Universitas Prasetiya Mulya Dorong Sinergi Budaya dan Teknologi
A
A
A
JAKARTA - Sejumlah ahli dan akademisi dari sejumlah universitas dari dalam dan luar negeri bersama pemerintah dan swasta membahas tentang pariwisata dari berbagai sisi.
Dalam pertemuan yang bertajuk The 2019 International Conference on Culture (CTT) yang digelar di Universitas Prasetiya Mulya, BSD, Tangerang Selatan 3-4 Desember lalu dibahas mengenai langkah yang dibutuhkan dalam mengintegrasikan budaya dan teknologi demi terwujudnya pariwisata berkelanjutan.
Hadir sebagai pembicara Prof Marianna Sigala PhD (University of South Australia) sebagai keynote speaker, Prof Adrian Vickers PhD dari University of Sydney sebagai panelis, Prof Dr Muhammad Baiquni MA (Universitas Gadjah Mada) sebagai panelis, Ir Wiratno MSc (Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sebagai Panelis, Daniel Surya (Executive Chairman of WIR Group) sebagai panelis, Sufintri Rahayu (Public Relations Director Traveloka) sebagai sebagai panelis, serta Direktur Bidang Pengembangan ITDC Edwin Darmasetiawan yang juga sebagai panelis
Dalam konferensi ini dipaparkan tentang keragaman budaya Indonesia yang merupakan potensiamat kaya bagi kemajuan bangsa, juga di bidang pariwisata.
Di sisi lain, teknologi berkembang amat pesat dan telah merasuk dalam setiap sendi kehidupan masyarakat di zaman now sebagai disruptor yang tak terelakan. Dapatkah kedua kekuatan besar ini disinergikan untuk memajukan pariwisata yang berkelanjutan? Pertanyaan tersebut mendorong lahirnya CTT.
“Setiap tahun jutaan orang di dunia pergi berwisata. Pertanyaannya, apakah kegiatan tersebut menjadikan dunia lebih baik?” ujar Prof Dr Djisman Simandjuntak, Rektor Universitas Prasetiya Mulya saat konferensi seperti dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (18/12/2019).
Pariwisata merupakan pedang bermata dua. Di satu sisi, cia meningkatkan ekonomi dunia secara signifikan. Di sisi lain, industri ini berkontribusi pada berbagai kerusakan lingkungan. “Pemikiran yang kritis mutlak kita butuhkan dalam membangun pariwisata. Jangan sampai euforia ada saat ini merusak masa depan anak-cucu kita,” tambah Prof Djisman.
Tantangan lain yang dihadapi oleh dunia pariwisata, salah satunya mengenai perubahan pola perilaku konsumen.
Sufintri Rahayu, PR Director of Traveloka menyampaikan saat ini, berwisata dianggap kesempatan mencari pengalaman dan orang-orang rela membayar berapa pun untuk itu. Pernyataan tersebut sejalan dengan paparan Prof Marianna Sigala dari University of South Australia, “Manusia kini memiliki persepsi baru tentang ‘konsumsi’ tak lagi mencari pengalaman kognitif saja, melainkan pengalaman spiritual,” katanya.
Pemaparan yang menarik dan inspiratif juga disampaikan para pembicara yang lain, di antaranya Ir Wiratno (Dirjen KLHK).
Dalam pemaparannya bertajuk Tangkahan from Logging to Eco-Logging, Wiratno menceritakan transformasi positif yang terkait dengan pariwisata, yakni bagaimana para pelaku illegal lodging akhirnya berubah menjadi aktivis ecotourism (pariwisata yang menjaga kelestarian lingkungan).
Menyadari kompleksitas isu yang ada di dunia pariwisata, CTT diharapkan mampu meningkatkan edukasi pariwisata yang berbasis riset di Indonesia. Untuk itu, para akademisi diajak untuk mendiskusikan berbagai topik seperti Sustainable Tourism, E-Tourism, Tourism Destination Plan & Development, dan Tourism Marketing Strategy.
CTT berhasil menghimpun 67 abstrak dan atau makalah hasil penelitian dari dalam dan luar negeri, yang 40 di antaranya dipaparkan secara lisan pada sesi track presentation.
Pada sesi tersebut, penelitian yang dilakukan Crisientia Pranata Raharja, Hoo Leony Gracia Budi Saputra dari Universitas Kristen Petra yang dinobatkan sebagai Best of The Best Paper.
Berdasarkan penjabaran para peneliti, dapat disimpulkan bahwa implementasi teknologi di industri pariwisata mutlak dibutuhkan. Sebab, teknologi dapat mempermudah pelaku industri untuk membaca perilaku pasar, mengurangi biaya operasional, serta menciptakan pengalaman baru untuk para konsumen.
Dalam kegiatan Konferensi Internasional CTT 2019 ini, Universitas Prasetiya Mulya juga memprakarsai Global Research on Tourism Development and Advancement (Garuda) sebagai jurnal asosiasi kepariwisataan dengan dewan editor dan reviewer dari Asosiasi Hildiktipari.
Prof Agus W Soehadi PhD selaku Dekan Sekolah Bisnis Universitas Prasetiya Mulya sekaligus Chief Editor dari Jurnal Garuda memberikan sambutan positif atas diluncurkannya jurnal ini.
Sebagai Ketua Dewan Pengarah Konferensi Internasional CTT 2019, Agus menyampaikan keberlanjutan CTT setiap tahunnya sebagai wadah dari hasil karya akademisi di bidang pariwisata yang berbasis riset.
Bersamaan dengan kemunculan Jurnal Garuda edisi pertama ini, diluncurkan pula sebuah buku ilmiah populer berjudul Formula Pariwisata yang memuat tulisan-tulisan mengenai kepariwisataan baik di Indonesia maupun di Asia. Kedua karya tulis ini didukung penuh oleh Penerbit Universitas Prasetiya Mulya.
Meski hadir dengan pembahasan yang ilmiah, serius, dan mendetail, CTT tidak ingin menghilangkan unsur fun dari pariwisata.
Dalam rangkaian acara ini, peserta konferensi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia diajak untuk mencicipi kehidupan kota Jakarta. Mereka diajak untuk merasakan sensasi menggunakan MRT, serta mengunjungi Kota Tua untuk menikmati santap siang di Batavia Cafe dan melakukan tur museum.
"CTT telah berakhir. Namun trend, situasi politik, dan teknologi akan terus menghasilkan perubahan yang signifikan dalam dunia pariwisata. Untuk itu, dunia akademik, praktisi industri, dan para pengambil kebijakan pun harus terus memantau dan mengikuti perkembangannya, demi tercipta pariwisata yang bertanggung jawab serta berkelanjutan," tulis siaran pers Universitas Prasetiya Mulya.
Dalam pertemuan yang bertajuk The 2019 International Conference on Culture (CTT) yang digelar di Universitas Prasetiya Mulya, BSD, Tangerang Selatan 3-4 Desember lalu dibahas mengenai langkah yang dibutuhkan dalam mengintegrasikan budaya dan teknologi demi terwujudnya pariwisata berkelanjutan.
Hadir sebagai pembicara Prof Marianna Sigala PhD (University of South Australia) sebagai keynote speaker, Prof Adrian Vickers PhD dari University of Sydney sebagai panelis, Prof Dr Muhammad Baiquni MA (Universitas Gadjah Mada) sebagai panelis, Ir Wiratno MSc (Dirjen Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan) sebagai Panelis, Daniel Surya (Executive Chairman of WIR Group) sebagai panelis, Sufintri Rahayu (Public Relations Director Traveloka) sebagai sebagai panelis, serta Direktur Bidang Pengembangan ITDC Edwin Darmasetiawan yang juga sebagai panelis
Dalam konferensi ini dipaparkan tentang keragaman budaya Indonesia yang merupakan potensiamat kaya bagi kemajuan bangsa, juga di bidang pariwisata.
Di sisi lain, teknologi berkembang amat pesat dan telah merasuk dalam setiap sendi kehidupan masyarakat di zaman now sebagai disruptor yang tak terelakan. Dapatkah kedua kekuatan besar ini disinergikan untuk memajukan pariwisata yang berkelanjutan? Pertanyaan tersebut mendorong lahirnya CTT.
“Setiap tahun jutaan orang di dunia pergi berwisata. Pertanyaannya, apakah kegiatan tersebut menjadikan dunia lebih baik?” ujar Prof Dr Djisman Simandjuntak, Rektor Universitas Prasetiya Mulya saat konferensi seperti dalam siaran pers yang diterima SINDOnews, Rabu (18/12/2019).
Pariwisata merupakan pedang bermata dua. Di satu sisi, cia meningkatkan ekonomi dunia secara signifikan. Di sisi lain, industri ini berkontribusi pada berbagai kerusakan lingkungan. “Pemikiran yang kritis mutlak kita butuhkan dalam membangun pariwisata. Jangan sampai euforia ada saat ini merusak masa depan anak-cucu kita,” tambah Prof Djisman.
Tantangan lain yang dihadapi oleh dunia pariwisata, salah satunya mengenai perubahan pola perilaku konsumen.
Sufintri Rahayu, PR Director of Traveloka menyampaikan saat ini, berwisata dianggap kesempatan mencari pengalaman dan orang-orang rela membayar berapa pun untuk itu. Pernyataan tersebut sejalan dengan paparan Prof Marianna Sigala dari University of South Australia, “Manusia kini memiliki persepsi baru tentang ‘konsumsi’ tak lagi mencari pengalaman kognitif saja, melainkan pengalaman spiritual,” katanya.
Pemaparan yang menarik dan inspiratif juga disampaikan para pembicara yang lain, di antaranya Ir Wiratno (Dirjen KLHK).
Dalam pemaparannya bertajuk Tangkahan from Logging to Eco-Logging, Wiratno menceritakan transformasi positif yang terkait dengan pariwisata, yakni bagaimana para pelaku illegal lodging akhirnya berubah menjadi aktivis ecotourism (pariwisata yang menjaga kelestarian lingkungan).
Menyadari kompleksitas isu yang ada di dunia pariwisata, CTT diharapkan mampu meningkatkan edukasi pariwisata yang berbasis riset di Indonesia. Untuk itu, para akademisi diajak untuk mendiskusikan berbagai topik seperti Sustainable Tourism, E-Tourism, Tourism Destination Plan & Development, dan Tourism Marketing Strategy.
CTT berhasil menghimpun 67 abstrak dan atau makalah hasil penelitian dari dalam dan luar negeri, yang 40 di antaranya dipaparkan secara lisan pada sesi track presentation.
Pada sesi tersebut, penelitian yang dilakukan Crisientia Pranata Raharja, Hoo Leony Gracia Budi Saputra dari Universitas Kristen Petra yang dinobatkan sebagai Best of The Best Paper.
Berdasarkan penjabaran para peneliti, dapat disimpulkan bahwa implementasi teknologi di industri pariwisata mutlak dibutuhkan. Sebab, teknologi dapat mempermudah pelaku industri untuk membaca perilaku pasar, mengurangi biaya operasional, serta menciptakan pengalaman baru untuk para konsumen.
Dalam kegiatan Konferensi Internasional CTT 2019 ini, Universitas Prasetiya Mulya juga memprakarsai Global Research on Tourism Development and Advancement (Garuda) sebagai jurnal asosiasi kepariwisataan dengan dewan editor dan reviewer dari Asosiasi Hildiktipari.
Prof Agus W Soehadi PhD selaku Dekan Sekolah Bisnis Universitas Prasetiya Mulya sekaligus Chief Editor dari Jurnal Garuda memberikan sambutan positif atas diluncurkannya jurnal ini.
Sebagai Ketua Dewan Pengarah Konferensi Internasional CTT 2019, Agus menyampaikan keberlanjutan CTT setiap tahunnya sebagai wadah dari hasil karya akademisi di bidang pariwisata yang berbasis riset.
Bersamaan dengan kemunculan Jurnal Garuda edisi pertama ini, diluncurkan pula sebuah buku ilmiah populer berjudul Formula Pariwisata yang memuat tulisan-tulisan mengenai kepariwisataan baik di Indonesia maupun di Asia. Kedua karya tulis ini didukung penuh oleh Penerbit Universitas Prasetiya Mulya.
Meski hadir dengan pembahasan yang ilmiah, serius, dan mendetail, CTT tidak ingin menghilangkan unsur fun dari pariwisata.
Dalam rangkaian acara ini, peserta konferensi yang berasal dari berbagai daerah di Indonesia diajak untuk mencicipi kehidupan kota Jakarta. Mereka diajak untuk merasakan sensasi menggunakan MRT, serta mengunjungi Kota Tua untuk menikmati santap siang di Batavia Cafe dan melakukan tur museum.
"CTT telah berakhir. Namun trend, situasi politik, dan teknologi akan terus menghasilkan perubahan yang signifikan dalam dunia pariwisata. Untuk itu, dunia akademik, praktisi industri, dan para pengambil kebijakan pun harus terus memantau dan mengikuti perkembangannya, demi tercipta pariwisata yang bertanggung jawab serta berkelanjutan," tulis siaran pers Universitas Prasetiya Mulya.
(dam)