunjukkan perbaikan. Nadiem menyebut, dari sisi akses di mana anak usia sekolah yang tadinya di luar sekolah menjadi bersekolah dalam 10 tahun terakhir ini menjadi prestasi yang luar biasa. Bahkan, OECD pun memberi apresiasi bahwa untuk negara sebesar Indonesia bisa memberi akses sekolah ini adalah prestasi yang patut dibanggakan.
Namun, dia menegaskan bahwa laporan PISA 2018 memberikan perspektif baru mengenai dunia pendidikan di Indonesia. Jika tidak ada hasil PISA yang merupakan perspektif luar negeri, sangat mungkin pemerintah tidak tahu apa yang perlu diperbaiki. “Perspektif penting karena memberikan insight baru. Angle baru untuk tidak hanya mengukur kita, tetapi menunjukkan hal yang mungkin tidak kita sadari tentang diri kita,” ujar dia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno menegaskan, laporan PISA ini akan menjadi fokus pembahasan para stakeholder pendidikan, tidak terkecuali dengan pemerintah daerah. Kemendikbud akan mengajak daerah agar lebih fokus untuk menciptakan program yang lebih berguna untuk perbaikan belajar siswa.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis Indra Charismiadji berpendapat harus ada evaluasi yang holistis program pendidikan yang saat ini berjalan, seperti pelatihan guru, perekrutan guru, bantuan operasional sekolah. Hal ini perlu dilakukan karena dana pendidikan pun sudah triliunan dikucurkan pemerintah.
Selain itu, UU Sistem Pendidikan Nasional pun harus dievaluasi dan masuk Program Legislasi Nasional. Dia juga menyarankan perlu adanya cetak biru pendidikan sehingga ada data pendidikan yang komprehensif sebagai dasar pembuatan kebijakan. ''Ini terjadi karena tidak adanya blueprint. Anggaran ribuan triliun sudah keluar, tapi hasilnya sama,'' katanya.
Untuk diketahui, 600.000 siswa dari 79 negara ikut dalam kajian PISA 2018. Peringkat PISA dibuat OECD untuk menentukan kualitas pendidikan di dunia. Pemeringkatan ini dipandang memungkinkan para pengajar dan pembuat kebijakan untuk belajar dari kebijakan dan praktik yang diterapkan di negara-negara lain.
OECD telah melakukan tes ini sejak 2000, dan kebanyakan negara dengan pemasukan menengah dan tinggi ikut serta di dalamnya. Tes PISA telah menjadi alat ukur berpengaruh terkait dengan standar pendidikan, karena memberikan perspektif yang berbeda dengan ujian nasional.
Sekjen OECD Angel Gurria menjelaskan, PISA tidak hanya menjadi indikator yang komprehensif untuk menilai kemampuan siswa, tapi juga bisa menjadi alat bagi negara untuk membangun pendidikan. “PISA mampu menjadi bukti kebijakan dan praktik terbaik untuk menawarkan pendidikan terbaik bagi seluruh siswa,” ujar dia.
China Terbaik di Semua Indikator
China menjadi juara pada tiga bidang yang dinilai dalam PISA. Fakta ini menunjukkan sistem pendidikan di China merupakan terbaik di dunia karena mampu mendongkrak prestasi anak didiknya pada level teratas di dunia.
Sekjen OECD Angel Gurria mengungkapkan, laporan tersebut diambil dari empat provinsi––Beijing, Shanghai, Jiangsu, dan Zhejiang, dengan jumlah penduduk 180 juta. Keempat provinsi ini dipandang sangat efektif dalam memastikan semua murid, termasuk yang memiliki keterbatasan, untuk mencapai prestasi tertinggi. “Kualitas sekolah mereka saat ini akan menentukan kekuatan ekonomi mereka di masa depan,” ungkap Gurria dilansir CNN.
Singapura menduduki peringkat kedua di dunia dengan nilai 549 untuk membaca, 569 untuk matematika, dan 551 untuk sains. Sementara Finlandia dan Estonia, merupakan dua negara Eropa dengan kinerja terbaik. Estonia dipandang sebagai kekuatan pendidikan terbaru di Eropa, dengan mengalahkan sejumlah ekonomi utama benua ini, termasuk Inggris. (Neneng Zubaidah /Andika H Mustaqim/Ant)
Langkah lebih progresif dibutuhkan mengingat mutu pendidikan di negeri ini dibandingkan negara-negara lain di dunia terbilang masih terbelakang karena di bawah rata-rata. Indikator penilaian tersebut berdasarkan survei Program for International Student Assessment (PISA) tahun 2018 dirilis The Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD) di Paris, Prancis, Selasa (3/12/2019).
Berdasarkan survei PISA, kemampuan siswa Indonesia dalam membaca meraih skor rata-rata yakni 371, jauh di bawah rata-rata OECD yakni 487; skor rata-rata matematika 379, sedangkan skor rata-rata OECD 487; dan skor rata-rata sains siswa Indonesia yakni 389, sedangkan skor rata-rata OECD adalah 489.
Berdasarkan fakta ini, OECD merekomendasikan perlunya upaya peningkatan sistem pendidikan di Indonesia. Survei teranyar PISA ini menempatkan China sebagai kampiun pada tiga bidang penilaian. Negeri Tirai Bambu ini mendapatkan nilai membaca 555, matematika 591, dan ilmu pengetahuan 590. Dengan demikian, harus diakui sistem pendidikan yang diberlakukan di negeri tersebut terbukti terbaik di dunia dan patut menjadi contoh. Prestasi pendidikan negeri jiran Singapura yang menempati peringkat terbaik kedua juga patut menjadi contoh.
Komisi X DPR menilai jebloknya peringkat Indonesia dalam PISA 2018 menjadi petunjuk masih banyak hal yang harus dilakukan stakeholders pendidikan di Tanah Air. Dia pun meminta adanya terobosan untuk meningkatkan kemampuan siswa dalam bidang matematika, ilmu alam, dan pemahaman bacaan.
“Peringkat Indonesia yang menempati posisi 75 dari 80 negara menjadi indikator jika kemampuan rata-rata siswa kita dalam bidang matematika, ilmu alam, dan cara memahami bahan bacaan masih jauh tertinggal dibandingkan para siswa di banyak negara lain,” ujar Ketua Komisi X DPR RI Syaiful Huda di kompleks Parlemen, Senayan, kemarin.
Dia mengakui tidak mudah memperbaiki sistem pendidikan Indonesia mengingat kompleksitas persoalan, mulai aspek pemerataan akses pendidikan, kompetensi guru, distribusi anggaran, hingga keterbatasan sarana dan prasarana.
Namun, berbagai persoalan tersebut tidak boleh menjadi penghalang upaya untuk menghadirkan pendidikan berkualitas. “Di sini dibutuhkan terobosan apakah dalam metode pendidikan melalui perubahan kurikulum, penyederhanaan regulasi, atau penambahan alokasi anggaran,” ujarnya.
Bagaimana respons Kemendikbud? Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nadiem Anwar Makarim menilai positif laporan PISA 2018. Menurut dia, hasil survei itu menjadi masukan yang berharga untuk mengevaluasi dan meningkatkan kualitas pendidikan di Indonesia yang akan menjadi fokus pemerintah selama lima tahun ke depan.
Untuk mengatasi ketertinggalan tersebut, Nadiem menyadari pentingnya inovasi dan terobosan untuk mempercepat proses dan melakukan lompatan di bidang pendidikan. Salah satu yang sedang dikaji Kemendikbud adalah pembenahan sistem asesmen.
Menurut dia, asesmen perlu dibuat agar fokus pada kompetensi mendasar yang berguna secara luas. Hasil asesmen juga akan dilaporkan dalam bentuk yang bermanfaat bagi perbaikan praktik pengajaran di kelas ataupun perumusan kebijakan pendidikan. “Kita harus berani berubah dan berbenah. Sesuai dengan arahan Presiden untuk menciptakan SDM unggul, kami akan terus menelaah upaya untuk melakukan terobosan-terobosan," tutur bos Go-Jek ini.
Nadiem juga menekankan perlu adanya pemerataan dari jumlah guru, kualitas guru, serta juga pemerataan sumber daya sehingga tidak ada lagi ketimpangan dari sisi sumber daya. Begitu pula dengan kesenjangan dari performa antara sekolah negeri dan swasta di Indonesia. Dia berharap guru juga bisa menanamkan kepercayaan diri kepada setiap murid sehingga siswa bisa mencapai potensi yang lebih baik.
Masalah literasi ini juga penting menjadi perhatian karena saat ini Indonesia mengalami krisis literasi. Oleh karena itu, dia menekankan perubahan paradigma penting dari memaksakan anak untuk mempelajari apa yang menurut kita terbaik, berubah menjadi memberi anjuran bahwa membaca adalah suatu hal yang baik sehingga mereka pun akan menyukai membaca.
Dia lantas menuturkan, kualitas pendidikan di Tanah Air sudah menunjukkan perbaikan. Nadiem menyebut, dari sisi akses di mana anak usia sekolah yang tadinya di luar sekolah menjadi bersekolah dalam 10 tahun terakhir ini menjadi prestasi yang luar biasa. Bahkan, OECD pun memberi apresiasi bahwa untuk negara sebesar Indonesia bisa memberi akses sekolah ini adalah prestasi yang patut dibanggakan.
Namun, dia menegaskan bahwa laporan PISA 2018 memberikan perspektif baru mengenai dunia pendidikan di Indonesia. Jika tidak ada hasil PISA yang merupakan perspektif luar negeri, sangat mungkin pemerintah tidak tahu apa yang perlu diperbaiki. “Perspektif penting karena memberikan insight baru. Angle baru untuk tidak hanya mengukur kita, tetapi menunjukkan hal yang mungkin tidak kita sadari tentang diri kita,” ujar dia.
Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan Kemendikbud Totok Suprayitno menegaskan, laporan PISA ini akan menjadi fokus pembahasan para stakeholder pendidikan, tidak terkecuali dengan pemerintah daerah. Kemendikbud akan mengajak daerah agar lebih fokus untuk menciptakan program yang lebih berguna untuk perbaikan belajar siswa.
Sementara itu, pengamat pendidikan dari Center of Education Regulation and Development Analysis Indra Charismiadji berpendapat harus ada evaluasi yang holistis program pendidikan yang saat ini berjalan, seperti pelatihan guru, perekrutan guru, bantuan operasional sekolah. Hal ini perlu dilakukan karena dana pendidikan pun sudah triliunan dikucurkan pemerintah.
Selain itu, UU Sistem Pendidikan Nasional pun harus dievaluasi dan masuk Program Legislasi Nasional. Dia juga menyarankan perlu adanya cetak biru pendidikan sehingga ada data pendidikan yang komprehensif sebagai dasar pembuatan kebijakan. ''Ini terjadi karena tidak adanya blueprint. Anggaran ribuan triliun sudah keluar, tapi hasilnya sama,'' katanya.
Untuk diketahui, 600.000 siswa dari 79 negara ikut dalam kajian PISA 2018. Peringkat PISA dibuat OECD untuk menentukan kualitas pendidikan di dunia. Pemeringkatan ini dipandang memungkinkan para pengajar dan pembuat kebijakan untuk belajar dari kebijakan dan praktik yang diterapkan di negara-negara lain.
OECD telah melakukan tes ini sejak 2000, dan kebanyakan negara dengan pemasukan menengah dan tinggi ikut serta di dalamnya. Tes PISA telah menjadi alat ukur berpengaruh terkait dengan standar pendidikan, karena memberikan perspektif yang berbeda dengan ujian nasional.
Sekjen OECD Angel Gurria menjelaskan, PISA tidak hanya menjadi indikator yang komprehensif untuk menilai kemampuan siswa, tapi juga bisa menjadi alat bagi negara untuk membangun pendidikan. “PISA mampu menjadi bukti kebijakan dan praktik terbaik untuk menawarkan pendidikan terbaik bagi seluruh siswa,” ujar dia.
China Terbaik di Semua Indikator
China menjadi juara pada tiga bidang yang dinilai dalam PISA. Fakta ini menunjukkan sistem pendidikan di China merupakan terbaik di dunia karena mampu mendongkrak prestasi anak didiknya pada level teratas di dunia.
Sekjen OECD Angel Gurria mengungkapkan, laporan tersebut diambil dari empat provinsi––Beijing, Shanghai, Jiangsu, dan Zhejiang, dengan jumlah penduduk 180 juta. Keempat provinsi ini dipandang sangat efektif dalam memastikan semua murid, termasuk yang memiliki keterbatasan, untuk mencapai prestasi tertinggi. “Kualitas sekolah mereka saat ini akan menentukan kekuatan ekonomi mereka di masa depan,” ungkap Gurria dilansir CNN.
Singapura menduduki peringkat kedua di dunia dengan nilai 549 untuk membaca, 569 untuk matematika, dan 551 untuk sains. Sementara Finlandia dan Estonia, merupakan dua negara Eropa dengan kinerja terbaik. Estonia dipandang sebagai kekuatan pendidikan terbaru di Eropa, dengan mengalahkan sejumlah ekonomi utama benua ini, termasuk Inggris. (Neneng Zubaidah /Andika H Mustaqim/Ant)
(nfl)